Rokhmin Dahuri Beberkan Pendekatan Islam Atasi Ketimpangan Sosial

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Nasional /
  4. Jumat, 22 April 2022 - 19:27 WIB

Ternyata kekayaan empat orang terkaya yang senilai US$ 25 milair atau sekira Rp 335 triliun sama dengan total kekayaan 100 juta orang termiskin atau 40% penduduk Indonesia.

TOKOHKITA. Dalam 250 tahun terakhir, ekonomi dunia tumbuh sangat tidak merata. Misalnya, pada tahun 2010, orang terkaya di dunia dari 388 orang memiliki lebih banyak kekayaan daripada seluruh separuh bawah populasi dunia (3,3 miliar orang). Malangnya, pada tahun 2017, kelompok terkaya yang memiliki kekayaan melebihi setengah populasi dunia terbawah telah menyusut menjadi hanya delapan orang. 

"Ketimpangan kekayaan yang begitu tinggi telah terjadi tidak hanya antar negara, tetapi juga di dalam negara jika merujuk data Oxfam International, 2019," terang  Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri pada Diskusi Online Ramadhan 1443 H “Islam dan Ketimpangan Sosial” Majelis Rayon KAHMI, Universitas Hasanuddin,  Makassar,  Jumat (22/4/2022).

Bagaimana dengan di Indonesia? Rokhmin mengungkapkan, ternyata  kekayaan empat orang terkaya yang senilai US$ 25 milair atau sekira Rp 335 triliun, sama dengan total kekayaan 100 juta orang termiskin atau 40% penduduk Indonesia.  "Sekarang, menurut Institute for Global Justice, 175 juta hektare atau 93% luas daratan Indonesia dikuasai oleh para konglomerat (korporasi) nasional dan asing. Itu yang namanya oligarki yang berkolaborasi dengan politikus nakal,” kata Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu.

Kemudian, bentuk ketimpangan lain, dari data tahun 2005–2014, 10% orang terkaya Indonesia menambah tingkat konsumsi mereka sebesar 6% per tahun. Sementara, menurut Bank Dunia, 40% rakyat termiskin, tingkat konsumsinya hanya tumbuh 1,6% per tahun. Bahkan pada 2014, total konsumsi dari 10% penduduk terkaya setara dengan total konsumsi dari 54% penduduk termiskin.  "Sekitar 0,2% penduduk terkaya Indonesia menguasai 66% total luas lahan nasional," sebut Rokhmin.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi negara-negara maju pada 2021 meningkat dari 4,9% menjadi 5,2%. Sebaliknya, di negara-negara miskin menurun dari 6,7% menjadi 5,9% (IMF, 2021) akibat terdampak pandemi. “Covid-19 bukan meningkatkan solidaritas dan saling memberi malah menyebabkan ketimpangan kaya vs. miskin semakin melebar. Itulah kekurangajaran dan kemunafikan dari kapitalisme,” tukas Rokhmin.

Bagaimana ajaran Islam dalam memandang pola hidup yang konsumtif hidup konsumtif, boros, dan hedonis serta penumpukan harta? Menurutnya semua itu sebagai penyebab utama ketimpangan sosial. 

Rokhmin memaparkan, sejak 15 abad lalu, Islam seperti yang tersurat dan tersirat dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah saw telah mengharamkan semua bentuk praktek ekonomi atau muamalah yang mengakibatkan penumpukan harta pada segelintir orang (kelompok masyarakat) dan ketimpangan sosial.  “Kita simpulkan bahwa yang namanya praktek ekonomi atau muamalah yang mengakibatkan penumpukan harta benar-benar dilarang oleh ajaran Islam,” tegasnya.

Islam secara tegas melaranng pertama riba (QS. 2: 275, 276, 278, dan 279). Kedua, melarang menghisap keringatnya orang-orang yang bekerja kepada kita dengan memberikan upah (salary) yang kecil (tidak mensejahterakan pekerja). Ketiga, praktek penimbunan modal dan barang, seperti kasus mafia minyak goreng yang tengah berlangsung sekarang, dan perbuatan lain yang menyebabkan ketimpangan sosial

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (QS. Al-Hasyr [59]: 7).

“Betapa indahnya Islam praktek riba yang menyesengsarakan umat manusia seluruh dunia kalau dipraktekan diancam dengan neraka. Karena riba itu menjadi sumber masalah dari segala masalah kemanusiaan,” katanya.

Tak cuma itu, Islam pun mengharamkan pola hidup (life style) yang membuat manusia menumpuk harta dari jalan haram, dan menggunakannya untuk kemaksiatan, seperti: konsumtif, boros, berlebihan (excessive), hedonis; dan 5 M (mabok, madon/zina, maen/berjudi, maling/mencuri, dan madat/narkoba).

Bahkan, Islam mewajibkan umatnya untuk hidup sederhana, tidak boros. Islam mengajarkan tidak boleh membuang-buang air meski saat berwudlu, dan tidak memubazirkan SDA. Islam juga mengajarkan “Makanlah pada saat lapar, dan berhentilah sebelum kenyang”. Sebab, kekenyangan  merupakan bagian dari perbuatan yang melampaui batas.

Sebaliknya, Islam mewajibkan umatnya untuk menyayangi bukan hanya manusia (muslim maupun non-muslim), tetapi juga semua makhluk ciptaan Allah Azza wa Jalla (rahmatan lil a’lamin) (QS. Al-Anbiya [21]: 107).

Untuk mengatasi pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan sosial-ekonomi, Islam mewajibkan umatnya untuk mengeluarkan zakat fitrah dan zakat mal; mensunahkan infaq, sodaqoh, dan waqaf berupa harta benda, tenaga, fikiran, IPTEK, dan amal saleh lainnya.  Kewajiban ini antara lain terdapat pada QS.2: 43 dan 254.

Sebagai kilas balik sejarah, Rokhmin memaparkan, potret kondisi kehidupan manusia di masa kejayaan umat islam (The Golden Age Of Moslem), yaitu sejak Fathu Makkah (630 M/Abad-7) sampai Abad-17.

Adapun potret kehidupan masyarakat dunia yang maju, adil-makmur di zaman keemasan umat Islam  (Abad-7 sampai Abad-17) konsepnya mirip dengan peradaban bangsa berbasis Pancsila. Yang terang, ketika umat Islam melaksanakan Islam secara kaffah dan ittiba’ (Fatukh Makkah s/d sebelum Revolusi Industri) umat Islam menguasai IPTEK, maju, hidup sejahtera, dan menguasai 2/3 wilayah dunia. 

"Saat itu, umat Islam menjadi pusat keunggulan (center of excellence) IPTEK dunia, dan para ilmuwan dan teknolog dari seluruh penjuru dunia belajar kepada ilmuwan dan teknolog muslim secara gratis, yang tidak perlu hak paten," sebut Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara itu.

Bahkan, Rokhmin bilang, perguruan tinggi pertama dan terbaik di dunia adalah Bayt Al-Hikmah di Baghdad pada 832 M, di masa Khalifah Al-Mansur (754–775 M) dan Al-Ma’mun (813–833 M), Kekhilafahan Abasyiah. “Oxford University dan Sorbone University meniru Bayt Al-Hikmah,” ungkap Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany itu.

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER