Pupu F.Wasngadiredja, Diki P Wibowo, Marina Yuliani

Pelestarian Seni Budaya Wayang Golek sebagai Implementasi Sila Kedua Pancasila

  1. Beranda /
  2. Feature /
  3. Edukasi /
  4. Sabtu, 10 Februari 2024 - 09:12 WIB

Pupu F.Wasngadiredja/Istimewa
Pupu F.Wasngadiredja
Foto: Istimewa

Wayang golek juga memiliki peran dalam pendidikan dan pelestarian budaya, yang memperkuat nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Hasil penelitian ini memberikan wawasan penting dalam memahami hubungan antara seni tradisional dan nilai-nilai Pancasila dalam konteks budaya Indonesia

Abstrak

Pancasila adalah sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, dasar negara bangsa Indonesia, dan sebagai ideologi nasional. Bangsa Indonesia harus dapat melaksanakan dan menerapkan nilai-nilai pancasila di dalam kehidupan masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis implementasi nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dalam seni budaya wayang golek serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, dengan data yang diperoleh melalui observasi, wawancara dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara Sila Kedua Pancasila, yaitu kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dengan keragaman dan kedalaman cerita dalam wayang golek. Seni wayang golek mencerminkan nilai-nilai fundamental Pancasila dalam berbagai aspek, menyampaikan pesan moral dan mengabstraksi kehidupan bangsa Indonesia.

Wayang golek juga memiliki peran dalam pendidikan dan pelestarian budaya, yang memperkuat nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Hasil penelitian ini memberikan wawasan penting dalam memahami hubungan antara seni tradisional dan nilai-nilai Pancasila dalam konteks budaya Indonesia. Meskipun dihadapkan pada tantangan penurunan minat generasi muda dan pengaruh budaya global, pelestarian budaya lokal harus terus dilakukan dengan kolaborasi kreatif. Seni wayang golek dapat digunakan sebagai sarana pendidikan yang mempromosikan karakter dan Sila ke-2 Pancasila, menjadikannya relevan dalam pendidikan dini. Hal ini akan mendukung pelestarian dan penyebaran nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, yang menjadi landasan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.

PENDAHULUAN

Secara yuridis-konstitusional, kedudukan Pancasila adalah sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, dasar negara bangsa Indonesia, dan sebagai ideologi nasional. Bangsa Indonesia harus dapat melaksanakan dan menerapkan nilai-nilai pancasila di dalam kehidupan masyarakat (Asmaroini & Pd, 2017). Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, berarti dapat diketahui nilai kebenarannya dan dapat menimbulkan tekad kepada masyarakat untuk diterapkan di dalam kehidupan bermasyarakat. Sosial budaya erat kaitannya dengan nilai-nilai pancasila dan sudah menjadi pedoman dalam bersosialisasi dan berbudaya. Kehidupan dalam suatu negara, dapat dilihat dari segi sosial dan budayanya. Sosial dan budaya ini merupakan suatu komponen atau unsur terkecil yang ada di dalam kehidupan masyarakat. Sosial yang berarti selalu berhubungan dengan tingkah laku masyarakat, sedangkan budaya yang berarti selalu berhubungan dengan kebudayaan yang ada di dalam masyarakat yang mengandung cita, karsa dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat dari hasil belajar (Nur Jannah et al., n.d.).

Pancasila sebagai dasar negara juga merupakan wujud penjelmaan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Indonesia secara universal, oleh karena itu nilai- nilai yang ada itu perlu dipahami dan diamalkan oleh semua warga negara, mengerti dan menyadari bahwa Pancasila sebagai sumber nilai, baik nilai dasar yang bersifat abadi yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, nilai instrumental, maupun nilai praktisnya dalam kehidupan sehari-hari yang nyata dilaksanakan oleh masyarakat luas. Nilai-nilai dari sila-sila Pancasila mengamanatkan kepada warga negara Indonesia untuk selalu mengingat semangat religi, memuliakan martabat manusia, kesatuan dan persatuan bangsa, demokrasi, serta keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dalam wujud yang selalu tumbuh dan berkembang semakin baik.(Rianto, 2016)

Salah satu kearifan lokal yang memiliki nilai tinggi adalah seni budaya. Seni Budaya memiliki peran penting dalam mengkomunikasikan dan menerapkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dalam konteks masyarakat. Bentuk seni budaya yang sangat kaya akan nilai-nilai salah satunya adalah seni wayang golek. Sebuah warisan budaya Indonesia yang unik. Namun, kita menghadapi tantangan serius saat ini, di mana generasi muda cenderung mengabaikan eksistensi tradisi seni ini.

Indonesia, sebagai negara yang kaya akan keberagaman budaya memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga dan melestarikan warisan budayanya. Seni Wayang golek, dengan kekayaan naratifnya yang dalam dan Teknik pertunjukan yang unik, telah memainkan peran penting dalam menyampaikan pesan-pesan moral, sejarah, dan kearifan lokal. Lingkungan seni Jelekong, sebagai salah satu pusat kegiatan seni wayang-golek di Indonesia, menjadi tempat yang ideal untuk meneliti bagaimana seni ini tetap hidup dan relevan dalam konteks budaya lokal dan nasional.

Wayang golek merupakan hasil kebudayaan masyarakat Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai media pendidikan karakter dalam mengimplementasikan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Kesenian wayang golek berkembang di tataran masyarakat Pasundan sebagai suatu seni dan budaya asli masyarakat Indonesia memiliki sejumlah nilai yang mencerminkan kepribadian bangsa. Wayang Golek merupakan salah satu kesenian tradisional yang berasal dari Provinsi Jawa Barat yang difungsikan kedalam dua bentuk pagelaran, yaitu : untuk hiburan dan untuk ruatan (upacara ritual). Seni ini diciptakan oleh Sunan Kudus yang merupakan salah seorang Dewan Wali Songo sekitar tahun 1584 Masehi.

Wayang golek terbuat dari bahan kayu yang menyerupai bentuk manusia. Boneka manusia yang terbuat dari kayu ini disebut dengan golek, oleh karena itu disebut dengan wayang golek. Pertunjukan wayang golek melibatkan seorang dalang yang bertindak sebagai pencerita (narator) maupun sebagai pemain wayang. Seorang dalang selain harus faham jalan cerita yang akan ditampilkan, dia juga harus memahami sifat-sifat serta karakter dari masing-masing wayang yang akan dimainkannya, sehinga pesan-pesan yang akan disampaikan kepada penonton dapat diterima dan difahami.

Berkaitan dengan sifat-sifat nilai ini, Daroeso (1986: 39) menyatakan bahwa: (1) Nilai itu suatu realitas abstrak. Nilai itu ada (riel) dalam kehidupan manusia. Tetapi nilai itu abstrak (tidak dapat diindra), yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Orang ini memiliki kejujuran.

Kejujuran adalah nilai, tetapi kita tidak bisa mengidera kejujuran itu. Yang dapat kita indera adalah orang yang memiliki kejujuran itu; (2) Nilai memiliki sifat normatif artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal. Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misal nilai keadilan. Semua orang berharap mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan; dan (3) Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya. Misal nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat takwa (Rianto, 2016).

Pengamalan sila kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai kesamaan derajat seperti kewajiban dan hak, cinta mencintai, hormat menghormati, keberanian membela kebenaran dan keadilan, toleransi, dan gotong royong. Nilai kemanusiaan yang adil mengandung makna bahwa hakekat manusia sebagai mahluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Hal ini mengandung suatu pengertian bahwa hakekat manusia harus adil dalam hubungan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap masyarakat, bangsa dan negara, adil terhadap lingkungannya serta adil terhadap Tuhan yang Maha Esa.(Rianto, 2016)

Sebagai salah satu bentuk kesenian yang cukup populer di lingkungan masyarakat khususnya di tatar pasundan, kesenian wayang golek tersebut sering kali ”ditanggap” oleh penikmat atau penggemarnya dalam berbagai acara seperti hajatan, upacara ritual maupun perayaan. Latar belakang digemarinya wayang golek oleh masyarakat, antara lain dikarenakan dalam pertunjukannya senantiasa menyajikan lakon/cerita yang telah melekat dan melegenda yakni Epos Ramayana dan Mahabharata, meskipun merupakan hasil acuan dan gubahan dari karya sastra India (Sabunga -Nilai-nilai Karakter dalam Pertunjukan Wayang Golek Purwa et al., 2016). Dewasa ini, kehilangan minat generasi muda khususnya di wilayah Jawa Barat atau tatar pasundan terhadap seni wayang golek merupakan isu yang perlu mendapatkan perhatian serius, padahal kesenian ini tidak hanya pertunjukan tradisional, ia juga merupakan media yang kuat untuk mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan, moralitas, dan etika yang adil dan beradab.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengkaji implementasi nilai-nilai kemanusiaan dalam seni budaya wayang golek, dengan fokus khusus pada seniman di Lingkung Seni Giriharja Jelekong yang telah memberikan kontribusi berharga dalam memelihara dan menghidupkan kembali seni wayang golek. Selain itu, Peneliti juga akan menggali peran seni wayang golek dalam kaitannya dengan sila ke-2 Pancasila yang mengidentifikasi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang tercermin dalam pertunjukan seni ini. Hal ini diharapkan akan membantu pemahaman lebih lanjut tentang bagaimana seni budaya lokal dapat menjadi wahana untuk mengajarkan makna kemanusiaan yang adil dan beradab dalam kehidupan bermasyarakat.

Peneliti juga akan mengidentifikasi tantangan-tantangan yang dihadapi oleh komunitas seni wayang golek di lingkungan seni Jelekong dalam menjaga kelestarian seni ini. Dengan memahami tantangan ini melalui pemahaman yang mendalam tentang peran seni wayang golek dalam menerapkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih komprehensif tentang bagaimana kita dapat mempertahankan dan mempopulerkan warisan budaya ini kepada generasi muda. Dengan demikian, penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang berharga dalam menjaga dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan yang mendasari masyarakat Indonesia.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud untuk memahami, menggambarkan dan mendiskripsikan secara mendalam tentang suatu fenomena yang menjadi fokus permasalahan, yaitu memahami nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab melalui seni wayang golek dalam penggunaannya sebagai media komunikasi untuk mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan, moralitas, dan etika yang adil dan beradab sebagaimana yang diungkapkan oleh Denzin dan Lincoln, 1988:64 dalam (Kualitatif Fenomenologi, n.d.), pada dasarnya secara structural description studi fenomenologi mencari bagaimana subjek mengalami dan memaknai pengalamannya. Deskripsi ini berisi aspek subjektif. Aspek ini menyangkut pendapat, penilaian, perasaan, harapan, serta respons sunjektif lainnya dari subjek penelitian berkaitan dengan pengalamannya itu.

Subjek penelitian ini adalah mereka yang aktif terlibat dalam praktik seni wayang golek termasuk didalamnya adalah dalang, pembuat wayang dan individu terkait lainnya dan juga anggota masyarakat yang secara langsung terlibat dalam pelestarian dan promosi seni wayang golek di lingkung seni Jelekong, seperti pengurus komunitas, guru dan penggiat budaya.

Fokus utama penelitian iniseni wayang golek di lingkung seni Jelekong, bagaimana peranannya dalam budaya lokal serta bagaimana nilai-nilai dan prinsip-prinsip sila ke-2 Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab tercermin dalam praktik seni wayang golek di lingkung seni Jelekong.

Penelitian ini juga melakukan triangulasi data dengan melibatkan dua narasumber utama. Pertama, wawancara dilakukan dengan Abdul Rahman, Dosen Ilmu Hukum di Universitas Islam Bandung (Unisba), untuk mendapatkan pandangan hukum terkait dengan nilai-nilai yang terkandung dalam seni wayang golek dan bagaimana hal tersebut dapat berdampak pada masyarakat secara lebih luas. Kedua, peneliti juga melakukan wawancara mendalam dengan Intan Sunarya, Ketua Kelompok Penggerak Pariwisara (Kompepar), yang memiliki wawasan mendalam tentang cara mempromosikan seni budaya tradisional seperti wayang golek di kalangan generasi muda

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua Kompepar seni Giriharja Intan Sunarya, nilai-nilai karakter wayang yang disampaikan melalui pertunjukan wayang golek terbagi menjadi dua substansi nilai karakter, yakni karakter baik dan karakter buruk, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Amanah

Kooperatif

Baik sangka

Kreatif

Banyak akal

Loyalitas

Berani

Lugas

Berbakti

Mandiri

Bersahabat

Menghargai Prestasi

Bersatu

Menghargai waktu

Bertanggung jawab

Menghormati orang lain

Berwibawa

Musyawarah

Bijaksana

Objektif

Cerdas

Pantang menyerah

Cinta

Peduli lingkungan

Cinta damai

Peduli sesama

Cinta tanah air

Pemaaf

Demokratis

Penalaran

Dermawan

Percaya Diri

Dinamis

Perilaku positif

Disiplin

Produktif

Empati

Rasa Bangga

Estetika

Rasa ingin tahu

Etika

Rasa terimakasih

Gemar membaca

Realistis

Gemar menuntut ilmu

Rela berkorban

Gigih

Religius

Gotong royong

Rukun

Hati-hati

Sabar dan Tabah

Humoris

Sederhana

Integritas

Semangat Kebangsaan

Jujur

Soleh

Kasih sayang

Solidaritas

Keadilan

Sopan santun

Keikhlasan

Sportif

Kepedulian sosial

Suka Menolong

Kepemimpinan

Suka Menolong

Kerja keras

Sungguh-sungguh

Kesepahaman

Tangkas

Keteguhan Hati

Tegar

Keteladanan

Tegas

Kewaspadaan

Teguh Pendirian

Komitmen

Teliti

Komunikatif

Tenggang rasa

Konsekuen

Terbuka

Konsisten

Toleransi

Konstruktif

Ulet

Kontrol diri

 

 

Tabel 2. Karakter Buruk Lakon Wayang Golek

Arogan

Kufur Nikmat

Buruk sangka

Licik

Cemburu

Munafik

Ceroboh

Pemalas

Dengki

Pemarah

Dzalim

Pembohong

Egois

Pencemooh

Ingkar janji

Pengecut

Inkonsisten

Ragu-ragu

Iri

Serakah

Kasar

Sewenang-wenang

Kejam

Sombong/angkuh

Keras kepala

Takabur

Khianat

Tergesa-gesa

Kikir

Tidak etis

Berdasarkan data dalam tabel di atas, terlihat bahwa dalam pertunjukan wayang golek, peran dalang tidak hanya terbatas pada penyampaian karakter positif saja, seperti yang telah dibahas pada penelitian sebelumnya oleh Sabunga dan rekan-rekannya yang mengacu pada karakter manusia wiwaha. Dalang juga harus mampu menghadirkan karakter negatif yang disebut sebagai karakter gandara oleh Sabunga. Meskipun hal ini tidak dilakukan dengan sengaja, ini disebabkan oleh tuntutan alur cerita dan karakter yang terdapat dalam tokoh wayang. Hal ini memperkuat pandangan bahwa wayang golek sebenarnya merupakan sebuah seni yang mencerminkan berbagai aspek kehidupan manusia.

Dalam konteks nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, Sunarya menyampaikan transformasi nilai-nilai moral tidak hanya terjadi sebagai hasil akhir cerita wayang golek, tetapi telah terlihat sejak persiapan awal pertunjukan, pentingnya peran nayaga, dalang dan unsur-unsur lain yang terkait dalam memasukan dan menyampaikan nilai-nilai ini kepada penonton. Beberapa nilai yang terungkap dalam pertunjukan wayang golek meliputi pentingnya sikap saling menghormati dan menghargai sesama, terutama dalam konteks menghormati mereka yang lebih tua, menghargai hierarki sosial dan mengapresiasi kesetiaan.

Konsep gotong royong menurut Sunarya ditekankan sebagai bagian penting dalam kehidupan sehari-hari, mencerminkan budaya dan karakter bangsa. Penghargaan terhadap kerja keras dan pencapaian juga menjadi aspek yang ditekankan dalam pesan-pesan yang disampaikan melalui pertunjukan ini. Kelembutan hati dan sifat pemaaf terhadap sesama juga diingatkan, dengan kesadaran bahwa manusia memiliki keterbatasan dan sering kali melakukan kesalahan.

Seni pertunjukan wayang golek menekankan pentingnya semangat perjuangan dan ketekunan dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan. Pesan ini disampaikan Sunarya agar kita tidak mudah menyerah dan menjaga kesedihan pribadi tidak berdampak negatif pada orang lain, sebab kesedihan dapat dianggap sebagai pengorbanan dalam perjalanan menuju kesuksesan sejati dalam kehidupan. Oleh karena itu, pertunjukan wayang golek bukan hanya sebuah hiburan, tetapi juga merupakan sarana yang mendalam untuk mengkomunikasikan dan mendorong penerapan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari yang mencerminkan kemanusiaan yang adil dan beradab. (Sabunga -Nilai-nilai Karakter dalam Perunjukan Wayang Golek Purwa et al., 2016).

Pada waktu yang berbeda, peneliti juga menggali topik Pelestarian seni budaya wayang golek sebagai implementasi sila ke-2 pancasila dengan melakukan wawancara bersama Abdul Rahman, seorang ahli hukum tata negara, Rahman mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang mendalam antara Sila ke-2 Pancasila, yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab” dengan seni wayang golek”.

Dalam hasil wawancara ini, Rahman menjelaskan bahwa Pancasila merupakan hasil yang timbul dari kebudayaan Indonesia yang telah mengkristal, di mana fokusnya adalah sistem tata nilai masyarakat. Seni wayang golek bukan hanya media untuk menyebarkan agama, tetapi juga berperan sebagai system nilai dalam penyebaran moral dan pesan-pesan yang bertujuan untuk meningkatkan martabat manusia. Selain itu, Sila ke-2 ini juga mencakup hak asasi manusia, yang mencakup aspek seperti tidak adanya diskriminasi dan semangat saling memberi, yang juga tercermin dalam pola kehidupan berbangsa dan bernegara yang diabstraksi melalui seni wayang golek dan dianggap sebagai abstraksi dari kehidupan bangsa Indonesia. Sistem nilai dan falsafah Pancasila telah terbentuk dalam budaya dan mengkristal dalam objeknya, yang meliputi kepribadian, sifat, karakter dan nilai-nilai yang terdapat dalam pewayangan.

Selanjutnya, Rahman memberikan contoh konkret tentang bagaimana sila ke-2 ini terwujud dalam seni wayang golek, salah satu contohnya adalah melalui tokoh Bima dalam pewayangan, yang mewakili sikap ksatria yang menekankan kesempurnaan, perlindungan dan semangat untuk mengembalikan Negara Hastina dari Kurawa demi kesejahteraan masyarakat. Pesan moral yang disampaikan dalam pewayangan mencakup nilai-nilai kemanusiaan yang harus diperjuangkan seperti memanusiakan manusia dan menghormati semua lapisan masyarakat.

Seperti halnya yang disampaikan Sunarya, Rahman juga membahas peran dan tanggung jawab dalang dalam menerapkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Meskipun cerita-cerita dalam pewayangan sering dikemas dengan Bahasa yang sederhana dan humor untuk mencapai berbagai kalangan, pesan yang disampaikan harus tetap sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan tidak menyimpang dari nilai-nilai tersebut. Dalang memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan pesan-pesan yang memiliki nilai-nilai keagamaan dan moral, serta memberikan nasihat kepada para penonton agar mereka dapat memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Jika dalam cerita terdapat adegan yang tidak sesuai atau melanggar norma, dalamg juga harus menyampaikan pesan bahwa perilaku tersebut tidak beradab dan tidak patut dicontoh. Dalam hal teknis pementasan, dalang juga harus memahami peraturan yang dalam istilah linkung seni Jelekong di sebut “tetepon” agar pesan dapat disampaikan dengan cara yang menarik dan menghibur.

Meskipun wayang golek khas Giriharja Jelekong telah mendapatkan pengakuan di mancanegara, upaya pelestarian budaya ini kini bergantung pada anak dan cucunya sebagai generasi penerus. Temuan penelitian menunjukkan bahwa minat generasi muda terhadap seni wayang golek terus mengalami penurunan yang signifikan. Fenomena ini disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya adalah gaya hidup bebas dan pengaruh budaya global yang semakin mendominasi kehidupan sehari- hari generasi muda. Seiring dengan itu, Pendidikan karakter yang disampaikan melalui wayang golek yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan, moralitas dan etika yang adil dan beradab juga tergerus oleh perubahan budaya.

Wawancara dengan ketua Komunitas Penggerak Pariwisata Jelekong mengungkapkan bahwa wayang golek sebagai integrasi kebudayaan lokal menghadapi tantangan dalam menarik minat generasi milenial. Berbagai, upaya telah dilakukan untuk mempertahankan ciri khas seni Jelekong sambil melakukan akulturasi budaya yang wajar. Selain itu, Kompepar Giriharja juga aktif dalam sosialisasi di daerah Jelekong dan sekolah-sekolah dengan memperkenalkan fasilitas seperti homestay, workshop lukisan dan workshop wayang golek kepada masyarakat setempat. Upaya ini merupakan Langkah positif untuk tetap mempertahankan dan mempromosikan kekayaan budaya jelekong, meskipun terdapat tantangan dari pergesekan budaya dan minat generasi muda yang berbeda.

Dalam pembahasan ini, Peneliti menganalisis aspek-aspek yang terkait dengan peran seni wayang golek dalam membawa nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, tantangan yang dihadapi dalam mempertahankan minat generasi muda terhadap seni ini, dan pentingnya pelestarian budaya lokal dalam konteks Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia diantanya adalah :

Peran Seni Wayang Golek dalam Membawa Nilai-nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

 Seni wayang golek merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan tradisional yang memegang peranan penting dalam menyampaikan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab kepada masyarakat. Penelitian ini menunjukkan bahwa seni wayang golek mampu mendidik penonton tentang nilai-nilai moral melalui karakter dan cerita-cerita yang disajikan dalam pertunjukan. Beberapa aspek yang dapat dianalisis lebih mendalam adalah:

1. Penggambaran Karakter dalam Pertunjukan Wayang Golek: Karakter baik dan buruk dalam pertunjukan wayang golek digambarkan dengan jelas. Ini menciptakan pemahaman yang kuat tentang perbedaan antara perilaku yang diinginkan (karakter baik) dan perilaku yang tidak diinginkan (karakter buruk). Hal ini membantu masyarakat untuk lebih memahami nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalang tidak hanya mengkomunikasikan karakter yang baik dalam pertunjukan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sabunga dan timnya, nilai-nilai karakter dalam pertunjukan wayang golek mencakup karakter wiwaha dan karakter buruk yang disebut sebagai karakter gandara, walaupun hal ini tidak disengaja, tetapi karena kebutuhan cerita dan karakter yang dimiliki oleh tokoh wayang. Hal ini menggarisbawahi bahwa wayang golek memiliki peran sebagai simbol kehidupan manusia.

2. Pesan Moral dalam Cerita-cerita Wayang Golek: Selain penggambaran karakter, pesan moral tersirat dalam cerita-cerita yang disampaikan melalui pertunjukan. Misalnya, konsep gotong royong, penghargaan terhadap kerja keras, dan kelembutan hati adalah nilai-nilai yang terus ditekankan. Penonton dapat mengidentifikasi dan meresapi pesan-pesan ini sebagai bagian dari pembelajaran moral. Nilai-nilai kebaikan yang disampaikan melalui pertunjukan wayang golek berorientasi pada pembinaan perilaku masyarakat dalam upaya memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana telah diketahui bahwa maju mundurnya suatu bangsa sangat ditentukan oleh baik tidaknya kualitas karakter warganegaranya. Apabila kualitas karakter yang baik tidak terbentuk, tidak menutup kemungkinan negara Indonesia akan mulai bergeser dari negara berkepribadian dan berkeadaban menjadi negara yang tidak mempunyai jatidiri yang pada akhirnya berimplikasi pada kemunduran negara. Dikatakan demikian, karena karakter (kepribadian) dijadikan ukuran yang paling baik dalam menilai individu, karakter pulalah yang menjadi ukuran yang paling baik dalam mengukur keberhasilan suatu negara (Lickona, 1992: 19)

3. Pengajaran Ketekunan dan Semangat Perjuangan: Seni wayang golek juga mengajarkan pentingnya ketekunan dan semangat perjuangan dalam menghadapi tantangan kehidupan. Karakter-karakter dalam pertunjukan ini sering dihadapkan pada situasi sulit yang memerlukan ketekunan dan semangat perjuangan. Pesan ini dapat menjadi inspirasi bagi penonton dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Tentu saja hal ini menjadi tugas seorang dalang wayang golek, dimana dia harus mampu menyampaikan nilai-nilai kebaikan yang tercermin dalam ajaran “ mahayu hayuning proja, mahayu hayuning bangsa, mahayu hayuning bawana” yang mengandung makna, memelihara, membina dan memajukan negara, bangsa dan dunia. Oleh karena itu peran seorang dalang sebenarnya bukanlah sebagai seorang dewa atau juru penerang yang memiliki beragam kemampuan. Sebaliknya, mereka dapat dianggap sebagai pembawa cerita yang memiliki peran sebagai budayawan, guru, kritikus dan juru bicara yang mampu mengartikulasikan pemikiran, perasaan dan hati melalui pagelaran wayang golek. Dalam penyampaian nilai-nilai kebaikan, ketekunan dan semangat juang ini, dalang menggunakan berbagai metode, termasuk monolog dan dialog antartokoh wayang (antawacana), yang disampaikan dengan cara yang tidak bersifat mendikte, memerintah atau melarang secara langsung, tetapi melalui cerita yang menarik dan disajikan dengan ketulusan. Untuk menyebarkan pesan dan nilai-nilai yang terkandung dalam pertunjukan wayang golek, penting adanya kerja sama dan kolaborasi antara semua elemen dalam pertunjukan, termasuk dalang, wiyaga, juru kawih dan wiraswara. Menonton pertunjukan wayang golek dapat menjadi pengalaman yang berharga, terutama bagi anak-anak dan bisa lebih bermakna jika didampingi oleh orang dewasa yang dapat menjelaskan pesan moral yang terkandung dalam cerita wayang.

4. Implementasi Nilai-nilai dalam Kehidupan Nyata: Salah satu kekuatan seni wayang golek adalah kemampuannya untuk merujuk pada situasi kehidupan nyata. Penonton dapat dengan mudah mengaitkan nilai-nilai yang mereka lihat dalam pertunjukan dengan situasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini membuat pengajaran nilai-nilai kemanusiaan menjadi lebih relevan. Dalam konteks penerapan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari, pertunjukan wayang golek memiliki peran yang sangat penting. Pertunjukan ini tidak hanya sebagai seni hiburan semata, tetapi juga sebagai pedoman atau panduan bagi masyarakat yang menyaksikannya untuk selalu menerapkan nilai-nilai baik secara material maupun spiritual dalam kehidupan mereka. Dengan demikian, pertunjukan wayang golek bukan hanya seni tradisional yang berharga, tetapi juga sebagai bagian integral dari identitas masyarakat sunda. Hal ini sangat terkait dengan sejarah perkembangan wayang di Jawa yang mendapat dukungan dari berbagai pihak berpengaruh, seperti para Wali, penguasa lokal dan pemerintahan kolonial dan republik. Faktanya, para pemimpin lokal memahami kekuatan wayang sebagai alat diplomasi untuk berbagai kepentingan. Dalam konteks pandangan Islam, pertunjukan wayang menjadi contoh yang menarik, inspiratif, bahkan ideal dalam sejarah dakwah di Pulau Jawa. Hal ini menekankan bahwa pertunjukan wayang golek dapat digunakan sebagai sarana dakwah dan penyebaran ajaran Islam kepada masyarakat Muslim, yang dapat membantu memperkuat keimanan.

Selaras dengan penelitian yang dilakukan Barnas Sabunga, Budimansyah dan Sauri yang berjudul “Nilai-nilai karakter dalam pertunjukan wayang golek purwa”, dalam wawancara dengan ketua Kompepar Giriharja, Intan Sunarya menyampaikan, bahwa dalam pertunjukan wayang golek dapat diidentifikasi kurang lebih sebanyak 64 nilai karakter. Ini termasuk nilai-nilai seperti kejujuran, keberanian, keadilan dan banyak lagi lainnya. Semua nilai-nilai ini, baik yang sudah diakui dalam teori-teori nilai karakter maupun yang khusus muncul dalam pertunjukan wayang golek, dapat membentuk individu yang memiliki integritas tinggi. Dalam Penelitiannya, Sabunga menemukan bahwa karakter inti yang disampaikan dalam wayang golek adalah “Ketauhidan”, dan ini berakar pada cinta manusia terdahap sesama, lingkungan, alam dan Tuhan yang maha Esa. Oleh karena itu penting untuk memahami bahwa pertunjukan wayang golek tidak hanya hiburan semata, tetapi juga menjadi sarana untuk mendekatkan diri pada “Tauhidullah”. Dalam kehidupan sehari-hari, nilai-nilai yang disampaikan melalui pertunjukan wayang golek dapat diimplementasikan dengan menjadi individu yang berintegrasi, yaitu seseorang yang mampu memadukan hati, pikiran, ucapan, perbuatan dan Tindakan dengan nilai-nilai positif yang diajarkan. Selain itu, prinsip filosofis “sekecil apa pun kebenaran, pasti akan bisa mengatasi sebesar apapun kesalahan atau sebesar apa pun keangkaramurkaan pasti bisa diatasi dengan sekecil apapun keadilan” menjadi pedoman penting dalam menghadapi tantangan moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari. Tantangan dalam Mempertahankan Minat Generasi Muda

Perubahan sosial dan budaya terus berlangsung, mengakibatkan perubahan dalam cara manusia menjalani kehidupan. Perubahan ini dapat dimengerti sebagai transformasi dalam masyarakat, mencakup perubahan dalam aspek-aspek budaya, seperti nilai-nilai dan gaya hidup, yang berubah dari yang bersifat tradisional menjadi yang lebih modern. Transformasi ini juga berdampak pada perubahan dalam system sosial dan perilaku masyarakat termasuk juga penurunan minat generasi muda terhadap seni wayang golek adalah tantangan serius yang dihadapi oleh komunitas seni tradisional ini. Faktor- faktor yang berkontribusi terhadap penurunan minat ini perlu dipahami lebih mendalam untuk mencari solusi yang efektif. Beberapa aspek yang perlu dianalisis lebih lanjut adalah:

1. Pengaruh Gaya Hidup Modern: Perubahan gaya hidup modern, termasuk penggunaan teknologi , hiburan digital, dan mobilitas yang tinggi, telah menggeser perhatian generasi muda dari seni wayang golek. Mereka lebih cenderung terpaku pada aktivitas-aktivitas yang lebih kontemporer.

2. Pengaruh Budaya Global: Budaya global yang semakin mendominasi kehidupan sehari-hari juga memengaruhi minat generasi muda terhadap seni tradisional. Mereka mungkin lebih terpapar pada budaya K-Pop dan hiburan global daripada budaya lokal.

3. Kurangnya Akses dan Sosialisasi: Minat terhadap seni wayang golek mungkin juga dipengaruhi oleh kurangnya akses dan sosialisasi. Generasi muda yang tidak memiliki pengetahuan tentang seni ini atau tidak memiliki kesempatan untuk menonton pertunjukan dapat kehilangan minat.

4. Perubahan Nilai dan Prioritas: Perubahan nilai-nilai dan prioritas generasi muda juga berperan. Mereka mungkin menganggap aktivitas-aktivitas lain sebagai lebih relevan atau lebih bermanfaat dalam konteks kehidupan modern.

Pelestarian Budaya Lokal dan Pancasila

Seni wayang golek adalah salah satu aspek dari kekayaan budaya lokal yang perlu dilestarikan. Dalam konteks Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, seni budaya seperti wayang golek memiliki peran penting dalam menyebarkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Beberapa aspek yang perlu diperjelas dalam pelestarian budaya lokal adalah:

1. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa: Pancasila bukan hanya sebuah konsep yang ada di atas kertas, tetapi juga sebuah pandangan hidup yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari hari. Seni wayang golek, dengan pesan-pesannya tentang kemanusiaan yang adil dan beradab, berkontribusi pada pemahaman dan implementasi nilai-nilai Pancasila.

Pancasila sebagai ideologi negara merupakan wujud penjelmaan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Indonesia secara universal, oleh karena itu nilai- nilai yang ada itu perlu dipahami dan diamalkan oleh semua warga negara, mengerti dan menyadari bahwa Pancasila sebagai sumber nilai, baik nilai dasar yang bersifat abadi dalam Pembukaan UUD 1945, nilai instrumentalnya, maupun nilai praktisnya dalam kehidupan sehari-hari yang nyata dilaksanakan oleh masyarakat luas. Nilai-nilai dari sila-sila Pancasila mengamanatkan kepada warga negara Indonesia untuk selalu mengingat semangat religi, memuliakan martabat manusia, kesatuan dan persatuan bangsa, demokrasi, serta keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dalam wujud yang selalu tumbuh dan berkembang semakin baik (Rianto, 2016). Pancasila merupakan sebuah sistem nilai yang seharusnya dimengerti oleh semua warga negara, oleh karena itu, setiap warga negara Indonesia perlu memahami karakteristik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Daroeso (1986:39) menjelaskan bahwa nilai-nilai ini memiliki sifat-sifat tertentu.

Pertama, nilai adalah suatu konsep abstrak yang ada dalam kehidupan manusia, tetapi tidak dapat dirasakan secara langsung. Contohnya, seseorang memiliki nilai kejujuran, tetapi kejujuran itu sendiri tidak bisa dirasakan secara fisik. Yang dapat kita lihat adalah perilaku orang yang mencerminkan nilai kejujuran. Kedua, nilai memiliki sifat normatif, yang berarti nilai-nilai ini mencakup harapan, cita- cita dan tuntutan moral. Nilai-nilai ini memiliki sifat ideal yang menggambarkan bagaimana manusia seharusnya berperilaku. Ini tercermin dalam norma-norma yang menjadi dasar tindakan manusia. Sebagai contoh, semua orang berharap untuk mendapatkan dan berperilaku sesuai dengan nilai keadilan. Ketiga, nilai berfungsi sebagai motivator bagi manusia, dan manusia adalah pelaku dan pendukung nilai-nilai tersebut. Manusia bertindak berdasarkan dan didorong oleh nil-nilai yang diyakininya. Contohnya, nilai ketakwaan mendorong orang untuk mencapai tingkat ketakwaan.

Dengan merujuk pada pernyataan Daroeso di atas, nilai-nilai ini hadir dalam kehidupan sehari-hari manusia dan tidak bisa dipisahkan darinya, ada dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Contoh- contoh nilai tersebut meliputi kejujuran, kedamaian, kecantikan, keindahan, keadilan, kebersamaan, ketakwaan, keharmonisan dan lain-lain. Oleh karena itu seni wayang golek memiliki peran penting dalam mengajarkan bangsa membentuk warga negara yang menjalankan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.

2. Tanggung Jawab Bersama dalam Pelestarian Budaya: Pelestarian budaya lokal adalah tanggung jawab bersama masyarakat, pemerintah, dan komunitas seni. Semua pihak perlu berkolaborasi untuk melindungi dan melestarikan seni wayang golek agar dapat diteruskan ke generasi mendatang. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sadono dengan judul “Pewarisan Seni Wayang Golek di Jawa Barat,” sebagai bentuk tanggung jawab Bersama dalam pelestarian budaya, telah diidentifikasi berbagai pendekatan dalam pewarisan seni dan budaya. Menurut Prof. Dharsono, seorang Guru Besar Seni Rupa di Institut Seni Indonesia Surakarta dalam wawancara dengan tim peneliti pada tahun 2017, ada beberapa cara dalam mewariskan budaya, termasuk upaya preservasi untuk menjaga dan merawat karya seni budaya yang sudah ada, konservasi yang melibatkan generasi penerus seni budaya dalam mengembangkan nilai-nilai dan inovasi yang bersumber dari warisan seni budaya sebelumnya, revitalisasi dengan membuat tiruan dari artefak seni budaya warisan leluhur seperti wayang golek dan juga reinterpretasi, di mana pewaris budaya mencari ide penciptaan yang sejalan dengan ide garapan dari warisan seni budaya yang sudah ada, seperti menginterpretasikan ulang kisah-kisah dalam dunia pewayangan. Semua ini merupakan bagian dari usaha bersama untuk melestarikan budaya.

3. Penghargaan terhadap Warisan Budaya: Penghargaan terhadap warisan budaya lokal, seperti seni wayang golek, penting untuk memastikan bahwa nilai-nilai, tradisi, dan pengetahuan yang terkandung di dalamnya tetap hidup dan relevan. Sebagai produk budaya, wayang golek diwariskan sebagai seni pertunjukan ritual maupun sebagai bagian dari ritual magis. Pewarisan ini terjadi dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai bagian dari proses pelestarian budaya lama (Sadono, 2017). Wayang golek, dalam pandangan sosiologis merupakan elemen budaya yang dimasyarakatkan di individu-individu warga masyarakat sebagai bagian dari identitas kolektif. Upaya pelestarian budaya wayang golek ini dilakukan melalui proses belajar budaya, yang sering disebut sebagai proses enkulturasi. Wayang dianggap sebagai tradisi yang harus dijaga dan memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar pertunjukan, yaitu sebagai penanda identitas kebersamaan dalam masyarakat.

Komunitas lingkung seni Jelekong Jawa Barat sangat sadar akan pentingnya pelestarian wayang golek karena mereka melihat wayang bukan hanya sebagai seni pertunjukan, tetapi juga sebagai bagian penting dari identitas budaya mereka. Pewarisan budaya wayang golek umumnya dilakukan melalui berbagai saluran seperti keluarga, masyarakat, sekolah, lembaga pemerintahan, perkumpulan, institusi resmi dan media massa.

Selain itu, wayang golek juga dianggap sebagai adat istiadat, digunakan dalam berbagai upacara adat seperti pernikahan dan hajatan besar masyarakat Sunda. Melalui proses pewarisan budaya ini merupakan bentuk penghargaan yang dapat membentuk kepribadian yang selaras dengan nilai- nilai Pancasila, serta mempertahankan harmoni budaya yang merupakan bagian penting dari kebudayaan Jawa Barat yang beragam.

Wayang golek bukan hanya menjadi penanda budaya Sunda, tetapi juga merupakan representasi kebudayaan bangsa Indonesia secara lebih luas. Keberlangsungan wayang golek menjadi sejalan dengan keberlangsungan kebudayaan yang dibangun dalam harmoni, mencerminkan praktik “harmony in diversity” yang kuat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan bangsa Indonesia.

SIMPULAN

Seni wayang golek memiliki peran penting dalam membawa nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab kepada masyarakat, mengajarkan ketekunan dan semangat perjuangan, serta mempromosikan nilai-nilai yang sesuai dengan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Meskipun dihadapkan pada tantangan dalam bentuk penurunan minat generasi muda dan pengaruh budaya global, upaya pelestarian budaya lokal harus terus dilakukan dengan kreativitas dan kolaborasi. Pelestarian budaya ini bukan hanya tentang menjaga tradisi, tetapi juga tentang menjaga nilai-nilai yang mendasarinya, yang dapat terus memberikan kontribusi positif bagi masyarakat Indonesia dalam perjalanan menuju masa depan yang lebih adil dan beradab. Dengan pemahaman yang lebih dalam dan kerjasama aktif antara komunitas seni, pendidikan dan masyarakat, seni wayang golek dapat tetap hidup dan relevan dalam budaya Indonesia yang terus berkembang.

Program-program yang ada harus dipertimbangkan ulang dan direvitalisasi mengingat sifat dinamis manusia yang selalu berubah seiring dengan perkembangan zaman. Evaluasi mendalam perlu dilakukan dengan melibatkan berbagai ahli budaya, seni, pariwisata dan komunikasi untuk menentukan perbaikan, pengurangan atau penambahan program yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Diharapkan bahwa di masa depan, seni wayang golek dapat digunakan sebagai sarana pendidikan yang berfokus pada karakter dan dapat mengaplikasikan Sila Ke-2 Pancasila. Dengan pengemasan yang tepat, budaya wayang golek dapat terus lestari dan diapresiasi oleh berbagai kalangan, termasuk anak-anak dalam pendidikan dini. Hal ini akan memungkinkan seni budaya ini untuk terus menjadi wahana penting dalam menjaga dan menyebarkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, yang menjadi inti dari Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Asmaroini, A. P., & Pd, M. (2017). Menjaga Eksistensi Pancasila Dan Penerapannya Bagi Masyarakat Di Era Globalisasi. Jpk: Jurnal Pancasila Dan Kewarganegaraan, 1(2).

Harper, D., & Thompson, A. R. (2011). Qualitative Research Methods In Mental Health And Psychotherapy: A Guide For Students And Practitioners. Qualitative Research Methods In Mental Health And Psychotherapy: A Guide For Students And Practitioners. Https://Doi.Org/10.1002/9781119973249

Jannah, A. N., & Dewi, D. A. (2021). Implementasi Pancasila Dalam Kehidupan Sosial Budaya Di Masayarakat Abad-21. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(1), 931–936. Https://Jptam.Org/Index.Php/Jptam/Article/View/1055

Monika, D. K., & Widiastuti, N. (2020). Strategi Komunikasi Masyarakat Kampung Jelekong Dalam Mewariskan Seni Lukis. 04(01), 58–69. Https://Doi.Org/Https://Doi.Org/10.32528/Mdk.V4i1.3574

Mukarom, Z. (2021). Teori-Teori Komunikasi Berdasarkan Konteks. Pt. Rosda Karya.

Nahak, H. M. I. (2019). Upaya Melestarikan Budaya Indonesia Di Era Globalisasi. Jurnal Sosiologi Nusantara, 5(1), 65–76. Https://Doi.Org/10.33369/Jsn.5.1.65-76

Nufus, A., Novitasari, N., Winanta, R., & Irnawati, I. (2021). The Values Existence Of President Soekarno’s Idea About Ekasila In The Social Life Of Indonesian Society. Proceedings Of The 1st Tidar International Conference On Advancing Local Wisdom Towards Global Megatrends, Tic

 2020, 21-22 October 2020, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Https://Doi.Org/10.4108/Eai.21- 10-2020.2311932priyanto, & Mushofa, B. M. (2020). Seni Pertunjukan Wayang Golek Sebagai Daya Tarik Pariwisata Budaya Di Saung Angklung Udjo. Jurnal Vokasi Indonesia, 8 (1). Https://Core.Ac.Uk/Download/Pdf/353678118.Pdf

Nur Jannah, A., Anggraeni Dewi, D., & Guru Sekolah Dasar, P. (N.D.). Implementasi Pancasila Dalam Kehidupan Sosial Budaya Di Masyarakat Abad-21.

Rastati, R. (2022). Internalizing Pancasila Through  Pop Culture And Youth  Community. Jurnal Masyarakat Dan Budaya, 24(2), 219–230. Https://Doi.Org/10.55981/Jmb.1601

Retnasary, M.,   Purba,   V.,   &   Saputra,   M.   D.   S.   (N.D.).   No   Title.   Jpr   Medcom,   1   (1).

Https://Doi.Org/Https://Doi.Org/10.35706/Jprmedcom.V1i1.3115

Reynaldi, B., Rahmanto, A., & Satyawan, I. A. (2021). Sustainable Tourism Development Group Communication?: Puppet Village Kepuhsari. International Journal Of Multicultural And Multireligious Understanding, 802–809. Https://Doi.Org/Http://Dx.Doi.Org/10.18415/Ijmmu.V8i5.2792

Rianto, H. (2016). Implementasi Nilai Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab Di Lingkungan Sekolah. Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial, 3(1), 80–91. Https://Journal.Ikippgriptk.Ac.Id/Index.Php/Sosial/Article/View/268/265

Saad, S., Abdullah, M. Y., & Lyndon, N. (2017). The Role Of Opinion Leaders In Spreading Oil Palm Innovation. Jurnal Komunikasi: Malaysian Journal Of Communication. Https://Doi.Org/Https://Doi.Org/10.17576/Jkmjc-2017-3302-06

Sabunga -Nilai-Nilai Karakter Dalam Perunjukan Wayang Golek Purwa, B., Sabunga, B., Budimansyah, D., Sofyan Sauri Guru Sma Negeri, Dan, & Bandung, C. (2016). Nilai-Nilai Karakter Dalam Pertunjukan Wayang Golek Purwa. In Edisi Maret (Vol. 14, Issue 1).

Satria, A. (2018). Pengaruh Struktur Aktiva, Struktur Modal Dan Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Di Pt Jasuindo Tiga Perkasa Periode 31 Maret 2008- 31 Desember 2016: Perusahaan Yang Terdaftar Di Jakarta Oslamic Index. Universitas Sunan Gunung Jati Bandung.

Sirry, M. H. (2020). Strategi Promosi Dan Pemasaran Online Yang Dilakukan Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Lombok Timur Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisatawan Di Kabupaten Lombok Timur. Universitas Muhamadiyah Mataram.

Sugito, N., Aulia, R., & Rukmana, L. (2021). Pancasila As The Establishing Ideology Of Nationalism Indonesian Young Generation. Atlantis Press, February. Https://Doi.Org/10.2991/Assehr.K.210204.027

Suhariyanti. (2020). Pergeseran Nilai Budaya Lokal Pada Aktivitas Pariwisata Di Desa Oro-Oro Ombo Kota Baru. Universitas Muhammadiyah Malang.

Suwitya, D. (2018). Strategi Pemasaran Karya Seni Lukis. Jurnal Ekobis Dewantara, 1 (8), 67.

Https://Doi.Org/Http://Jurnalfe.Ustjogja.Ac.Id/Index.Php/Ekobis/Article/View/538

Taufiq, R., & Ervina, E. (2020). Implementasi Sisi Penawaran Pariwisata Kreatif Di Kampung Seni Dan Budaya Jelekong. Jurnal Media Bina Ilmiah, 15(3). Https://Doi.Org/Https://Doi.Org/10.33758/Mbi.V15i 3.878

Wicaksono, G. U. P. (2017). Strategi Promosi Paket Wisata Di Kampung Seni Dan Budaya Jelekong. Yanti, M. (2019). Revitalisasi Tari Sining Di Sanggar Kuta Dance Teater Untuk Pengembangan

Pariwisata Di Aceh Tengah [Universitas Negeri Semarang]. Http://Lib.Unnes.Ac.Id/40795/1/Upload Tesis Meipur Yanti.Pdf

 

*Penulis adalah Pupu F.Wasngadiredja (Kelompok Keilmuan Humaniora, Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia), Diki P Wibowo (Kelompok Keilmuan Biologi Farmasi, Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia),  dan Marina Yuliani (Kelompok Keilmuan Humaniora, Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia)

 

 

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER