Rokhmin Dahuri

Pengembangan Ekonomi Sektor Kelautan dan Perikanan Sangat Terbuka Lebar

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Nasional /
  4. Senin, 26 Juli 2021 - 19:57 WIB

Rokhmin Dahuri/Istimewa
Rokhmin Dahuri
Foto: Istimewa

Ruang pengembangan ekonomi sektor kelautan dan perikanan masih sangat terbuka lebar dengan potensi besar baik di sektor perikanan tangkap, budidaya, industri pengolahan hingga bioteknologi kelautan.

TOKOHKITA. Total potensi ekonomi sebelas sektor kelautan Indonesia mencapai US$ 1,348 triliun per tahun atau tujuh kali lipat APBN 2021 yang senilai Rp 2.750 triliun (US$ 196 miliar) atau 1,2 PDB Nasional 2020, dengan potensi menyerap lapangan kerja sebanyak 45 juta orang setara 40% total angkatan kerja Indonesia.

Atas dasar itu, ruang pengembangan ekonomi sektor kelautan dan perikanan masih sangat terbuka lebar dengan potensi besar baik di sektor perikanan tangkap, budidaya, industri pengolahan hingga bioteknologi kelautan.

"Sektor tersebut menjadi andalan Indonesia dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional, karena terbukti mampu bertahan di tengah krisis termasuk saat pandemi Covid-19," kata Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Rokhmin Dahuri saat menjadi keynote speach dalam Seminar Nasional Perikanan (Semnaskan) UGM XVIII yang diselenggarakan Departemen Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) secara daring, Senin (26/7/2021).

Dalam webinar ini hadir Menteri Kelautan dan  Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang memberikan sambutan sekaligus membuka kegiatan tersebut. Turut memberikan sambutan Rektor UGM Panut Mulyono. Adapun pembicara utama lainnya adalah  Bambang Triyatmo, dosen Departemen Perikanan UGM.

Menurut Rokhmin, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas laut teritorial sekitar 3,4 juta km2, luas laut  Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE ) 3 juta km2, dengan panjang garis pantai sebesar 108.000 km atau terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. "Indonesia juga memiliki jumlah pulau sebanyak 17.504 pulai, terdiri 16.056 pulau sudah bernama dan 1.448 tidak bernama,” sebut Penasehat Menteri KKP ini. 

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University itu menerangkan kontribusi sektor kelautan dan perikanan yang cukup signifikan bagi perekonomian nasional. Pada tahun 2018, kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia sekitar 10,4%. Angka ini sebenarnya relatif kecil jika melihat potensi ekonomi sebelas sektor kelautan Indonesia mencapai US$ 1,348 triliun per tahun.

"Negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil seperti Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia, dan Islandia tapi mampu memberikan kontribusi lebih dari 30%,” sebut Rokhmin. Atas dasar itu, perlu inovasi pembangunan sektor kelautan dan perikanan Indonesia secara optimal agar kontribusinya bisa ikut menyelesaikan persoalan negara ini seperti kemiskinan, pengangguran, gizi buruk hingga stunting.  

Yang terang, Rokhmin bilang, trend produksi perikanan Indonesia dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2020 didominasi oleh perikanan budidaya. Yang mana, sejak tahun 2010, produksi perikanan budidaya melebihi produksi perikanan tangkap. “Hingga 2019, perikanan budidaya menyumbang sekitar 68,4% total produksi perikanan Indonesia,” katanya. Bahkan, peluang pengembangan lahan untuk kegiatan perikanan budidaya di Indonesia masih sangat leluasa. Alasannya, hingga 2020, produksi perikanan budidaya masih didominasi dari komoditas rumput laut yakni sebesar 64,2%.

Sementara itu untuk sub sektor pengolahan hasil perikanan, pada periode 2015-2019, capaian volume produk olahan hasil perikanan terus meningkat, rata-rata 5,27% per tahun. “Pada 2018, sebaran produksi olahan ikan dari UPI terbesar berasal dari wilayah Jawa, disusul Sumatera, dan Sulawesi,” katanya.

Di sisi lain, kabar baiknya, angka konsumsi ikan nasional terus meningkat rata-rata 6,5% per-tahun. “Ikan merupakan salah satu pilihan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dengan kontribusi mencapai kurang dari 50% seluruh protein hewani yang dikonsumsi penduduk Indonesia,” tegasnya.

Pada kesempatan tersebut, Prof Rokhmin juga memaparkan sejumlah permasalahan dan tantangan pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia diantaranya pertama, sebagian besar usaha perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, dan perdagangan hasil perikanan dilakukan secara tradisional (low technology) dan berskala Usaha Kecil dan Mikro.

“Sehingga, tingkat pemanfaatan SDI, produktivitas, dan efisiensi usaha perikanan pada umumnya rendah. Nelayan dan pelaku usaha lain miskin, dan kontribusi bagi perekonomian (PDB, nilai ekspor, pajak, PNBP, dan PAD) rendah,” tandasnya.

Kedua, ukuran unit usaha (bisnis) perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, dan perdagangan hasil perikanan sebagian besar tidak memenuhi skala ekonomi (economy of scale). “Sehingga, keuntungan bersih (pendapatan) lebih kecil dari US$ 300 (Rp 4,5 juta)/orang/bulan alias miskin,” paparnya.

Ketiga, sebagian besar usaha perikanan belum dikelola dengan menerapkan Sistem Manajamen Rantai Pasok Terpadu (Integrated Supply Chain Management System), yang meliputi subsistem Produksi – Industri Pasca Panen – Pemasaran. “Tidak ada kepastian harga jual ikan bagi nelayan dan pembudidaya, kontinuitas pasokan bahan baku bagi industri hilir tidak terjamin, dan risiko usaha menjadi tinggi,” terangnya.

Keempat, tingkat pemanfaatan Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya, Bioteknologi Perairan, SD Non-Perikanan, dan jasa-jasa lingkungan kelautan belum optimal (underutilized).

Terkait dengan berbagai problem yang dipaparkannya tersebut, Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara itu mengatakan butuh kebijakan dan program yang tepat diantaranya Optimalisasi dan industrialisasi perikanan tangkap, Revitalisasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi usaha perikanan budidaya, Revitalisasi dan pengembangan industri pengolahan ikan.

“Revitalisasi semua unit usaha (bisnis) budidaya laut (mariculture), budidaya perairan payau (coastal aquaculture), dan budidaya perairan darat untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, daya saing, inklusivitas, dan keberlanjutan (sustainability)nya,” katanya.

Program dan kebijakan lainnya adalah peningkatan produktivitas dan produksi garam konsumsi dan industri, Peningkatan produksi industri bioteknologi dan jasa kelautan, peningkatan pemasaran di dalam negeri dan ekspor, pengembangan emerging sectors, pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungan, peningkatan penelitian pengembangan dan peningkatan SDM, serta dukungan infrastruktur dan sarana.

Selanjutnya, ekstensifikasi usaha di lahan perairan baru dengan komoditas unggulan, baik di ekosistem perairan laut (kakap putih, kerapu, lobster, dan rumput laut karagenan); payau (udang Vaname, Bandeng, Nila Salin, Kepiting, dan rumput laut agar-agar); maupun darat (nila, patin, lele, mas, gurame, dan udang galah).  

“Diversifikasi usaha budidaya dengan spesies baru di perairan laut, payau, dan darat. Pengembangan usaha akuakultur untuk menghasilkan komoditas (raw materials) untuk industri farmasi, kosmetik, functional foods & beverages, pupuk, pewarna, biofuel, dan beragam industri lainnya,” jelasnya.

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER