Wayan Supadno

Pertumbuhan dan Pemerataan

  1. Beranda /
  2. Opini /
  3. Sabtu, 6 April 2019 - 01:51 WIB

Wayan Supadno/Dokumen pribadi
Wayan Supadno
Foto: Dokumen pribadi

Pandangan saya pribadi, kenapa pengusaha asing (PMA) banyak berdatangan, karena di Indonesia dianggap minim pesaingnya, peluangnya banyak bertaburan di kelopak mata dan kaya akan bahan- bahan yang dibutuhkan dunia di masa sekarang dan mendatang.

Ilustrasi sederhana hal pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, ibarat lomba ketangkasan lintas medan tingkat peleton, dengan segala hambatan halangan dan rintangan, agar cepat sampai tujuan dalam keadaan utuh, tanpa ada yang tercecer. Akan jadi sia-sia belaka di mata dewan juri jika yang sampai finish hanya 3 orang dari total 36 orang dan sisanya tercecer tidak jelas.

Sekitar tiga minggu lalu, saya dapat tamu Pejabat Kementerian Setingkat Eselon 1 (Deputi) berjam- jam kami diskusi panjang lebar, sejak sore hari hingga jam 23.00 baru bubar, menyenangkan sekali karena bahasan kami hal kebijakan makro dan sebagian teknis.

Pendek kata, saya tanya hal tupoksi pada jabatannya, karena atas usulan pemikiran sedang menjabat, lalu dalam hati merasa begitu berarti prestasinya sekalipun publik tidak tahu, sehingga usulan ke R1 1 bisa membuat warna baru Indonesia lebih baik lagi.

Katanya, jumlah wirausahawan kita pada 3 tahun terakhir naik tajam, itu yang diakui sebagai prestasi emasnya, pada 3 tahun lalu hanya 1,67% kini jadi 3,7%. Walaupun idealnya minimal 5?ri total penduduk. Artinya, masih kurang 2% lagi setara dengan 5,5 juta orang lagi.

Selama ini cara yang ditempuh ada dua, yaitu membangun sumber daya manusia (SDM) mandiri dengan konsep inkubator melalu lembaga pendidikan maupun latihan dan memperbaiki iklim usaha dengan merangsang agar berusaha  yaitu menurunkan bunga bank bagi UKM yang dulunya 23%/tahun jadi 7%/tahun pada skim KUR (kredit usaha takyat) BRI, sekaligus ragam fasilitis prosedur kemudahan berusaha (mendirikan usaha).

Pembangunan ekonomi sebuah bangsa sukses tidaknya banyak parameternya, namun paling mendesak saat ini di Indonesia adalah menekan angka rasio gini (ketimpangan) dengan cara memacu pertumbuhan dan pemerataan pendapatan. Ini masalah paling seius bangsa kita saat ini, itu ujarnya.

Jika itu tidak kita atasi besama dengan cepat akan berpotensi jadi sumber konflik sosial di masa depan.
Hal paling menarik bagi saya saat kami diskusi, tingginya proporsi jumlah kemiskinan justru adanya di pedesaan, kondisi ini ironis sekali bagi bangsa agraris. Terlebih jika nilai tukar petani (NTP) kita masih tergolong sangat rendah, sehingga berdampak labilnya terhadap naiknya angka inflasi akibat harga pangan yang fluktuatif.

Lalu, saya tanya  paling mudah mengatasi masalhnya ternyata kami sepaham bahwa penambahan jumlah pelaku usaha riil (wirausahawan) adalah suatu keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kalau bisa sebanyak mungkin pada kesempatan pertama. Itulah lokomotif yang membawa banyak gerbong perubahan nyata.

Pandangan saya pribadi, kenapa pengusaha asing (PMA) banyak berdatangan, karena di Indonesia dianggap minim pesaingnya, peluangnya banyak bertaburan di kelopak mata dan kaya akan bahan- bahan yang dibutuhkan dunia di masa sekarang dan mendatang.

Indah sekali dan kaya raya Indonesia kita, bisa jadi anugerah tapi juga bisa jadi malapetaka jika lalai. Bagaimana kiatnya, semua menyadari, semua berpartipasi, ilmu dicari untuk dipahami lalu dikerjakan secepatnya. Bukan sekedar dipahami lalu hanya diwacanakan saja.

*Pengusaha dan praktisi pertanian juga banyak menjadi pembicara pada pelatihan dan seminar seputar bisnis investasi di sektor agribisnis.

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER