Rokhmin Dahuri

Ini Program Quick Wins Agar Perikanan Tangkap Indonesia Maju

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Daerah /
  4. Rabu, 29 Januari 2020 - 16:23 WIB

Acara rapat kerja teknis dihadiri oleh sekitar 400 peserta dari lingkup Ditjen Perikanan Tangkap, para kepala Dinas Kelautan dan Perikanan dan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Beppada) dari 34 provinsi, perwakilan nelayan Pantura, Natuna, dan Anambas dan lainnya.

TOKOHKITA. Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB, Prof. Rokhmin Dahuri menyampaikan konsep “Pengembangan Kebijakan Pembangunan Perikanan Tangkap Yang Maju, Mensejahterakan dan Berkelanjutan Berbasis IPTEKS” pada Rapat Kerja Teknis Ditjen Perikanan Tangkap di Hotel Windham, Palembang, Sumutra Selatan, Rabu (29/1/2020).

Acara rapat kerja teknis dihadiri oleh sekitar 400 peserta dari lingkup Ditjen Perikanan Tangkap, para kepala Dinas Kelautan dan Perikanan dan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Beppada) dari 34 provinsi, perwakilan nelayan Pantura, Natuna, dan Anambas dan lainnya.

Dalam kesempatan tersebut, Rokhmin menawarkan 19 Kebijakan Jangka Menengah-Panjang (2020-2045) untuk mewujudkan perikanan tangkap yang maju, mensejahterakan nelayan dan berkealanjutan. Selain itu, menawarkan delapan program Quick Wins (2020- 2022); Pertama, penyelesaian dan operasionalisasi 14 SKPT (Sentra Kawasan Industri Perikanan dan Kelautan Terpadu) dengan menggandeng perusahaan swasta nasional, BUMN dan BUMD atau perusahaan swasta global sebagai penghela atau penarik.

Kedua, pengendalian dan pengaturan cantrang serta alat tangkap aktif lainnya (bukan moratorium). Ketiga, pengoperasian kapal eks asing yang sah dan berstandar nasional Indonesia (SNI) oleh koperasi nelayan, BUMN, swasta nasional, atau swasta global denga skema KSO untuk swasta nasional, 75 ABK dari nelayan Indonesia, dan ikan hasil tangkap diproses di Indonesia.

Keempat, perubahan pembatasan ukuran kapal maksimal 150 GT. Kelima, perubahan kebijakan transhipment. Keenam, perbaikan PHP perikanan. Ketujuh, reformasi perizinan perikakan. Kedelapan, penambahan armada kapal ikan modern nasional > 60 GT di ZEEI Laut China Selatan dan Laut Natuna Utara serta operasionalisasi SKPT Natuna.

Menurut Rokhmin kebijakan-kebijakan tersebut perlu diperhatikan karena sektor kelautan dan perikanan khususnya perikanan tangkap masih banyak menghadapi tantangan dan permasalahan. Sebab, sekitar 40% nelayan masih hidup dibawah garis kemiskinan dengan pendapatan kurang dari US$ 300 atau setara Rp 4,2 juta per bulan. 'Sehingga kontirbusi sektor kelautan dan perikanan di subsektor perikanan tangkap terhadap PDB masih sangat rendah, yakni 2,6%  dan 1,2%," terangnya.

Di sisi lain, nilai ekspor perikanan juga masih sangat kecil yakni sekitar US$ 4 miliar. "Bandingkan dengan Thailand US$ 12 miliar, dan Vietnam US$ 9 miliar," sebut Rokhmin. Dengan masih rendahnya kontribusi ekspor perikanan ini juga tidak terlepas dari kondisi yang mana sebagian besar atau 98% nelayan kita masih tradisional dengan ukuran kapal kurang dari 20 GT.

Lagipula, fishing gears atau alat-alat yang dipergunakan unutuk tujuan menangkap ikan masih kurang efisien, sehingga produktivitas CPUE (Catch Per-unit of effort) hasil tangkapan per unit alat tangkap masih rendah. "Mayoritas nelayan juga belum menerapkan best handling practices, sehingga kualitas ikan rendah," ungkap Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara ini.

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER