Rokhmin Dahuri

Sesuai Undang Undang, Tugas KKP Mensejahterakan Nelayan

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Daerah /
  4. Senin, 15 Januari 2024 - 14:41 WIB

Gus Dur berpesan agar sektor kelautan dan perikanan dapat dijadikan sebagai salah satu sektor unggulan (a leading sector) dalam pembangunan nasional yang mampu mensejahterakan nelayan, pembudidaya, dan masyarakat kelautan lainnya.

TOKOHKITA. Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan - IPB University, Prof. DR. Ir. Rokhmin Dahuri MS menyampaikan sesuai dengan undang-undang adalah  mensejahterakan nelayan, pembudidaya ikan, pengelola ikan, dan perdagangan perikanan.

Demikian diutarakan Rokhmin pada bimtek dan sosialisasi mutu dan nilai tambah produk perikanan kepada pelaku usaha pengoahan di Indramayu, Senin, (15/1/2024). Adapun kegiatan ini  dilaksanakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Mitra Kerja Komisi IV DPR RI.

Rokhmin menjelaskan, selain itu integrasi rantai pasok atau suplay juga menjadi tugas pemerintah dalam menyediakan sarana produksi. “Ini bukan berarti memproduksi sendiri, tetapi harus menumbuh kembangkan swasta, koperasi, rakyat untuk berusaha sarana produksi, dalam budidaya, benih unggul, dst,” sebut Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – Sekarang

Menurut Rokhmin, ada empat subsitem mengenai kesejahteraan dan kelangsungan bisnis. Pertama, subsistem sarana produksi. Kedua, subsistem produksi. Ketiga, subsistem industri pengolahan hasil-hasil perikanan atau industri pasca panen dan keempat, subsistem pemasaran.

“Pengusaha UKM umumnya masih kurang berhasil karena pada umumnya menangani hanya di sektor satu bagian saja. Misalnya, produksi saja. Tetapi sarana produksinya tidak pernah dipikirkan. Jadi, kaget ketika tiba-tiba harga pakan melambung tinggi, tiba-tiba pasar anjlok,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Rokhmin menceritakan latar belakang dirinya diangkat menjadi menteri KKP menggantikan Sarwono Kusumaatmaja pada 4 Juni 2001. Setelah pelantikan pagi hari, malam harinya dirinya dipanggil Presiden Gus Dur di Istana Negara.  

“Gus Dur bilang mengangkat saya menjadi menteri bukan karena silau dapat gelar doktor perikanan dari Kanada. Justru Gus Dur mengangkat saya jadi menteri karena saya anak nelayan buta huruf dan ber-ibu pedagang ikan," terang tokoh Dulur Cirebonan, Indramayu, Majalengka dan Kuningan (Ciayumajakuning) itu.

Kata Rokhmin, Gus Dur berpesan agar sektor kelautan dan perikanan dapat dijadikan sebagai salah satu sektor unggulan (a leading sector) dalam pembangunan nasional yang mampu mensejahterakan nelayan, pembudidaya, dan masyarakat kelautan lainnya.

Kemudian, Rokhmin mencontohkan, bagaimana budidaya perikanan di Norwegia sebuah Negara maju makmur mampu menghasilkan pendapatan yang berkali-kali lipat dibanding dengan Indonesia karena menerapkan sistem budidaya terbaik. Karena Norwegia menggunakan sains, mulai dari pembelian benihnya, pemberian pakan, pengelolaan kualitas sayur dst.

"Norwegia sudah 55 tahun kontributor utama ekonominya dari budidaya dan ekspor ikan salmon. Sekarang ekspor Nerwegia hampir US$ 12 miliar dolar. Kita hanya US$ 6 miliar  dari seluruh produk perikanan,” paparnya

Contoh lainnya, mengapa lele Malaysia lebih laku dari Batam? Rokhmin mengungkapkan karena harganya lebih murah. Tenyata di Malaysia ada kerjasama antara pembudidaya lele dengan persatuan perhotelan se Malaysia. “Sisa makanan dibeli dengan harga murah untuk dijadikan bahan pakan,” ujar Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.

Dalam biologi, jelasnya, ikan lele memiliki tulang pelat ini membentuk ruangan rongga di atas insang, pada ruangan ini terdapat alat bantu pernapasan berupa Arborescent. “Ikan Lele bernapas tidak berdasarkan insang saja tetapi alat pernapasan tambahan. Jadi oksigennya rendah, tapi bisa hidup dengan baik,” terangnya.

Selanjutnya, dunia sejak tahun 2004 sudah diperkenalkan yeknologi bioflok (BFT). Bioflok merupakan campuran dari berbagai mikroba (fitoplankton, zooplankton, protozoa), detritus, dan partikel organik. Teknologi bioflok dapat meningkatkan kualitas air, meminimalkan pergantian air, efisiensi pakan, dan menghambat berkembangnya penyakit selama budidaya.

Biasanya untuk satu kilogram lele perlu 1,5 kg pakan, tapi dengan bioflok (bakteri yang sudah direkayasa ditebalkan didalam kolam), maka si bakteri yang akan mempermentasi kemudian menggumpalkan sisa-sisa pakan.

“Jadi sisa pakannya yang seharusnya menjadi limbah dan mencemari kolam itu menjadi pakan baru. Maka, kalau di dalam bioplok itu SCR intuk menghasilkan 1 kilogram hanya butuh 0,8.  Itulah menjadi pakan yang lezat dan proteinnya tinggi,” ungkapnya.

"Dengan modal Rp 200 juta untuk membangun teknologi bioflok tersebut, rata-rata untungnya Rp 10 juta sebulan, tergantung pada penebarannya,"  imbuh Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara ini

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER