Sigit Pramono

Pramuka dalam Perspektif Perjuangan Bangsa

  1. Beranda /
  2. Opini /
  3. Sabtu, 20 Juli 2019 - 09:52 WIB

Sigit Pramono/Dokumen pribadi
Sigit Pramono
Foto: Dokumen pribadi

Dalam sejarah bangsa Indonesia telah terbukti bahwa organisasi kepanduan atau Pramuka ikut menjadi penuntun dan pelopor bagi perjuangan memperoleh, mempertahankan bahkan mengisi kemerdekaan sesuai dengan bait-bait lagu kebangsaan Indonesia Raya

Baden Powel lahir di Inggris 22 Februari 1857. Dalam karier militernya Baden Powel pernah mengenyam pedidikan artileri yaitu keahlian militer pada senjata meriam. Baden Powel tercatat sebagai anggota militer Kerajaan Inggris pada tahun 1876 sampai dengan 1910. Selama berkarier di dunia militer pernah beberapa kali melaksanakan tugas pertempuran, salah satunya adalah perang Boer di Afrika Selatan yaitu perang antara kerajaan Inggris melawan penduduk Boer Afrika Selatan yang berbahasa Belanda.

Keahliannya dalam bidang militer serta pengalaman dan keberhasilannya dalam berapa pertempuran membuat dia menulis tentang pentingnya kemampuan kepanduan pada tentara muda Inggris. Tujuan awalnya adalah mendidik para tentara muda Inggris untuk memiliki jiwa kesatria, berani, dan suka menolong sesama serta mampu bertahan hidup dari kerasnya tantangan alam. Untuk mencapai itu semua maka  para tentara muda diharapkan menguasasi materi-materi ekplorasi, trekking, kemping, kecakapan, penjelajahan hutan  serta kepercayaan diri selain kemampuan tempur sesuai bidang tugasnya.

Tujuan ini kemudian ditulisnya dalam salah satu bukunya tentang ilmu kepanduan pada tahun 1899 dengan judul “Aids to Scouting” (Pedoman Untuk Kepanduan). Ternyata buku Baden Powell ini sangat disukai dan digemari oleh para pemuda sipil khususnya organisasi kepemudaan dan sekolah. Momentum sejarahnya diawali pada taggal 25 Juli 1907 saat Baden Powell melaksanakan perkemahan pertamanya bersama 22 anak lali-laki di pulau Brownsea, Inggris. Perkemahan yang dilaksanakan selama delapan hari ini dijadikan tonggak penting dan kemudian dijadikan hari lahir gerakan pandu dunia.

Bukan hanya Aids to Scouting yang ditulis oleh pendiri pandu dunia ini, karena terispirasi oleh banyaknya perang yang sedang dialami oleh beberapa negara saat itu, maka ditulislah buku selanjutnya yang tak kalah hebatnya mewarnai dunia kepanduan. Buku ini berisi tentang pelatihan untuk pandu-pandu muda dalam menghadapi perang yang sedang terjadi. Buku ini selain berisi tentang pengoperasian senjata api, menolong korban perang,  juga berisi tentang cara bertahan hidup,  berkemah dan membuat api unggun. Buku ini berjudul “Scouting for Boys” (Kepanduan untuk Anak Laki-laki) yang ditulis tahun 1908.

Baden powel mengahiri karier militernya dengan pangkat Letnan Jenderal pada tahun 1910 dan kemudian lebih fokus pada pengembangan pendidikan kepanduan untuk melatih jiwa kemandirian pemuda. Tokoh pandu dunia ini meninggal pada 8 Januari 1941 di Nyeri, Kenya.

Sejarah Pramuka di Indonesia
Sejarah Pramuka di Indonesia tak bisa lepas dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Saat itu bangsa kita masih di bawah penjajahan Belanda. Ide, pembelajaran dan organisasi-organisasi kepanduan sangat poluler dan berkembang di seluruh dunia tak terkecuali di negara Belanda yang kebetulan saat itu mejajah Indonesia. Dari Belandalah ide untuk mengembangkan organisasi kepanduan di Indonesia untuk pertama kalinya muncul. Dengan ditandai terbentuknya NPO (Nederland Padvinders Organisatie) pada tahun  1912 yang kemudian berganti nama menjadi NIPV (Nederland Indsche Padvinders Vereeniging) tahun 1916 adalah mengawali terbentuknya organisasi kepanduan di tanah air kita.

Suasana dan semangat perjuangan menjadikan tokoh tokoh bangsa menggunakan segala strategi dan taktik dalam melaksanakan perjuangannya. Tidak terkecuali melalui organisasi-organisasi kepanduan. Para tokoh pergerakan bangsa merasa pendidikan dan pelatihan yang diberikan dalam gerakan kepanduan dapat digunakan untuk membentuk karekter manusia Idonesia. Selaras dengan itu semua maka organisasi kepanduan juga digunakan untuk sarana perjuangan dalam meraih cita-cita luhur bangsa.

Hal ini terbukti lahirnya organisasi-organisasi kepanduan yang senafas dengan perjuangan nasional bangsa.
Padvinder Muhammadiyah lahir pada tahun 1918 dengan inisiatif dari K.H. Ahmad Dahlan yang termotivasi oleh organisasi JPO (Javaanche Padvinder Organisatie) milik Pura Mangkunegaran. Organisasi yang diketuai oleh H. Muchtar ini kemudian berubah nama menjadi “Hizbul Wathan” pada tahun 1920.

Sebelumnya, organisasi kepanduan juga sudah mewarnai dunia kepanduan nusantara dengan lahirnya Javaansche Padvinders Organisatie (JPO) pada tahun 1916. Organisasi kepanduan yang diprakarsai oleh Sri Paduka Mangkunegara VII ini mampu menambah semangat perjuangan nasional dari para pemuda Indonesia saat itu. Javaansche Padvinders Organisatie mampu menanamkan jiwa disiplin dan tangguh dalam menghadapi tantangan dan rintangan.

Bukti bahwa JPO adalah organisasi kepanduan yang berjiwa kebangsaan karena didirikan oleh tokoh nasional yaitu Sri Paduka Mangkunegara VII yang merupakan keturunan dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I atau Raden Said yang lebih dikenal dengan Pangeran Samber Nyowo. Raden Said adalah Pahlawan Nasional yang saat itu sangat gigih dalam melawan penjajahan Belanda. Beliau berjuang bersama mertua sekaligus pamannya yaitu Pangeran Mangkubumi yang kelak menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono I, Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat pertama.

Sejarah perjuangan kembali terulang pada saat keturunan beliau yaitu Sri Paduka Mangkunegara VII mendirikan organisasi pandu yang berjiwa kebangsaan yang diberi nama Javaansche Padvinders Organisatie (JPO). JPO inilah yang memberi inspirasi kepada Kyai Haji Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah untuk membentuk organisasi kepanduan di dalam tubuh Muhammadiyah. Organisasi ini diberi nama Padvinder Muhammadiyah yang selanjutnya berubah nama menjadi Hizbul  Wathan.

Gerakan kepanduan di tanah air sangat mempengaruhi jiwa perjuangan dari pemuda Indonesia. Pada kenyataanya berbagai organisasi kepanduan saat itu memiliki konstribusi positif terhadap perjuangan bangsa khususnya pembentukan karakter dan mental pemuda yang tangguh dan mandiri, yang semua itu dibutuhkan pada masa-masa perjuangan. Tidak bisa dipungkiri jiwa yang ditanamkan dalam pendidikan kepanduan di tanah air saat itu sangat berpengaruh terhadap bentuk-bentuk perjuangan bangsa berikutnya hingga sampai pada momentum sumpah pemuda. Walau dalam perjuangannya organisasi kepanduan tidak terlalu non kooperatif  dan radikal terbukti organisasi kepanduan tetap bisa hidup selama pendudukan penjajah Belanda tetapi tetap mampu membangun karakter dan jiwa kebangsaan.

Menjelang  momentum sumpah pemuda maka organisasi gerakan kepanduan ini semakin banyak bermunculan yang mewakili warna organisasi induknya masing-masing. Tercatat lahirlah beberapa organisasi kepanduan yang berjiwa nasionalis contoh Nationale Padvinderrij (NP) yang didirikan oleh perkumpulan Budi Utomo, Syariat Islam Afdeling Padvinderij (SIAP) yang didirikan oleh Syariat Islam yang kemudian seiring dengan jiwa kebangsaan namanya berubah menjadi Syariat Islam Afdeling Pandu (SIAP), Indonesicsh Nationale Padvinders Organisatie (INPO) yang didirikan Pemuda Indonesia. Untuk menyatukan jiwa dan menghindari perpecahan antar organisasi kepanduan yang banyak bermunculan maka pada tanggal 23 Mei 1928 dibentuklah Persaudaraan Antar Pandu Indonesia (PAPI) yang kemudian perkumpulam asosiasi kepanduan ini digantikan dengan Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI).

Setelah momentum sumpah pemuda organisasi gerakan kepanduan semakin banyak dan berani dalam memperjuangkan Indonesa merdeka, karena hal ini organisasi kepanduan yang saat itu masih banyak yang menggunakan nama Padvinderij mulai dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda. Tidak hanya itu, pemerintah kolonial  Belanda melarang menggunakan istilah Padvinderij pada organisasi yang melatih kemandirian, karekter, jiwa, dan ketrampilan hidup para pemuda. Pada kondisi ini hadirlah seorang tokoh bangsa yaitu Kyai Haji Agus Salim yang selalu konsisten dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa khususnya dalam membina semangat pemuda yang sangat bergelora. Beliaulah yang mengganti nama Padvinderij menjadi Kepanduan atau Pandu.

Dengan kebijakan ini gerakan pemuda tidak semakin hilang tetapi malah semakin marak dan berani. Organisasi kepanduan khususnya yang berazaskan kebangsaan dan nasionalisme juga semakin banyak bermunculan pada saat itu, contoh : Pandu Indonesia, Padvinders Organisatie Pasundan, Pandu Kesultanan, Sinar Pandu Kita, dan Kepanduan Rakyat Indonesia. Selain itu juga bermunculan organisasi kepanduan dengan azas agama, contoh : Pandu Ansor, Al Wathoni, Hizbul Wathan, Kepanduan Islam Indonesia, Islamitische Padvinders Organisatie, Tri Dharma, Kepanduan Azas Katolik Indonesia, dan Kepanduan Masehi Indonesia. Karena jasanya dalam menyuburkan dan  menghidupkan gerakan kepanduan dalam mengiringi perjuangan kemerdekaan bangsa dan untuk menghormati jasa-jasa beliau dalam mengidupkan gerakan pandu Indonesia maka Kyai Haji Agus Salim diberikan gelar Bapak Pandu Indonesia.

Menjelang berakhirnya penjajahan Belanda, organisasi kepanduan Indonesia melalui Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) merencanakan jambore Indonesia. Tetapi karena beberapa masalah maka pelaksanaan jambore nasional ini berubah waktu maupun nama kegiatannya menjadi Perkemahan Kepanduan Oemoem (PERKINO) yang dilaksanakan pada tanggal 19 sampai dengan 23 Juli 1941.

Selama pendudukan Jepang maka seluruh organisasi dan kegiatan kepanduan  dibekukan dan dilarang oleh pihak pemerintah pendudukan Jepang. Dengan kondisi ini, jiwa kepanduan dari tokoh tokoh pejuang bangsa tidak hilang bersamaan dengan dibekukannya seluruh organisasi dan kegiatan keanduan. Para tokoh-tokoh tersebut tetap menempa diri dan melebur dalam organisasi-organisasi bentukan Jepang, antara lain: Seinendan, PETA dan HEIHO.

Sejarah kepanduan Indonesia kembali bangkit setelah masa kemerdekaan. Pada bulan September 1945 beberapa tokoh pandu berkumpul di Yogyakarta untuk membentuk Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia yang bertugas membentuk satu wadah organisasi kepanduan untuk seluruh Indonesia. Panitia ini juga bertugas mengadakan konggres Kesatuan Kepanduan Indonesia.

Revolusi fisik paska kemerdekaan juga sangat mempengaruhi tumbuh kembangnya gerakan kepanduan Indonesia kemudan hari. Pasang surut mewarnai kehidupan organisasi pandu Indonesia. Hingga pada tanggal 9 Maret 1961 Presiden/Mandataris MPRS/Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno mengumpulkan pimpinan dan tokoh-tokoh kepanduan Indonesia di Istana Negara. Presiden Soekarno mengintruksikan bahwa organisasi kepanduan yang ada harus diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti dan seluruh organisasi kepanduan yang ada harus dilebur menjadi satu yang disebut PRAMUKA. Peristiwa ini kemudia dikenal dengan “Hari Tunas Kelapa”.

Momentum penting dari hari lahir PRAMUKA adalah tanggal 14 Agustus 1961, yaitu saat dilaksanakannya Pelantikan MAPINAS, KWARNAS dan KWARNARI, serta defile-defile PRAMUKA dan penyerahan panji-panji GERAKAN PRAMUKA di Istana Negara oleh Presiden Soekarno. Pada peristiwa itu terpilih Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai ketua KWARNAS I. Peristiwa besar ini menandai hari lahirnya PRAMUKA dan menetapkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai bapak PRAMUKA Indonesia.              

Pramuka dalam era Milenial
Seiring dengan berubahnya jaman maka mengubah pula bentuk tantangan yang dihadapi, untuk itu cara menghadapi sekaligus mengatasinyapun juga harus berubah. Tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat jaman penjajahan sampai mempertahankan kemerdekaan tentu berbeda dengan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi dan revolusi industri 4.0. Di saat itu pemuda bersatu untuk melawan musuh yang sama yaitu kaum penjajah. Di saat ini para pemuda dihadapkan pada musuh yaitu penyakit mental akibat revolusi industri yang mengakibatkan manusia lebih mementingkan kepentingan sendiri dari pada kepentingan sosial dan bangsa.

Dalam era milenial dan revolusi industri 4.0, membuat manusia semakin bersifat individualistik dan hedonistik. Perkembangan teknologi komunikasi yang sangat pesat kadang justru menjauhkan jarak empati antar manusia. Sikap apatis dan tidak mau tahu terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya apalagi kondisi bangsanya membuat rentannya ketahanan negara.

Perkembangan teknologi di era globalisasi di satu sisi membawa kuntungan tapi di sisi lain bisa mendatangkan bahaya bagi ketahanan bangsa jika tidak bijaksana dalam menerimanya. Arus informasi yang semakin bebas membuat para pemuda sangat mudah menerima apapun informasi yang diingikan, lepas itu informasi positif maupun negatif. Faham, ajaran, ideologi yang kadang bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsapun semakin mudah meracuni jiwa anak-anak muda. Dengan fenomena ini maka eksitensi negara sangat dipertaruhkan. 

Di sinilah fungsi hadirnya gerakan Pramuka yang diharapkan mampu menangkal semua pengaruh negatif dari perkembangan jaman. Dwi Satya (dua janji) dan Dwi Dharma (Dua Pengamalan) adalah janji kode etik dan dua pengabdian dari Pramuka muda atau siaga. Siaga yang artinya siap-siap, maka sejak dini putra-putri bangsa sudah dibiasakan berkehidupan yang mulia.

Dengan pengamalan Dwi Satya dan Dwi Dharma dari pemuda-pemuda kecil ini maka akan semakin terkikislah ajaran, faham, ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa akibat dari perkembangan jaman. Selain itu dengan Dasa Dharma yang merupakan sepuluh kewajiban akan menangkal pengaruh-pengaruh negatif dari perkembangan jaman, era globlalisasi dan liberalisasi. Para pemuda yang tergabung dalam Pramuka akan selalu terlindungi dari pergaulan-pergaulan negatif mengingat, Dwi Dharma, Dwi Satya dan Dasa Dharma selalu menuntun kehidupannya sehari-hari, baik kehendak, ucapan maupun tindakannya. 

Gerakan Pramuka diharapkan bisa berkembang secara dinamis mengikuti perkembangan jaman dengan tidak meninggalkan subtansi tujuannya, yaitu membentuk karakter anak bangsa yang unggul secara menyeluruh, membina kaum muda dalam mengaktualisasikan potensi-potensi dalam dirinya, dan menjadikan manusia yang spiritual, sosial dan intelektual. Untuk selanjutnya Gerakan Pramuka diharapkan mampu menjadi jawaban atas terjadinya degradasi mental dan spiritual pada para pemuda. Kegiatan Pramuka telah terbukti dapat menangkal pengaruh negatif dari perkembangan teknologi yang terjadi. Mengingat pentingnya keberadaan Pramuka bagi ketahan mental pemuda dan bangsa maka sebaiknya oranisasi dan kegiatan gerakan Pramuka ini diwajibkan kepada seluruh siswa pada semua jenjang satuan pendidikan.

Dalam sejarah bangsa Indonesia telah terbukti bahwa organisasi kepanduan atau PRAMUKA ikut menjadi penuntun dan pelopor bagi perjuangan memperoleh, mempertahankan bahkan mengisi kemerdekaan sesuai dengan bait-bait lagu kebangsaan Indonesia Raya. DI SANALAH AKU BERDIRI JADI PANDU IBUKU

*Penulis adalah Pembina Pramuka SMK PGRI 3 Malang dan Sekretaris DPC ISRI Kota Malang

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER