Marc Lipsitch
70% Populasi Dunia Akan Terinfeksi Korona dalam Satu Tahun Ke depan
- Beranda /
- Kabar /
- Internasional /
- Jumat, 6 Maret 2020 - 11:49 WIB
Apabila populasi dunia saat ini adalah 7,52 miliar jiwa, maka 70?ri itu adalah 5,2 miliar lebih. Laporan tersebut menyatakan, 4 dari virus corona yang saat ini diketahui menginfeksi manusia dan mudah menyebar ke seluruh dunia karena gejala ringan.
TOKOHKITA. Marc Lipsitch, profesor epidemiologi dari Universitas Harvard di Amerika Serikat (AS) memperkirakan dalam masa 1 tahun ke depan, 40% hingga 70?ri populasi dunia dapat terinfeksi virus korona, dikutip Sindonews.
Meskipun demikian, hal ini tidak berarti setiap orang yang terinfeksi akan memiliki gejala yang parah. Sebagian besar pasien mungkin memiliki gejala ringan atau bahkan tanpa gejala.Tingkat kematian mirip dengan influenza. Hanya saja pasien dengan penyakit kronis dan lansia yang lebih berisiko.
Apabila populasi dunia saat ini adalah 7,52 miliar jiwa, maka 70?ri itu adalah 5,2 miliar lebih. Laporan tersebut menyatakan, 4 dari virus corona yang saat ini diketahui menginfeksi manusia dan mudah menyebar ke seluruh dunia karena gejala ringan.
Marc Lipsitch percaya bahwa COVID-19 kemungkinan akan menjadi virus corona kelima yang dapat menyebar luas di antara manusia. Jika wabah belum bisa dikendalikan, maka di masa mendatang istilah musim pilek dan influenza dapat menjadi musim pilek, influenza, pneumonia Wuhan. Sebelum pernyataan Marc Lipsitch, pendapat serupa telah diajukan oleh ahli dari Kanada dan AS lainnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan para ahli kesehatan memperingatkan bahwa virus corona masuk kategori pandemi Penyakit X yang bisa membunuh 80 juta umat manusia. Virus korona baru yang mematikan cocok dengan apa yang disebut kategori Penyakit X, seorang pakar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan.Bahkan sebelumnya Para ilmuwan sebelumnya memperingatkan bahwa wabah penyakit menular yang belum diketahui bisa menghapus 80 juta dan menyebabkan pandemi mematikan.
Beberapa waktu lalu, Marc Lipsitch, mengungkapkan kemungkinan telah adanya virus corona di Indonesia yang belum terdeteksi. Pernyataan ini kemudian direspons oleh pihak-pihak di Indonesia, termasuk Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto. Namun, bagaimana kesimpulan tentang virus corona di Indonesia tersebut dapat diperoleh? Peneliti Harvard yang melakukan riset tentang virus corona di Indonesia ini adalah Marc Lipsitch, seorang ahli epidemiologi di Harvard University.
Mengutip wawancara yang diunggah oleh salah seorang mahasiswi Harvard University, Nadhira Afifa dengan Profesor Marc Lipsitch di YouTube, riset yang dilakukan adalah prediksi dengan pemodelan matematis.
Intinya beliau membuat local linear regression model yang membandingkan antara data of the travelling volume dari Wuhan dibandingkan dengan jumlah kasus negara di mana dilakukan pengawasan tinggi," kata Nadhira sebelum memulai wawancaranya. Berdasarkan hasil studi, Profesor Lipsitch memprediksi setidaknya lima kasus virus corona telah ada di Indonesia.
Dalam wawancara tersebut, Profesor Lipsitch mengungkapkan bahwa saat ini, dunia cenderung fokus pada kasus-kasus dari luar, atau exported cases. Tetapi juga fokus pada transmisi virus ini secara lokal. "Sebab, diyakini bahwa data dari China menggambarkan jumlah keseluruhan kasus yang sebenarnya tersebar di dunia. Jadi, kita berharap pada semua negara untuk mendeteksi kasus secara efektif dan menyimpulkan apa yang terjadi di China," kata Profesor Lipsitch. Menurutnya, tujuan dari penelitian yang ia lakukan adalah untuk melihat apakah kasus yang sudah terdeteksi benar-benar telah menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya terjadi.
Atas dasar tujuan tersebut, pada penelitiannya, dihitung hubungan statistik antara jumlah pengunjung ke sebuah negara dengan jumlah kasus yang terdeteksi. "Dari perhitungan ini, diperoleh rata-rata secara international bahwa ada 14 wisatawan atau pengunjung per hari, diasosiasikan dengan munculnya satu kasus yang terdeteksi, yang kami pantau selama periode penelitian kami," lanjutnya. Berdasarkan standar tersebut, Indonesia diduga sudah memiliki lima kasus virus corona. Namun, hingga kini belum ada satu pun kasus virus corona yang terdeteksi di Indonesia. Profesor Lipsitch mengatakan bahwa di awal penelitian, ia tidak memfokuskan pada negara tertentu, tetapi seluruh negara. "Tujuan kami bukan untuk menilai kualitas dari sebuah negara, tetapi sebagai contoh dalam situasi ini, ketika seharusnya kasus infeksi diduga telah ada dan belum terdeteksi," jelas Profesor Lipsitch.
Penemuan lain Hasil temuan di atas yang menyebutkan Indonesia disebut sebagai salah satu titik awal penelitian. Selain itu, dalam penelitiannya, Profesor Lipsitch juga menyebutkan bahwa negara yang telah mendeteksi kasus virus corona seperti Thailand, juga kemungkinan masih memiliki banyak kasus yang tidak berhasil dideteksi. "Semakin saya mendalami ini, saya juga menemukan bahwa bahkan Singapura yang memiliki frekuensi deteksi paling tinggi dibandingkan negara lain, menemukan lebih banyak kasus dari yang kami duga," tambahnya. Profesor Lipsitch mengatakan bahwa Singapura juga menemukan masih banyaknya kasus yang terlewat karena tidak dapat dideteksi. Misalnya seperti kasus awal COVID-19 yang masih di tahap introduksi atau belum menunjukkan gejala.
"Jadi, adanya kasus yang terlewat bukanlah penghinaan karena setiap negara mungkin saja mengalaminya. Ini hanyalah sebuah peringatan atau alarm," ungkap Profesor Lipsitch. Ia mengungkapkan kondisi ini patut diwaspadai dan tanggapi. "Seperti apa yang saya katakan ke banyak orang, fungsi dari Public Health adalah untuk menemukan potensi masalah dan memperingatkan pihak yang mungkin akan terkena dampaknya," tuturnya. "Tidak berarti potensi masalah selalu akan menjadi kenyataan, tapi sudah sepatutnya kita memberi 'alarm'," tambahnya.
Editor: Tokohkita