Rokhmin Dahuri

Implementasi Transformasi Biru Sangat Diperlukan bagi Negara Pesisir

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Nasional /
  4. Senin, 24 Juli 2023 - 16:21 WIB

Blue transformation adalah upaya terarah untuk mempromosikan teknologi dan pendekatan inovatif yang secara berkelanjutan meningkatkan kontribusi sistem ekonomi berbasis sumber daya hayati perairan untuk ketahanan pangan, produk farmasi, dan energi; penciptaan lapangan kerja; dan kemakmuran global atas dasar inklusif dan adil.

TOKOHKITA. Implementasi transformasi biru sangat diperlukan untuk menjadikan budidaya dan perikanan tangkap sebagai sektor pembangunan yang mampu menghasilkan pangan, produk farmasi (obat-obatan), kosmetik, biotekstil, bioenergi, dan produk berbasis sumber daya hayati perairan lainnya secara inklusif dan berkelanjutan; masyarakat global, khususnya negara-negara pesisir (nations).

Demikian disampaikan Prof.Dr.Rokhmin Dahuri, MSc saat menyampaikan keynote Speech pada The 5th International Symposium on Marine and Fisheries Research tentang “Perikanan dan Akuakultur Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan Global”di Yogyakarta, Senin (24/2023)

Dalam konteks ini, Presiden Masyarakat Akuakultur Indonesia itu menjelaskan, transformasi biru seperti membayangkan penggunaan teknologi canggih termasuk teknologi industri 4.0 (misalnya IoT, blockchain, big data, cloud computing, robotika, AI, bahan baru, dan nanoteknologi) dan sistem manajemen pasokan dan rantai nilai terintegrasi dalam perikanan tangkap, akuakultur, industri pengolahan ikan dan biota akuatik lainnya, dan industri bioteknologi akuatik. Semua itu tak lain untuk menghasilkan semua jenis komoditas dan produk berbasis sumber daya hayati akuatik termasuk produk farmasi, bioenergi, dan tanaman pangan yang dibudidayakan di ekosistem akuatik, secara inklusif, mode ramah lingkungan, dan berkelanjutan. 

Adapun blue transformation adalah upaya terarah untuk mempromosikan teknologi dan pendekatan inovatif yang secara berkelanjutan meningkatkan kontribusi sistem ekonomi berbasis sumber daya hayati perairan (perikanan tangkap, budidaya, industri pengolahan ikan, dan industri bioteknologi perairan) untuk ketahanan pangan, produk farmasi, dan energi; penciptaan lapangan kerja; dan kemakmuran global atas dasar inklusif dan adil.

"Transformasi biru terdiri dari lima kebijakan inti," sebut Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB University) ini.

Pertama , pengelolaan yang efektif, bertanggung jawab, dan berkelanjutan dari semua perikanan tangkap di seluruh dunia untuk menangkap (menghasilkan) ikan dan biota air lainnya yang berkelanjutan secara bio-ekologis, dan sosial-ekonomi membuat semua nelayan sejahtera secara berkelanjutan. 

"Hal ini menuntut pengurangan intensitas penangkapan (jumlah kapal penangkap ikan dan nelayan) di wilayah laut, danau, dan sungai yang sudah overfishing. Di sisi lain, intensitas (effort) penangkapan harus ditingkatkan di wilayah laut yang masih underfishing, hingga total upaya penangkapan sama dengan 80% MSY," terang Rokhmin. 

Selain itu, Rokhmin bilang, langkah-langkah pengelolaan perikanan terpilih (seperti yang direkomendasikan dalam Kode Etik FAO tahun 1995 untuk Perikanan yang Bertanggung Jawab) juga harus dilaksanakan sesuai dengan kondisi bio-ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya setempat.

Kedua, intensifikasi (revitalisasi), perluasan, dan diversifikasi budidaya untuk menghasilkan ikan, krustasea, moluska, alga, invertebrata, dan biota lainnya secara inklusif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Hal ini sangat penting untuk memenuhi permintaan manusia yang terus meningkat akan ikan, makanan laut, dan komoditas perairan lainnya serta produk yang tidak mungkin berasal dari perikanan tangkap dengan MSY laut global terbatas sekitar 95 juta ton per tahun, dan MSY perairan pedalaman global sekitar 35 juta ton per tahun (FAO, 2022) .

Revitalisasi dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, daya saing, inklusivitas, dan keberlanjutan seluruh unit usaha perikanan budidaya yang ada di laut, pesisir, ekosistem air tawar, tambak, dan media budidaya lainnya (wadah). Perluasan akuakultur berkelanjutan memerlukan inovasi teknologi lebih lanjut, dukungan kebijakan, dan insentif di sepanjang rantai pasokan dan nilai. 

Ini termasuk Praktik Akuakultur Terbaik, akses ke air, optimalisasi daya tampung, identifikasi dan alokasi zona akuakultur (perencanaan tata ruang), penyederhanaan prosedur perizinan sehubungan dengan praktik dan pemantauan lingkungan yang baik, ketersediaan tenaga kerja terlatih dan terampil (tenaga kerja), produksi benih dan pakan berkualitas, regulasi penggunaan bahan kimia dan antibiotik, dan protokol biosekuriti yang ketat. 

"Sedangkan diversifikasi berarti penggunaan spesies baru dalam akuakultur yang tidak hanya mencakup spesies baru ikan, krustasea, dan moluska yang merupakan sumber protein hewani, tetapi juga spesies baru yang mengandung senyawa bioaktif dan zat lain untuk berbagai industri hilir, seperti farmasi, kosmetik, biofiber, bioplastik, dan bioenergi," jelas Anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pembangunan Pesisir dan Laut Berkelanjutan, Universitas Bremen, Jerman.

Ketiga , penguatan dan peningkatan teknologi pengolahan dan pengemasan ikan, krustasea, moluska, alga, invertebrata, serta flora dan fauna air lainnya yang dihasilkan oleh perikanan tangkap dan budidaya. Hal ini untuk meningkatkan nilai tambah dan multiplier effect ekonomi perikanan tangkap dan budidaya.

Keempat , memperkuat dan mengembangkan industri bioteknologi perairan (Lundin dan Zilinskas , 1993; Attaway dan Zaborsky , 1993) yang meliputi tiga bidang: (1) bioprospeksi dan ekstraksi senyawa bioaktif dan zat lain dari biota perairan yang dihasilkan baik oleh perikanan tangkap maupun budidaya sebagai bahan baku berbagai industri antara lain makanan dan minuman fungsional, farmasi, kosmetik, dan bioenergi; (2) rekayasa genetika yang meliputi pengurutan DNA dan rekombinan DNA untuk menghasilkan indukan dan benih berkualitas tinggi; dan (3) rekayasa genetika mikroba untuk membersihkan (menetralisir) pencemaran di lautan, laut, danau, sungai, dan ekosistem perairan lainnya.

Kelima , meningkatkan rantai nilai untuk memastikan kelayakan ekonomi, sosial, dan lingkungan dari perikanan tangkap, akuakultur, industri pengolahan ikan, dan industri bioteknologi perairan, dan mengamankan hasil gizi. Patut dicatat bahwa teknologi dan metode yang digunakan dalam lima kebijakan inti tersebut harus nol limbah dan nol emisi Gas Rumah Kaca, hemat sumber daya, dan ketahanan terhadap Perubahan Iklim Global, tsunami, gempa bumi, dan bencana alam lainnya. 

"Terakhir, semua kebijakan politik-ekonomi termasuk stabilitas politik, fiskal, moneter, pinjaman bank, pajak, perdagangan, iklim investasi, dan kemudahan berusaha harus kondusif bagi transformasi biru," pungkas Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (2001–2004).

 

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER