Indonesian Aquafeed Conference (IAC) 2020

Rokhmin Dahuri: Akuakultur Tumbuh Paling Cepat dalam Ekonomi Pangan Dunia

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Nasional /
  4. Selasa, 13 Oktober 2020 - 13:50 WIB

Indonesian Aquafeed Conference (IAC) 2020/Istimewa
Indonesian Aquafeed Conference (IAC) 2020
Foto: Istimewa

Mengutip data FAO terbaru, Ketua Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2019-2024 Bidang Riset dan Daya Saing ini menyebutkan, produksi akuakultur dunia mencapai rekor tertinggi sepanjang masa sebesar 114,5 juta ton bobot hidup pada tahun 2018, dengan total nilai penjualan di pertanian mencapai US $ 263,6 miliar.

TOKOHKITA. Selama beberapa dekade, akuakultur telah menjadi sektor yang tumbuh paling cepat dalam ekonomi pangan dunia, meningkat lebih dari 10% setiap tahun sejak tahun 1970-an. Saat ini, akuakultur menghasilkan 52% (82,1 juta ton) produksi ikan global yang kita konsumsi, dan sebagian besar bertanggung jawab atas penggandaan konsumsi ikan per kapita untuk produk ikan sejak 1960-an. 

Demikian diutarakan Rokhmin Dahuri, President of Indonesian Aquaculture Society, saat pidato pembuka pada kegiatan Indonesian Aquafeed Conference (IAC) 2020, Selasa (13/10/2020).

Mengutip data FAO terbaru, Ketua Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2019-2024 Bidang Riset dan Daya Saing ini menyebutkan, produksi akuakultur dunia mencapai rekor tertinggi sepanjang masa sebesar 114,5 juta ton bobot hidup pada tahun 2018, dengan total nilai penjualan di pertanian mencapai US $ 263,6 miliar. Adapun produksi perikanan budidaya global terdiri dari 82,1 juta ton hewan air (ikan sirip, krustasea, dan moluska) dengan nilai jual US $ 250,1 miliar; 32,4 juta ton alga air (kebanyakan rumput laut) dengan nilai jual US $ 13,3 miliar; dan 26.000 ton kerang hias dan mutiara dengan nilai jual US $ 179.000.

"Budidaya juga memberikan kesempatan kerja yang besar, menciptakan efek pengganda yang besar, dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, terutama di daerah pesisir dan pedesaan," ungkap Rokhmin.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai sekitar 99.000 km, 75% total luasnya berupa perairan laut, dan sekitar 28% luas daratannya berupa ekosistem air tawar (danau, sungai, dan waduk), Indonesia memiliki potensi produksi perikanan budidaya terbesar sekitar 100 juta ton per tahun.

Pada tahun 2019 total produksi perikanan budidaya Indonesia sekitar 16,8 juta ton (17% total potensi), dimana 11 juta ton adalah rumput laut, dan 5,8 juta ton adalah ikan bersirip, krustasea, dan moluska. "Sejak 2009 Indonesia telah menjadi produsen komoditas akuakultur terbesar kedua di dunia, setelah China," sebut Rokhmin.

Menurut Rokhmin, menyadari potensi yang begitu besar tersebut, pada masa jabatan kedua Pemerintahan Presiden Jokowi (2020-2024), Pemerintah Indonesia telah menempatkan budidaya perikanan sebagai salah satu prioritas utama pembangunan ekonomi negara. Yang terang, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk melakukan ekspansi besar-besaran dalam industri akuakulturnya, yang sebagian besar akan didasarkan pada spesies yang diberi makan seperti udang dan ikan tropis (bass laut, kerapu, kakap, bawal perak).

Berdasarkan data RPJMN (2020-2024), total produksi budidaya (udang, kerapu, nila, lele, patin, barramundi, gurame, gurami dan ikan lainnya) mencapai 10.182.865 ton. Komite Pengarah (SC) Penyediaan Tepung Ikan untuk Pengembangan Produksi Akuakultur telah dibentuk melalui Surat Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya No 72 / KEP- DJPB / 2020 yang ditandatangani pada tanggal 18 Februari 2020. Salah satu tugas Komite Pengarah adalah untuk mendapatkan pemahaman tentang penggunaan bahan pakan saat ini dan yang potensial untuk memastikan bahwa perluasan produksi yang diusulkan dapat dicapai, dan berkelanjutan.

Menggunakan proyeksi produksi perikanan budidaya dari RPJMN dan dua skenario untuk menganalisis kebutuhan bahan baku tepung ikan berdasarkan persentase tepung ikan (FM), yaitu: skenario pertama, persentase FM pakan udang 20%, pakan ikan 10%-30%. Skenario kedua, persentase FM Pakan Udang 30%, Pakan Ikan 15-40%, diketahui kebutuhan tepung ikan untuk mencapai target produksi budidaya dalam lima tahun ke depan (tahun 2024) mencapai 763.768 ton sesuai skenario pertama dan 1.218.202 ton di bawah skenario kedua.

"Untuk memproduksi tepung ikan dalam jumlah ini, kami membutuhkan paling sedikit 4.646.835 ton ikan utuh di bawah skenario pertama dan 6.919.005 ton ikan utuh di bawah skenario kedua," bebernya.

Menutut Rokhmin, masih ada beberapa permasalahan dalam hal data. "Kami benar-benar tidak tahu seberapa besar produksi tepung ikan lokal maupun sumbernya. Kami tidak tahu berapa banyak yang dihasilkan dari industri pengolahan (tuna, surimi, pelagis kecil, dll). Kami memiliki perkiraan permintaan, pengetahuan tentang impor dan daftar pabrik (dan kapasitasnya) tetapi tidak mengetahui tingkat produksi," akunya.

Meski begitu, langkah selanjutnya untuk komite pengarah adalah mengembangkan strategi dan rencana kerja lima tahun untuk memastikan bahwa perluasan produksi akuakultur yang diusulkan dapat dicapai, dan berkelanjutan. Selanjutnya, memiliki basis informasi yang kuat sangat penting untuk mendukung strategi yang akan disiapkan sebagai bagian dari proyek ini.

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER