Rokhmin Dahuri

Strategi Pembangunan Kelautan dan Perikanan Berbasis Inovasi di Kabupaten SBB

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Daerah /
  4. Kamis, 4 Maret 2021 - 21:45 WIB

Pemerintah daerah harus memanfaatkan posisi strategis SBB untuk menyelesaikan persoalan pembangunan tersebut. Adapun posisi SBB strategis karena berada dekat jalur pelayaran internasional (ALKI-III),

TOKOHKITA. Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan  (KKP) Rokhmin Dahuri melakukan kunjuangan kerja ke Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Maluku, Kamis (4/3/2020). 

Dalam kesempatan ini, Rokhmin berkunjung ke Pasar Ikan Piru, dan menggelar dialog dengan nelayan di Tempat Penampung Ikan (TPI) Dusun Waeyoho, Desa Kawa, Kecamatan Seram Barat. Selanjutnya, rombongan menyaksikan langsung aktivitas masyarakat melakukan penyulingan kayu putih menjadi minyak kayu putih di Dusun Kotania.

Menjelang siang harinya, Guru Besar IPB ini menjadi pembicara pada Seminar Pembangunan Daerah Sektor Kelautan dan Periknan Kabupaten SBB. Adapun seminarnya dibuka langsung oleh Bupati SBB M Yasin Payapo. Hadir juga dalam kesempatan ini rombongan dari KKP antara lain Lukman Malanuang, Dhifla Ola, Endang Darmawan. 

Adapun dari Direktorat Jenderal PRL, KKP hadir antara lain Santoso Budi Widiarto, MP, Kepala Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Sorong bersama staf, Yunanto, Kepala Balai Budidaya Maluku, dan  Jafar Sahubawa, Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Ambon, dan Ashari, Kepala Karantina Ambon. 

Menurut Rohkmin, sejumlah permasalahan pembangunan nasional juga banyakdihadapi oleh masyarakat dan Pemerintah Kabupaten SBB yakni tingkat kemiskinan sebesar 25,16% atau tertinggi ke-4 di Maluku, IPM 65,49 atau peringkat-6 di Maluku, dan PDRB perkapita hanya Rp 17,50 juta sehingga menjadi terendah ke-2 di Maluku. "Pada 2019, penduduk miskin Kabupaten SBB mencapai 43,14 ribu jiwa atau 25,16%," sebut Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia ini.

Untuk itu, pemerintah daerah harus memanfaatkan posisi strategis SBB untuk menyelesaikan persoalan pembangunan tersebut. Adapun posisi SBB strategis karena berada dekat jalur pelayaran internasional (ALKI-III), menghubungkan wilayah kabupaten di Pulau Seram dengan wilayah Ibukota Provinsi Maluku (Kota Ambon), serta termasuk dalam dua wilayah pengelolaan perikanan (714 & 715) di Laut Seram dan Laut Banda.

"Perairan SBB termasuk WPP 714 & 715 di Laut Seram dan Banda dengan total potensi lestari (MSY) SDI mencapai 835.400 ton per tahun. Pada 2018, produksi perikanan laut Maluku sebesar 25.118,78 ton atau baru 3,76?ri jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)," terang Rokhmin yang juga Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara)

Saat ini, volume produksi ikan dan produk perikanan lainnya di Provinsi Maluku lebih besar dari pada kebutuhan (demand) nya secara berkelanjutan (sustainable). Sebab itu, harus dibangun industri pengolahan hasil perikanan berkelas dunia dan Sistem Logistik Perikanan yang terkoneksi dengan Global Supply Chain System.

Selain itu, untuk memanfaatkan potensi di SBB, kelebihan produksi dapat dipasarkan ke wilayah Indonesia lainnya dan diekspor dengan harga sesuai ‘nilai keekonomian’. Dengan demikian, seluruh pelaku usaha perikanan (nelayan, pembudidaya ikan, pengolah hasil perikanan, dan pedagang) bisa hidup sejahtera dengan income > US$ 300 (Rp 4,2 juta) per orang per bulan.

Alhasi, Rokhmin bilang, diperlukan pembangunan kelautan dan perikanan yang terpadu dan berbasis inovasi untuk meningkatkan daya saing, pertumbuhan ekonomi berkualitas, dan kesejahteraan masyarakat secara  berkelanjutan di Kabupaten SBB.

Atas dasar itu, harus dilakukan revitalisasi dan pembangunan pelabuhan perikanan baru sesuai kebutuhan setiap pelabuhan perikanan harus memenuhi standar sanitasi dan higienis, dan merupakan kawasan industri perikanan terpadu (penyedia sarana produksi, industri pengolahan, pasar, dan reparasi kapal) 

Selanjutnya, penyadaran dan insentif bagi para tengkulak untuk melakukan jual-beli ikan di PPP dan PPI (pelabuhan perikanan). Di sisi lain, pemerintah menjamin ketersediaan sarana produksi dan pasar bagi ikan hasil tangkapan nelayan dengan harga sesuai nilai keekonomian. Kemudian, pemerintah menyediakan mata pencaharian substitusi (budidaya ikan, pertanian, home industry,) ketika nelayan tidak melaut, karena cuaca buruk atau paceklik ikan.

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER