Begini Perkembangan Budidaya Lobster Menurut Rokhmin Dahuri

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Nasional /
  4. Senin, 8 Maret 2021 - 17:08 WIB

Rokhmin Dahuri/Istimewa
Rokhmin Dahuri
Foto: Istimewa

Pada tahun 1990-1997, sebagian kecil nelayan sudah mulai membesarkan lobster di KJA sebagai pekerjaan sampingan di Desa Telong Elong dan Ekas, Lombok. Kemudian, pada 1998, ADB melalui proyeksi Co-Fish memprakasai budidaya lobster di Desa Telong Elong dan Ekas, Lombok.

TOKOHKITA. Pro dan kontra mengenai ekspor benur lobster masih menjadi perdebatan. Kali ini, Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Sakti Trenggono mengeluarkan kebijakan yang melarang ekspor benih lobster tapi membolehkan untuk dibudidayakan. 

Dalam Diskusi Virtual “Ekspor Benur Lobster” yang digelar Forum Marikultur Indonesia, Senin (8/3/2021), Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Rokhmin Dahuri menyebutkan, budidaya benur lobser di Indonesia sebenarnya sudah dinilai sejak awal tahun 1990-an.

Pada tahun 1990-1997, sebagian kecil nelayan sudah mulai membesarkan lobster di KJA sebagai pekerjaan sampingan di Desa Telong Elong dan Ekas, Lombok. Kemudian, pada 1998, ADB melalui proyeksi Co-Fish memprakasai budidaya lobster di Desa Telong Elong dan Ekas, Lombok.

Lalu, pada 2001 hingga 2007, sekitar 400-500 nelayan puerulus atau lobster menangkap kurang lebih 250.000 pueruli (lobster per tahun di tiga sentra puerulus Lombok. Kemudian pembesaran lobster dilakukan di Desa Telong Elong dan Ekas, Lombok.

Adapun jumlah pembudidaya pembesaran kurang lebih 500 dan produksinya mencapai 50 ton hingga 80 ton per tahun. Selanjutnya, pada 2007, The Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) terlibat dalam pengembangan budidaya lobster di Indonesia. “Pada saat itu sebenarnya kapasitas budidaya sudah ada. Ini lah kronologis sejak 1990 kita sudah berusaha budidaya sampai 2001,” ujarnya.

Selanjutnya, pada tahun 2008 hingga tahun 2012, melalui proyek ACIAR, jumlah lobster yang ditangkap meningkat. Semula hanya sekitar 250.000 kemudian menjadi 600.000 per tahun dengan produksi lobster mencapai 80 hingga 160 ton per tahun di 1.000 KJA.

Sekitar tahun 2013 hingga 2014, transfer teknologi pengumpulan lobster dari Vietnam ke Indonesia melalui proyek ACIAR meningkatkan tangkapan lobster dari 600.000 menjadi sekitar 3 juta per tahun. Penjualan lobster ini juga meningkatkan permintaan pasar internasional sehingga harganya mengalami kenaikan dan kemudian menurunkan usaha pembesaran (budidaya) lokal.

“Dan seterusnya begitu. Pada 2015 ada pelarangan total mengambil benih, dan inilah esensi dari Peraturan Menteri KKP No. 1/2015 yang sangat mematikan usaha budidaya lobster nasional,” ucapnya.

Menurut Rokhmin, dikeluarkannya Peraturan Menteri KKP No. 1/2015 dan Peraturan Menteri KPK No. 56/2016, membuat usaha budidaya hancur. Pasalnya, tidak hanya melarang penangkapan tapi juga pelarangan budidayanya. “Dalam permen itu bukan hanya melarang penangkapan benih-benih lobster, tetapi melarang untuk budidaya. Akibatnya apa, hancur usaha budidaya,” ungkapnya.

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER