Dialog Budaya NAWA 2023

Strategi Agar Musik Tradisional Tetap Relevan bagi Kaum Muda

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Nasional /
  4. Jumat, 14 Juli 2023 - 16:49 WIB

Banyaknya suku bangsa yang mendiami kepulauan Indonesia melahirkan beragam seni budaya dari masa ke masa, tak terkecuali lagu daerah dan instrumennya. Dalam perjalanannya, produk kultur tersebut menjadi bagian dari identitas bangsa. Namun tantangan muncul tatkala musik dari negara-negara lain menggempur telinga masyarakat Tanah Air.

TOKOHKITA. Menjaga kelestarian musik tradisional bukanlah perkara mudah. Setidaknya hal itu yang dirasakan oleh para panelis dalam dialog kebudayaan bertajuk “Musik Tradisional: Menolak Sunyi di Tengah Deru Modernisasi” yang digelar di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Jumat (14/7).

Dialog kebudayaan yang merupakan bagian dari rangkaian Nusantara Academic Writing Awards (NAWA) 2023 tersebut mengundang sejumlah pembicara termasuk musisi senior Viky Sianipar, Direktur Nusantara Institute Sumanto Al Qurtuby, dan Koordinator Apresiasi dan Literasi Musik, Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Edi Irawan.

Banyaknya suku bangsa yang mendiami kepulauan Indonesia melahirkan beragam seni budaya dari masa ke masa, tak terkecuali lagu daerah dan instrumennya. Dalam perjalanannya, produk kultur tersebut menjadi bagian dari identitas bangsa. Namun tantangan muncul tatkala musik dari negara-negara lain menggempur telinga masyarakat Tanah Air.

Menyikapi hal tersebut, musisi senior Viky Sianipar berpendapat bahwa mengolah musik tradisional dengan cara yang tepat telah menjadi suatu tantangan yang perlu diatasi. “Di dunia musik tradisional menurut saya yang kurang itu pengemasannya, karena kurang dan tidak ada pengarahnya. Akhirnya, pelaku-pelaku instrumen berusaha mengemas dengan pengetahuan yang minim.”

Profesor Sumanto Al Qurtuby yang juga seorang pakar antropologi dari King Fahd Petroleum University menambahkan bahwa, “Semua ini tergantung bagaimana kreativitas para pelaku seniman dan musisi musik tradisional tentang cara mengemas dan beradaptasi dengan proses perubahan zaman. Musik tradisional yang tidak bisa beradaptasi otomatis akan ditinggalkan, tapi musik tradisional yang bisa beradaptasi akan survive dan berkembang”.

Di sisi lain, pemerintah juga menyiapkan langkah untuk memastikan musik tradisional tetap mendapat tempat di telinga masyarakat. Edi Irawan mengatakan perlu upaya perlindungan dan pengembangan ekosistem musik tradisional dengan memfasilitasi serta memberikan kesempatan kepada musisi muda Indonesia untuk mengembangkan karya mereka.

“Siapa yang akan mendengarkan karya musik tradisional, jika tidak ada apresiatornya. Jadi yang perlu kita lakukan tidak hanya mengembangkan ‘pengemasan’ musik tradisional, namun membangun minat masyarakat Indonesia akan musik tradisional. Musik adalah bahasa universal dan saya yakin dengan segala kekhasannya, musik tradisional Indonesia dapat meraih panggung internasional.”

Adapun Nusantara Academic Writing Awards adalah hasil kerjasama antara Nusantara Institute dengan Bakti BCA yang berkegiatan memberikan penghargaan akademik atas tesis magister atau disertasi doktor terbaik yang mengangkat isu terkait tradisi, kebudayaan, keagamaan, dan kerajaan lokal di Indonesia. Ajang ini adalah tahun kelima setelah digelar untuk pertama kali pada 2019 silam.

Mereka yang menerima penghargaan NAWA 2023 adalah Pande Putu Yogi Arista Pratama (S3, Universitas Negeri Semarang); Frengki Nur Fariya Pratama (S2, Universitas Diponegoro); Ahmad Saefudin (S3, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga); Shienny Megawati Sutanto (S3, Institut Seni Indonesia-Denpasar); Ida Bagus Gede Surya Peradantha (S3, Institut Seni Indonesia-Surakarta); Uun Triya Tribuce (S2, Universitas Brawijaya); Ayu Kristina (S2, Universitas Gadjah Mada).

Salah satu pilar dalam program Bakti BCA adalah Bakti Budaya yang merupakan perwujudan komitmen BCA dalam melestarikan ragam seni, budaya, dan tradisi nusantara. Program ini mengusung kolaborasi dengan sejumlah pelaku kesenian dan industri kreatif, merangkul generasi muda untuk turut melestarikan budaya bangsa, serta diselenggarakan secara holistik di penjuru tanah air.

Direktur BCA Antonius Widodo menjelaskan bahwa BCA senantiasa menempatkan diri sebagai perbankan nasional yang mendukung pemerintah dan komunitas seni & budaya dalam pelestarian dan kemajuan kebudayaan dalam berbagai bentuk, tak terkecuali musik tradisional. “Perwujudan komitmen BCA dalam memajukan seni, budaya, dan tradisi nusantara lainnya telah dilakukan sejak 2019.

Program ini mencakup kompetisi, penghargaan publikasi karya seni, dan lainnya. Dalam pelaksanaannya, BCA melibatkan langsung generasi muda agar turut aktif dalam melestarikan sekaligus mengembangkan seni budaya sesuai dengan ragam bahasa masa kini.”

EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn mengaku dirinya sangat senang bahwa BCA terus konsisten mendukung kegiatan pelestarian kebudayaan Indonesia.

“Dukungan BCA terhadap pelestarian kebudayaan tidak lepas dari inisiatif dan semangat berbagai pihak seperti pemerintah, akademisi, pakar, serta Nusantara Institute yang memungkinkan acara ini digelar. Seperti halnya sektor lain, sudah sepatutnya para peneliti dan akademisi di sektor kebudayaan memperoleh apresiasi seperti yang dilakukan oleh NAWA.” ungkap Hera.

Sebelum berpartisipasi dalam rangkaian NAWA, BCA telah memiliki riwayat panjang dalam mendukung pelestarian dan kemajuan budaya nusantara. Beberapa di antaranya adalah program “Wayang for Student” yang telah memberikan pelatihan dan pendampingan kepada generasi muda dalam melestarikan seni budaya wayang sejak tahun 2012. Atas konsistensi program budaya tersebut, BCA memecahkan rekor MURI sebagai “Perusahaan dengan Kegiatan Pelestarian Budaya Wayang Terbanyak”.

Tidak hanya itu, untuk pertama kalinya, BCA menyelenggarakan pagelaran drama wayang berjudul “Hanoman: Ada Apa dengan Shinta?” dan pameran komik strip wayang pada Maret 2023. Pagelaran ini melibatkan lebih dari 100 pemuda dan pelajar bertalenta, serta mencatat lebih dari 1.000 pengunjung yang berasal dari kalangan pelajar, mahasiswa, hingga pihak kementerian/lembaga yang terkait dengan kebudayaan.

BCA juga terlibat aktif dalam pelestarian wastra khas Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT). Berkolaborasi dengan Perkumpulan Warna Alam Indonesia, BCA turut membina 28 perempuan penenun di sana untuk melestarikan tenun khas Timor Tengah Selatan dan menjadikannya produk eco-fashion yang memberikan manfaat ekonomi bagi warga setempat, sekaligus turut melestarikan lingkungan.

Kontribusi BCA terbaru dalam melestarikan warisan budaya Indonesia adalah dukungan terhadap rangkaian “Satu dalam Cita”. Rangkaian tersebut merupakan gelaran budaya yang di dalamnya terdapat pementasan Sudamala: Dari Epilog Calon Arang, Royal Heritage Dinner,  Sudamala Tour, Pasar Kangen di Solo, dan Lokakarya Kesenian di Pura Mangkunegaran, Solo.

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER