Rokhmin Dahuri

Perppu Cipta Kerja Harus Mampu Mengatasi Masalah Kelautan dan Perikanan

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Nasional /
  4. Rabu, 8 Februari 2023 - 13:36 WIB

Rokhmin Dahuri/Istimewa
Rokhmin Dahuri
Foto: Istimewa

Perppu Cipta Kerja harus sejalan dengan tujuan, tugas dan fungsi pokok Kementerian Kelautan dan Perikanan, yakni mengatasi permasalahan internal dan berkontribusi dalam permasalahan bangsa.

TOKOHKITA. Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS menjadi narasumber tentang Sosialisasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) di Jakarta, Selasa (7/2).

Dalam kesempatan tersebut, Rokhmin menyampaikan gagasannya tentang Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Bidang Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Dalam Rangka Peningkatan Investasi, Pasar Domestik,  Ekspor Produk Kelautan dan Perikanan Secara Berkelanjutan.

“Perppu tersebut itu harus sejalan dengan tujuan, tugas dan fungsi pokok Kementerian Kelautan dan Perikanan yakni mengatasi permasalahan internal dan berkontribusi dalam permasalahan bangsa,” ujar Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan ini.

Sejatinya, sektor kelautan dan perikanan sangat berpotensi untuk meningkatkan kontribusinya secara signifikan bagi terwujudnya Indonesia emas 2045.

”Indonesia memiliki potensi produksi lestari (MSY) atawa  sumber daya ikan (SDI) laut terbesar di dunia (12 juta ton/tahun atau 13,3% total MSY laut Dunia, 90 juta ton/tahun), dan MSY SDI Perairan Umum Darat (Sungai, Danau, dan rawa) terbesar ke-5 di dunia.  Hingga, 2022 baru dimanfaatkan (diproduksi) sekitar 65%,’’ sebutnya.

Menurut Prof. Rokhmin Dahuri, produksi Perikanan Budidaya (Aquaculture) Indonesia (sekitar 100 juta ton/tahun) terbesar di dunia, dan pada 2021 baru diproduksi (dimanfaatkan) sekitar 19 persen dimana sejak 2009 hingga 2021 Indonesia menjadi produsen Perikanan Tangkap laut terbesar ke-2 di dunia setelah China, dan produsen Perikanan Budidaya terbesar ke-2 di dunia setelah China.

“Indonesia mesti menjadi produsen Perikanan Tangkap laut dan Perikanan Budidaya terbesar di dunia, menggeser China pada 2028 atau paling lambat pada 2033,’’ tegasnya.

Tambah Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu, dengan secara simultan meningkatkan produksi Industri Bioteknologi Perairan, Garam, dan komoditas serta produk non-ikan lainnya.

“Maka, kontribusi sektor KP terhadap PDB akan menjadi 10 persen (layak menjadi leading sector atau prime mover pembangunan nasional), nilai ekspor terebesar di dunia, kebutuhan ikan nasional terpenuhi secara berkelanjutan, dan nelayan, pembudidaya ikan dan stakeholders KP lainnya hidup sejahtera (Misi KKP, termasuk Ditjen. PDSKP),’’ tuturnya.

Rokhmin menjabarkan, dalam peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha meliputi: Penerapan perizinan berusaha berbasis risiko, Penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha, Penyederhanaan perizinan berusaha sektor, dan Penyederhanaan persyaratan investasi.

Disamping itu, tugas dan fungsi pokok Kementerian Kelautan dan Perikanan yakni, pertama. mengatasi permasalahan internal sektor KP seperti: overfishing, pencemaran perairan, kemiskinan nelayan, tingkat pemanfaatan mariculture dan coastal aquaculture masih rendah, nilai ekspor masih rendah US$ 5,7 milyar (peringkat-8 dunia), dan kontribusi terhadap PDB rendah baru 2,86%.

”Kedua, memberikan kontribusi signifikan dalam mengatasi permasalahan bangsa (nasional) dan dalam mewujudkan Indonesia Emas (maju, adil-makmur, dan berdaulat) paling lambat pada 2045,” terangnya.

Pada prinsipnya, jelas Prof. Rokhmin Dahrui, Perppu No.2/2022 tentang Cipta Kerja di Bidang Daya Saing Produk KP harus lebih memperbaiki (meningkatkan) IKU (Indikator Kinerja Utama) nya: Volume dan nilai pemasaran komoditas dan produk KP di dalam negeri, Volume dan nilai ekspor komoditas dan produk KP, Nilai investasi industri pengolahan hasil KP, jasa transportasi dan logistik, Daya saing dan sustainability komoditas dan produk KP, serta Semua pelaku usaha di bidang industri pengolahan, kemasan, dan pemasaran komoditas serta produk KP hidup sejahtera secara adil dan berkelanjutan.

’’Maka, Perppu No.2/2022 tentang Cipta Kerja di Bidang Daya Saing Produk KP harus lebih mempermudah, mempercepat, dan murah perizinan investasi di bidang industri pengolahan, trading, dan jasa KP kemudian komoditas dan produk KP – RI harus memiliki daya saing yang lebih tinggi dari pada negara-negara pengekspor komoditas produk KP pesaing kita,’’ paparnya.

Menurut dia, pertama kali dalam sejarah NKRI Pada tahun 2019 angka kemiskinan lebih kecil dari 10 persen. “Namun, dampak dari pandemi Covid-19, pada 2022 tingkat kemiskinan meningkat lagi menjadi 9,6% atau sekitar 26,4 juta orang,” katanya.

Lebih lanjut, Prof Rokhmin Dahuri memaparkan, sejak merdeka pada 17 Agustus 1945, alhamdulillah bangsa Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami perbaikan hampir di semua bidang kehidupan. Contohnya, kalau pada 1945 – 1955 sekitar 70 persen rakyat Indonesia masih miskin, pada 1970 jumlah rakyat miskin menurun menjadi 60 persen.

Namun, bila PDB sebesar itu dibagi dengan jumlah penduduk sebanyak 274 juta orang, maka per Maret 2021 GNI (Gross National Income) atau Pendapatan Nasional Kotor Indonesia baru mencapai 3.870 dolar AS per kapita. Artinya, hingga saat ini (sudah 76 tahun merdeka), status pembangunan (kemakmuran) Indonesia masih sebagai negara berpendapatan-menengah bawah (lower-middle income country). Belum sebagai negara makmur (high-income country) dengan GNI perkapita diatas 12.695 dolar AS, yang merupakan Cita-Cita Kemerdekaan NKRI 1945.

Pada 2004 tingkat kemiskinan turun lagi menjadi 16 persen, tahun 2014 mejadi 12 persen, dan tahun 2019 tinggal 9,2 persen.  Sayang, karena pandemi Covid-19, pada 2021 tingkat kemiskinan meningkat lagi menjadi 10,2 persen atau sekitar 27,6 juta orang (BPS, 2021).

“Menurut World Bank, ukuran ekonomi atau PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia saat ini mencapai 1,1 trilyun dolar AS atau terbesar ke-16 di dunia. Dari 200 negara anggota PBB, hanya 18 negara dengan PDB US$ > 1 triliun,” terangnya.

Selanjutnya, Prof Rokhmin Dahuri memaparkan permasalahan dan tantangan pembangunan Indonesia. Antara lain, 1. Pertumbuhan ekonomi rendah (<7>

Indonesia, ungkapnya, menduduki peringkat ke-3 sebagai negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi (terburuk) di dunia. Menurut laporan Credit Suisse’s Global Wealth Report 2019, 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 44,6% kue kemakmuran secara nasional, sementara 10% orang terkaya menguasai 74,1%.

Disisi lain, sambungnya, deindustrilisasi terjadi di suatu negara, manakala kontribusi sektor manufakturnya menurun, sebelum GNI  (Gross National Income) perkapita nya mencapai US$ 12.536. "Hingga 2021, peringkat Global Innovation Index (GII) Indonesia berada diurutan ke-87 dari 132 negara, atau ke-7 di ASEAN," kata yang juga Dosen Kehormatan Mokpo National University Korea Selatan itu.

Yang sangat mencemaskan, kata Prof. Rokhmin Dahuri, adalah 1 dari 3 anak di Indonesia mengalami stunting. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar-Kemenkes terdapat 30,8% anak-anak kita mengalami stunting, 17,7?rgizi buruk, dan 10,2?rbadan kurus akibat kurang makanan bergizi.

“Apabila masalah krusial ini tidak segera diatasi, maka generasi penerus kita akan menjadi generasi yang lemah fisiknya dan rendah kecerdasannya, a lost generation. Resultante dari kemiskinan, ketimpangan ekonomi, stunting, dan gizi buruk adalah IPM Indonesia yang baru mencapai 72 tahun lalu. Padahal, menurut UNDP, sebuah bangsa bisa dinobatkan sebagai bangsa maju dan makmur, bila IPM nya lebih besar dari 80,” sebutnya.

Biaya yang diperlukan orang Indonesia untuk membeli makanan bergizi seimbang (sehat) sebesar Rp 22.126/hari atau Rp 663.791/bulan. Harga tersebut berdasarkan pada standar komposisi gizi Helathy Diet Basket (HDB) (FAO, 2020). “Atas dasar perhitungan diatas; ada 183,7 juta orang Indonesia (68% total penduduk) yang tidak mampu memenuhi biaya teresebut (Litbang Kompas, 2022 di Harian Kompas, 9 Desember 2022),” ujar ,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2001 – 2004 itu.

Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi (terburuk) di dunia. Menurut laporan Credit Suisse’s Global Wealth Report 2019, 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 44,6% kue kemakmuran secara nasional, sementara 10% orang terkaya menguasai 74,1%.  “Hingga 2021, peringkat Global Innovation Index (GII) Indonesia berada diurutan ke-114 dari 191 negara, atau ke-5 di ASEAN,” katanya.

Hingga Juli 2022, Indonesia masih sebagai negara berpendapatan menengah atas. Faktanya, rata-rata pertumbuhan ekonomi dari 2011 – 2019 hanya 5%, pada 2020 akibat Pandemi Covid-19 terkontraksi menjadi minus 2,07% ( - 2,07%), pada 2021 hanya tumbuh 3,69%, dan tahun 2022 ini diperkirakan sekitar 5,2% (Kemenkeu, 2022).

“Jika kebijakan pembangunan dan pelaksanaannya benar, mestinya pada 2019 – 2024 Indonesia bisa tumbuh > 7% per tahun (Mc. Kinsey, 2020; IMF, 2020; dan INDEF, 2020),” kata Prof. Rokhmin Dahuri.

Selain pertumbuhan ekonomi yang rendah (< 7>

“Apabila masalah ini tidak segera dikoreksi, maka produktivitas dan daya saing ekonomi RI akan rendah dan susah untuk lulus dari middle-income trap,” kata Duta Besar Kehormatan Kepulauan Jeju dan Kota Metropolitan Busan, Korea Selatan itu

Dalam kesempatan itu, Prof. Rokhmin Dahuri menjelaskan, Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi (terburuk) di dunia. Menurut laporan Credit Suisse’s Global Wealth Report 2019, 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 44,6% kue kemakmuran secara nasional, sementara 10% orang terkaya menguasai 74,1%. “Hingga 2021, peringkat Global Innovation Index (GII) Indonesia berada diurutan ke-87 dari 132 negara, atau ke-7 di ASEAN,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Prof Rokhmin memaparkan, tugas dan fungsi (TUSI) ekonomi KKP: Anta lain, (1) Perikanan Tangkap, (2) Perikanan Budidaya, (3) Industri Pengolahan Hasil Perikanan, (4) Industri Bioteknologi Perairan, (5) Garam, (6) Pasir Laut, (7) Sumber Daya Wilayah Pulau Kecil, (8) Sumber Daya Alam Kelautan non-Konvensional, dan (9) Pemasaran Komoditas dan Produk Perikanan dan Kelautan.

Indonesia memiliki Potensi Produksi Lestari (MSY) SDI (Sumber Daya Ikan) laut terbesar di dunia (12 juta ton/tahun atau 13,3% total MSY laut Dunia, 90 juta ton/tahun), dan MSY SDI Perairan Umum Darat (Sungai, Danau, dan rawa) terbesar ke-5 di dunia.  Hingga, 2022 baru dimanfaatkan (diproduksi) sekitar 65%. “Potensi produksi Perikanan Budidaya (Aquaculture) Indonesia (sekitar 100 juta ton/tahun) terbesar di dunia, dan pada 2021 baru diproduksi (dimanfaatkan) sekitar 19%,” terang Ketua Dewan Pakar Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) itu.

Sejak 2009 hingga 2021 Indonesia, ungkapnya, menjadi produsen Perikanan Tangkap laut terbesar ke-2 di dunia setelah China, dan produsen Perikanan Budidaya terbesar ke-2 di dunia setelah China ? Indonesia mesti menjadi produsen Perikanan Tangkap laut dan Perikanan Budidaya terbesar di dunia, menggeser China pada 2028 atau paling lambat pada 2033.

Dengan secara simultan meningkatkan produksi Industri Bioteknologi Perairan, Garam, dan komoditas serta produk non-ikan lainnya ? Maka, kontribusi sektor KP terhadap PDB akan menjadi > 10% (layak menjadi leading sector atau prime mover pembangunan nasional), nilai ekspor terebesar di dunia, kebutuhan ikan nasional terpenuhi secara berkelanjutan, dan nelayan, pembudidaya ikan dan stakeholders KP lainnya hidup sejahtera (Misi KKP, termasuk Ditjen. PDSKP).

“Total potensi ekonomi sebelas sektor Kelautan Indonesia: US$ 1,348 triliun/tahun atau 5 kali lipat APBN 2019. (Rp 2.400 triliun = US$ 190 miliar) atau 1,3 PDB Nasional saat ini,” katanya.

Selanjutnya, Prof Rokhmin Dahuri mengatakan, untuk lapangan kerja 45 juta orang atau 40% total angkatan kerja Indonesia. Pada 2014 kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia sekitar 20%.  Negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil (seperti Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia, dan Islandia), kontribusinya > 30%.

Kontirbusi sektor perikanan 2,74% terhadap PDB hanya dihitung dari bahan baku (raw materials).  Bila dimasukkan produk olahannya (ikan kaleng, ikan fillet, bandeng presto, breaded shrimp, dan surimi-based products), kontribusinya sekitar 6% (Bappenas, 2014).

“Sebagai negara maritim dan agraris tropis terbesar di dunia, Indonesia sejatinya memiliki potensi sangat besar untuk berdaulat pangan, dan bahkan feeding the world (pengekspor pangan utama),” kata Duta Besar Kehormatan Kepulauan Jeju dan Kota Metropolitan Busan, Korea Selatan itu.

Pada 2014 kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia sekitar 20%.  Negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil (seperti Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia, dan Islandia), kontribusinya > 30%.

Lanjutnya, untuk menghasilkan produk KP yang memenuhi standar mutu dan keamanan sebagaimana ditetapkan oleh negara-negara tujuan ekspor. Maka, kita harus menerapkan Integrated Quality Standard and Food Safety yang dimulai sejak penyiapan bahan baku dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Bahan baku harus aman, bebas dari residu dan cemaran (pollutants) biologis, fisik maupun kimia yang berpotensi merusak produk perikanan itu sendiri maupun membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya.

Kemudian, UPI (Unit Pengolahan Ikan) harus mengolah (processing) bahan baku dan mengemas (packaging) nya sesuai dengan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan yang ditetapkan oleh negara-negara tujuan ekspor. Lalu, sistem transportasi produk perikanan dari UPI di Indonesia sampai ke negara tujuan ekspor pun harus memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh negara-negara tujuan ekspor tersebut.

Sementara, terkait peningkatan volume ekspor komoditas dan produk perikanan, baik untuk komoditas dan produk existing maupun komoditas dan produk baru.  Juga peningkatan kapasitas UPI skala kecil – mikro agar produknya bisa diekspor secara berdaya saing.

Peningkatan volume produksi bahan baku (komoditas) ikan melalui kegiatan usaha perikanan tangkap yang bertanggung jawab (Responsible Capture Fisheries) dan usaha perikanan budidaya yang terbaik (Best Aquaculture Practices).

Selanjutnya, pembenahan Sistem Logistik Ikan Nasional untuk meningkatkan kecepatan, kemudahan, efisiensi, dan daya saing ekspor produk perikanan RI, Pendalaman (penguatan) pasar ekspor yang ada (existing), Pengembangan pasar ekspor baru. “Kebijakan dan regulasi pemerintah harus kondusif bagi peningkatan volume dan nilai ekspor perikanan,” tutup  Anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pengembangan Pesisir dan Lautan, Universitas Bremen, Jerman itu

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER