Rokhmin Dahuri

8,6 Juta Ton Limbah Perikanan Bisa Menjadi Berkah Jika Diolah

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Nasional /
  4. Selasa, 18 Agustus 2020 - 23:18 WIB

Rokhmin Dahuri/Istimewa
Rokhmin Dahuri
Foto: Istimewa

Selain meningkatkan produktivitas, volume produksi, kontribusi bagi PDB dan kesejahteraan rakyat, wujud sumbangan terbaik lainnya dari sektor kelautan dan perikanan adalah menjadikan limbah perikanan sekitar 35?ri total produksi atau 8,6 juta ton itu menjadi berkah.

TOKOHKITA. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang ¾ wilayahnya berupa laut (termasuk ZEEI) dan 28% wilayah daratnya berupa perairan (danau, bendunga, sungai, dan perairan rawa), Indonesia memiliki potensi produksi lestari perikanan sekitar 113,5 juta ton per tahun atau terbesar di dunia.

Pada tahun 2019 saja, total produksi perikanan baru sekitar 24,50 juta ton (21,6%), atau menempati produsen perikanan terbesar kedua di dunia setelah China sejak 2009. Di sisi lain, terus meningkatnya produksi perikanan juga diikuti oleh berkembangnya industri pengolahan perikanan. Sayangnya, menyisakan hasil samping yakni limbah berupa tulang, kulit, sirip, kepala, sisik, jeroan, maupun cairan yang mencemari lingkungan. Alhasil, menimbulkan bau busuk dan mengganggu kesehatan manusia bahkan kematian

Koordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Riset dan Daya Saing, Prof. Rokhmin Dahuri menyebutkan, sebesar 30%-40% produksi perikanan di Indonesia atau mencapai 8,6 juta ton pada 2019 menjadi limbah. "Dari jumlah itu, sekitar 2 juta ton terbuang sebagai limbah yang tidak termanfaatkan," katanya dalam Webinar “Mendulang Rupiah Melalui Pemanfaatan Cangkang Kerang dan Kulit Ikan” yang digelar Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan Perikanan (PDSPKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Selasa (18/8/2020). 

Pakar kemaritiman ini merinci limbah tersebut diperkirakan memiliki proporsi sekitar 30%-40% total berat ikan, moluska dan krustasea, terdiri dari bagian kepala (12,0%), tulang (11,7%), sirip (3,4%), kulit (4,0%), duri (2,0%), dan isi perut atau jeroan (4,8%). Menurut Rokhmin, limbah tersebut bisa menjadi berkah dengan cara diolah kembali.

"Jadi, selain meningkatkan produktivitas, volume produksi, kontribusi bagi PDB dan kesejahteraan rakyat, wujud sumbangan terbaik lainnya dari sektor kelautan dan perikanan adalah menjadikan limbah perikanan sekitar 35% total produksi atau 8,6 juta ton itu menjadi berkah. Padahal, total volume ekspor perikanan Indonesia pada 2019 hanya 1,23 juta ton yang mana 14% nya adalah limbahnya," jelas Rokhmin. 

Adapun limbah dari kegiatan perikanan antara lain, ikan rucah yang sampai sekarang bernilai ekonomis rendah (harganya murah), bagian daging ikan yang tidak dimanfaatkan dari rumah makan, rumah tangga, industri pengalengan, atau industri pemfiletan. Kemudian, ikan yang tidak terserap oleh pasar, terutama pada musim produksi ikan melimpah. Limbah cangkang, kulit, dan bagian lain dari ikan, krustasea, dan moluska sampai limbah akibat kesalahan penaganan dan pengolahan," bebernya.

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB menuturkan, bagaian tubuh dan limbah hasil pengolahan produk kelautan dan perikanan yang dapat dijadikan sumber pendapatan seperti cangkang, kerang mutiara sebagai accecoris dan bahan kosmetik, cangkang rajungan menjadi produk chitosan, juga limbah kulit udang menjadi chitosan dan bahan tambahan penyusun pakan ikan dan ternak. Sampah kulit ikan nila, kakap dapat dijadikan snack, sedangkan kulit ikan pari dapat dijadikan acessoris seperti tas, dompet dan lainnya," sebut Rokhmin.

Yang terang, Rokhmin bilang, pemanfaatan limbah merupakan penerapan dari salah satu prinsip ekonomi biru atau blue economy, dilakukan lewat prinsip nirlimbah dengan menekankan sistem siklikal dalam proses produksi, sehingga tercipta produksi bersih. Artinya, limbah dari sebuah proses produksi akan menjadi bahan baku atau sumber energi bagi produk berikutnya," jelas dia.

Meski demikian, dia mengutarakan pemanfaatan limbah kegiatan perikanan ini masih banyak menemui tantangan, yakni kurangnya kesadaran dan pengetahuan yang rendah tentang pemanfaatan limbah hasil perikanan, kurang penyebaran informasi tentang konsep pengolahan limbah hasil perikanan. Selain itu, belum adanya unit khusus yang bertugas menangani limbah hasil perikanan di KKP, Dinas KP Provinis dan Kabupaten/Kota.

"Mahalnya pembuatan unit pengolahan limbah hasil perikanan juga menjadi kendala, sedangkan kalangan usaha merasa tidak mendapatkan keuntungan dalam pengelolaan limbah. Di sisi lain sulitnya memperoleh peralatan dan zat kimia yang diperlukan dalam proses perebusannya contohnya pemanfaatan limbah cangkang kepiting," ujarnya.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, Rokhmin menilai, butuh strategi dan teknik pemanfaatan dan pengelolaan limbah perikanan lewat pemanfaatan hasil tangkap sampingan (by catch) dan ikan rucah (trash fish) yang jumlahnya mencapai 20% total hasil tangkap purse seiners, pukat ikan, pukat udang, dan alat tangkap lainnya. "Juga diperlukan penerapan best handling practices sejak dari hulu hingga sistem rantai pasok perikanan," jelas dia.

Ia melanjutkan, bagian dari ikan, moluska (kekerangan), krustasea, rumput laut, dan komoditas perikanan lain yang tidak bisa dikonsumsi langsung (seperti tulang, cangkang, kulit, dan lainnya) harus diolah dan dimanfaatkan, sehingga akan menghasilkan zero waste (berkah) dari sektor kelautan dan perikanan.

Penyediaan teknologi pemanfaatan limbah perikanan menjadi produk bernilai tambah dan bermanfaat bagi manusia, termasuk pembangunan pabrik tepung ikan (skala mini-medium) di wilayah–wilayah sentra produksi perikanan tangkap yang banyak menghasilkan by catch dan trash fish (Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, dan Sulawesi) dengan memanfaatkan gas buang dari pembangkit listrik setempat. 

"Dan yang tidak kalah penting adalah penyediaan kredit relatif murah dan lunak, karena saat ini sangat memberatkan pengusaha kecil dan nelayan. Di samping itu,perlu peningkatan kesadaran publik tentang arti penting dan strategis pemanfaatan dan pengolahan limbah perikanan melalui pelatihan dan penyuluhan, hingga penciptaan iklim investasi dan kemudahan berbisnis yang kondusif dan atraktif," saran Rokhmin.

Pada kesempatan yang sama, Penasihat Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Kelautan dan perikanan (KKP), Iis Edhy Prabowo mengatakan, pemerintah mempermudah para pelaku usaha terkait perizinan. Jika dulu pengusaha UMKM harus mengurus hingga tiga jenis izin usaha, sekarang dimudahkan jadi 1 saja. “Selain itu juga memudahkan UMKM untuk mendapat investasi, baik dari lokal maupun investor luar,” ungkapnya.

Istri Menteri KKP Edhy Prabowo ini menjelaskan, sektor yang menjadi prioritas untuk diselamatkan pemerintah selama masa pandemi Covid-19 saat ini adalah UMKM, yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Karena itu pemerintah melakukan beberapa langkah penting dalam membantu membangkitkan UMKM.

Iis mengatakan saat ini telah ada Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) yang telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 14 Mei 2020 sebagai bentuk dukungan dan dorongan pemerintah terhadap penggunaan produk-produk lokal. Selain itu, pemerintah juga telah menyiapkan paying hukum yang bersinggungan langsung dengan UMKM di RUU Cipta Kerja, yang tengah ramai jadi perdebatan. 

Namun, menurut Iis, ada hal baik di dalam Omnibu Law tersebut, yakni di bidang UMKM yang justru melindungi para pelakunya. “Di mana dalam Omnibus Law itu, mengatur tentang kemudahan pembuatan usaha tingkat menengah. Jadi aturan dan birokrasinya diubah jadi businessman friendly. Jadi tidak ada lagi pungli dan suap,” kata Anggota Komisi V DPR RI ini.

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER