Farouk Abdullah Alwyni

Ledakan Persoalan Covid-19: Refleksi Kesalahan Paradigma Pembangunan Negara

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Nasional /
  4. Sabtu, 24 Juli 2021 - 22:29 WIB

Farouk Abdullah Alwyni/Istimewa
Farouk Abdullah Alwyni
Foto: Istimewa

Per Sabtu (24/7/2021), kasus baru bertambah 45.416, pasien sembuh dari Corona bertambah 39.767 orang, sedangkan pasien Corona meninggal dunia bertambah 1.415 orang. Total kasus Corona yang ditemukan di Indonesia sejak Maret hingga hari ini mencapai 3.127.826 kasus.

TOKOHKITA. Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Investasi (Ekuin) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Farouk Abdullah Alwyni menilai ledakan persoalan Covid-19 yang semakin tidak terkendali dan bahkan telah menempatkan Indonesia sebagai episentrum baru Covid-19 Asia menggeser India (kasus aktif) menunjukkan lemahnya kapasitas sektor kesehatan kita dalam menangani persoalan ini.  

Kondisi saat ini kapasitas rumah-rumah sakit dan tenaga kesehatan yang terbatas semakin mempersulit penanganan Covid-19 ini dilapangan. Per Sabtu (24/7/2021), kasus baru bertambah 45.416, pasien sembuh dari Corona bertambah 39.767 orang, sedangkan pasien Corona meninggal dunia bertambah 1.415 orang. Total kasus Corona yang ditemukan di Indonesia sejak Maret hingga hari ini mencapai 3.127.826 kasus. Untuk pasien sembuh dari Corona mencapai 2.471.678 orang. Sedangkan total pasien COVID-19 yang meninggal dunia berjumlah 82.013 orang.

Dalam penjelasan alumnus New York University ini, persoalan kesehatan yang dihadapi Indonesia saat ini menunjukkan persoalan mendasar terkait paradigma pembangunan negara selama ini. Paradigma pembangunan selama ini yang cenderung “short-sighted” dan hanya menekankan pada pendekatan pertumbuhan ekonomi semata, pada akhirnya mengekspos salah satu persoalan pembangunan mendasar yang dihadapi Indonesia, yakni masalah kesehatan.  “Cara pandang yang sekedar menyamakan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi semata berkontribusi besar terhadap kegagalan fundamental dalam pembangunan sektor kesehatan,” katanya.

Farouk menjelaskan, persoalan lemahnya sektor kesehatan Indonesia sebenarnya adalah bukan hal yang baru dan sudah ada sejak sebelum persoalan Covid-19, level kesehatan Indonesia dalam konteks internasional adalah tergolong rendah, berdasarkan laporan World Economic Forum – Global Competitiveness Index 2019 Indonesia berada dalam posisi 96 dari 141 negara dan berada diposisi 6 di ASEAN dibawah Singapura (1), Thailand (38), Brunei (62), Malaysia (66), dan Vietnam (71). Dengan menggunakan Human Development Index (HDI) dari UNDP (2020) Indonesia juga berada dalam posisi 6 dibawah negara-negara ASEAN tersebut diatas terkait ranking  esehatan (berdasarkan life expectancy). 

Mantan Direktur Bank Muamalat ini menambahkan, belum lagi kalau kita soroti persoalan stunting yang mencapai 37%, hal ini menurut Bank Dunia melebihi banyak negara di Asia Tenggara seperti Myanmar (35%), Filipina (33%), Vietnam (23%), Malaysia (17.5%), dan Thailand (16%). Juga fakta lain yang kurang menggembirakan terkait tingkat kematian Ibu dalam proses kelahiran (maternal mortality ratio), yang mencapai 177 untuk setiap 100,000 kelahiran, bandingkan dengan rata-rata negara maju (OECD) yang hanya berjumlah 14, jumlah ini bahkan melebihi Timor Leste yang berjumlah 142.  Persoalan yang serupa juga dapat dilihat dari jumlah kematian bayi (infant mortality rate), dimana untuk setiap 1000 kelahiran mencapai 21, jauh lebih tinggi dari Thailand (8) dan Malaysia (7).

Hal yang perlu digaris bawahi menurut Farouk adalah ledakan pandemic Covid-19 sekarang ini sesungguhnya adalah sekedar sebuah konsekuensi logis dari kesalahan paradigma pembangunan negara selama ini, yang mereduksi konsep pembangunan menjadi sekedar pertumbuhan ekonomi saja. Paradigma pembangunan yang seperti ini mengabaikan banyak aspek fundamental dari pembangunan itu sendiri, yang dalam hal ini adalah pembangunan sektor kesehatan yang berkualitas, ketiadaan inilah, yang pada gilirannya justru membuat perekonomian kita memburuk dan mundur kebelakang.

Pada akhirnya, biaya yang dikeluarkan menjadi sangat mahal, BPK menyebutkan diakhir tahun 2020 bahwa total anggaran penanganan Covid-19 mencapai Rp. 1.035,2 triliun. “Sebuah nilai yang fantastis, yang sekitar 13% nya saja disebutkan oleh Sri Mulyani diantaranya sudah bisa membiayai 9.352 jalan, atau 293.222 meter jembatan, atau 67.708 unit sekolah,” jelas Farouk.

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER