Guswanda Putra

Islam Sebagai Kapal Samudera Kehidupan

  1. Beranda /
  2. Opini /
  3. Minggu, 9 Juni 2019 - 23:26 WIB

Guswanda Putra/Dokumen Pribadi
Guswanda Putra
Foto: Dokumen Pribadi

Menurut JC Michaels, kehidupan adalah perjalanan luar biasa menuju wilayah tak dikenal, sebuah jalur penuh tipu daya melalui hutan- hutan gelap, sebuah tirai gantung diatas kulit pohon yang bercabang-cabang.

Pepatah lama Arab pernah mengatakan, lupa tujuan karena tenggelam dalam pusaran. Celaka karena mau mengarungi lautan tapi tenggelam di tepi pantai. Banyak sekali orang yang tenggelam di tepi pantai tanpa bisa menganalisis tujuannya.

Berhubung pepatah tersebut berkaitan dengan penulis yang memiliki latar belakang sebagai alumni perikanan dan kelautan (THP), maka akan kita coba memahaminya melalui pandangan kaca mata perikanan dan kelautan. Kurang lebih maksudnya ialah seperti ini. Banyak orang saat ini lupa akan diri dan tujuan hidup yang sebenarnya, mereka lupa datang dari mana, hendak kemana, dan apa tujuan yang sebenarnya. Samudera apa yang hendak diarungi, kapal jenis apa untuk berlayar, siapa nahkodanya, kompas apa untuk penunjuk arah, dan apa tujuan terakhir kita.

Jika kita coba untuk merenungkan diri kembali, sebenarnya apa tujuan dari pertanyaan itu semua? Renungannya begini, samudera yang dimaksud diatas bukanlah samudera/laut biru sana, melainkan samudera yang kita bicarakan ini lebih luas ukurannya dibandingkan ukuran samudera pada umumnya. Kakek pelaut kita terdahulu sering menyebutnya dengan sebutan samudera kehidupan.

Sebenarnya apa itu samudera dan apa itu kehidupan? Samudra (juga dieja samudera) atau lautan (dari bahasa Sanskerta) adalah laut yang luas dan merupakan massa air asin yang sambung-menyambung meliputi permukaan bumi yang dibatasi oleh benua ataupun kepulauan yang besar.

Menurut JC Michaels, kehidupan adalah perjalanan luar biasa menuju wilayah tak dikenal, sebuah jalur penuh  tipu daya melalui hutan- hutan gelap, sebuah tirai gantung diatas kulit pohon yang bercabang-cabang. Jadi kita coba tarik kesimpulan samudera kehidupan adalah sebuah perjalanan luar biasa menuju wilayah tak dikenal melalui laut yang luas.

Untuk melewati samudera tersebut tentu membutuhkan sebuah kapal untuk transportasi atau kendaraan, yang mana kapal-kapal ini sudah ada bahkan memiliki berbagai macam merek. Nah, salah satu merek/nama dari kapal tersebut ialah Islam. Dan kapal ini lah yang penulis dan kebanyakan dari kita semua pilih sebagai kendaraan untuk mengarungi samudera kehidupan ini. Penumpang di dalam kapal ini disebut sebagai kaum Muslimin/muslimah.

Kapal ini pertama kali ada pada pada tahun 622 M atau kurang lebih sekitar 1394 M tahun yang lalu. Kapal ini pertama kali di nahkodai oleh seorang pemuda yang buta huruf yang tidak pernah belajar tulis dan baca, putra kebanggaan dari padang pasir. Bertitelkan Habibullah dan digelari umatnya al-Amin, yang bernama Muhammad bin Abdullah, shalawat dan salam untuk baginda kita tercinta Rasulullah. Kapal yang beliau bawa ini lebih besar jika kita bandingkan dengan kapal yang diwahyukan kepada Nabi Nuh as.

Nabi Nuh as diwahyukan oleh Allah SWT sebuah kapal layar untuk menyelamatkan kehidupan manusia yang bertakwa di bumi dari kemurkaan Allah terhadap manusia-manusia kafir yang mempersekutukan-Nya. Kapal ini sangat besar ukurannya, sehingga mampu menampung seluruh jenis makhluk hidup yang bertakwa ke pada Allah SWT.

Sedangkan kapal yang di wahyukan oleh Allah kepada Rasulullah jauh lebih besar, ini adalah kapal yang digunakan berlayar untuk dunia dan akhirat. Dengan kapal inilah kita mengarungi samudera kehidupan ini. Di dalam kapal ini sudah dilengkapi dengan sistem dan perangkat modern bahkan jauh lebih canggih dibandingkan dengan penemuan-penemuan ahli dunia saat ini.

Perangkat canggih ini disebut al-Qur'an dan as-Sunnah. Al-Qur'an ini diwahyukan oleh Allah kepada Rasulullah, sedangkan as-Sunnah bersumber dari Rasulullah sendiri. Barang siapa yang berpegang teguh kepada keduanya, Insya Allah kita tidak akan sesat dan lenyap dari pusaran arus samudera kehidupan ini.

Semua perangkat kapal yang disebutkan di atas itu sudah dipersiapkan segala sesuatunya, mulai dari A-Z, apa yang menjadi kebutuhan pokok kita sebagai bekal perlayaran semuanya sudah dipersiapkan. Timbul pertanyaan baru. Siapa yang mempersiapkannya dan untuk apa kapal ini dipersiapkan? Jawabannya ialah, tujuan terakhir kita tadilah yang telah mempersiapkan ini semua. Tujuan samudera kehidupan ini bukanlah pahala dan surga, bahkan ada yang jauh lebih berharga dari itu semua. Pahala dan surga itu hanyalah sebuah hadiah yang diberikan kepada kita.

Kenapa pahala dan surga hanya hadiah? Kita analogikan seperti ini: "Seorang ayah berpesan kepada anaknya: Nak, nanti jika kamu menolong ayah membuatkan umpan ikan, nanti ayah akan menghadiahkan kamu sebuah pancing yang baru setelah berpesan. Kemudian si ayah pergi ke dalam rumah dan meninggalkan si anak dengan bahan-bahan pembuat umpan tadi di teras depan rumah.

Kemudian, si anak mengikuti apa perintah dari ayahnya, dan dia berhasil membuat sebuah umpan untuk memancing ikan. Setelah berhasil anak tadi tidak sabar untuk berjumpa dengan ayahnya itu. Lantas, dia bergegas masuk kedalam rumah dan memberitahukan dengan riang ke pada ayahnya jika dia sudah berhasil membuat umpan tersebut. Setelah itu dia menagih janji ayahnya tad. Dan si ayah tadi memberikan apa yang sudah di janjikan kepada anaknya".

Kita akan tarik kesimpulannya bahwa jika kita mengikuti sesuatu arahan yang ditujukan kepada kita dan jika kita melakukannya dengan baik dan benar, maka kita akan memperoleh hadiahnya. Di dalam kapal Islam tadi kurang lebih seperti itulah analogi tentang pahala dan surga, dari analogi itu juga kita bisa membaca tujuan kita yang sebenarnya, yaitu pertama bertemu dengan pemberi hadiah, dan kedua baru menagih hadiahnya.

Dan inilah tujuan akhir kita sebenarnya bertemu dengan si pemberi hadiah pahala dan surga, yaitu Allah SWT, Yang Maha Memiliki segala sesuatu. Jadi jika kita mengejar kehidupan dunia ini dan tujuannya hanya untuk pahala dan surga saja tidak cukup. Renungkanlah kembali sebelum gulungan ombak kembali menyapu kita dari bibir pantai yang membuat kita kembali kehilangan arah dan tujuan yang sebenarnya. Bergegaslah naik ke atas kapal ini, kapal yang akan membawa kita berlayar ke samudera kehidupan untuk berjumpa dengan Sang Maha Pemberi dan Maha Memiliki.

*Penulis adalah aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pekanbaru

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER