Rokhmin Dahuri

Perikanan Budidaya dan Tangkap Berperan dalam Menjamin Ketahanan Pangan

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Internasional /
  4. Selasa, 24 Oktober 2023 - 17:36 WIB

Untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin meningkat; seluruh sektor pembangunan termasuk perikanan budidaya dan perikanan tangkap harus mampu meningkatkan produksi, produktivitas, efisiensi, daya saing, inklusivitas, dan keberlanjutan.

TOKOHKITA. Di dunia yang tidak dapat diprediksi dan penuh kekacauan ini, hanya sedikit hal yang dapat dipastikan. Namun ada satu hal yang dapat kita yakini secara relatif, yakni permintaan yang tidak dapat terpuaskan akan produk dan jasa dengan kualitas lebih tinggi akan terus meningkat.  Sementara pada saat yang sama ketersediaan sumber daya alam yang diperlukan untuk memenuhi permintaan tersebut semakin berkurang atau akan semakin berkurang dan tetap terbatas. 

Demikian diutarakan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS dalam  10th International Conference on Fisheries and Aquaculture 2023 “Towards Improving Climate Resilience Of Aquaculture And Fisheries In The Blue Economy” The International Institute of Knowledge Management, Bali, 24-25 Oktobeber 2023.

Menurut Rokhmin situasi tersebut lantaran kita hidup dalam Revolusi Industri Keempat (Industri 4.0), krisis tiga ekologis (pencemaran, hilangnya keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim global), dan meningkatnya era ketegangan geopolitik global yang semakin ditandai dengan VUCA yakni  volatile, U=uncertain, complex, dan ambiguous.

Rokhmin menjelaskan, permintaan terhadap produk dan jasa yang berkualitas semakin meningkat didorong oleh meningkatnya jumlah populasi manusia, daya beli masyarakat, dan gaya hidup yang konsumtif. Yang terang, permintaan terhadap produk dan jasa tidak hanya mencakup kebutuhan dasar manusia yang meliputi pangan, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan, namun juga kebutuhan sekunder dan tersier seperti transportasi, telepon seluler, komputer, kosmetik, kesehatan, rekreasi, dan pariwisata.

Atas dasar itu, dunia perlu memproduksi setidaknya 50% lebih banyak pangan untuk memberi makan sekitar 9 miliar orang pada tahun 2050 mendatang. Namun perubahan iklim dapat mengurangi hasil panen hingga lebih dari 25%. Lahan, keanekaragaman hayati, lautan, hutan, dan bentuk-bentuk kekayaan alam lainnya sedang mengalami pengikisan pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

"Merujuk data Bank Dunia, jika kita tidak mengubah cara menanam pangan dan mengelola sumber daya alam, ketahanan pangan—terutama bagi kelompok termiskin di dunia—akan terancam," ungkap  Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan RI 2020–2024. .

Rokhmin bilang, untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin meningkat; seluruh sektor pembangunan termasuk perikanan budidaya dan perikanan tangkap harus mampu meningkatkan produksi, produktivitas, efisiensi, daya saing, inklusivitas, dan keberlanjutan.

Sejak awal abad ke-20, perikanan tangkap dan akuakultur telah memainkan peran penting dalam menyediakan pangan (terutama protein hewani), meningkatkan nutrisi dan pola makan yang sehat, menciptakan lapangan kerja (kesempatan kerja), dan mengentaskan kemiskinan di seluruh dunia.

Pada tahun 2020, produksi perikanan tangkap dan akuakultur mencapai rekor tertinggi sepanjang masa sebesar 214 juta ton yang terdiri dari 178 juta ton hewan air dan 36 juta ton alga, senilai sekitar USD 424 miliar. Produksi fauna akuatik (ikan, krustasea, dan moluska) pada tahun 2020 60 persen lebih tinggi dibandingkan rata-rata pada tahun 1990an, jauh melampaui pertumbuhan populasi manusia dunia, terutama karena peningkatan produksi akuakultur.

Konsumsi global makanan perairan (tidak termasuk alga) telah meningkat rata-rata sebesar 3 persen sejak tahun 1961, dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan populasi manusia sebesar 1,6 persen. "Kita mengonsumsi lebih banyak makanan akuatik dibandingkan sebelumnya, sekitar 22,2 kg per kapita pada tahun 2020 – lebih dari dua kali lipat tingkat konsumsi 50 tahun yang lalu," ujar Rokhnin.

Menurut  Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) ini, secara global, pangan akuatik (ikan dan biota akuatik lainnya) yang dihasilkan melalui perikanan tangkap dan akuakultur menyediakan sekitar 17 persen protein hewani, dan mencapai lebih dari 50 persen di beberapa negara di Asia dan Afrika (FAO, 2022).

"Di Indonesia, sekitar 65 persen dari total asupan protein hewani masyarakat Indonesia berasal dari fauna akuatik," sebut Rokhmin. 

Selanjutnya,  sektor perikanan (perikanan tangkap dan budidaya perikanan) menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 58,5 juta orang dalam produksi primer (kegiatan di lahan pertanian) saja, dimana sekitar 21 persennya adalah perempuan. Termasuk pekerja subsisten dan sektor sekunder (industri hulu dan hilir), dan tanggungan mereka, diperkirakan sekitar 600 juta mata pencaharian bergantung setidaknya sebagian pada perikanan tangkap dan akuakultur.

"Perdagangan internasional komoditas dan produk perikanan tangkap dan akuakultur menghasilkan sekitar US$ 151 miliar pada tahun 2020, turun dari rekor tertinggi sebesar US$ 165 miliar pada tahun 2018 yang sebagian besar disebabkan oleh pandemi Covid-19," katanya.

Sebab itu,  perikanan budidaya dan perikanan tangkap memiliki peran dalam menjamin ketahanan pangan dan nutrisi, menyediakan lapangan kerja, dan mengentaskan kemiskinan akan menjadi lebih penting di masa depan. Total produksi hewan akuatik diperkirakan akan mencapai 202 juta ton pada tahun 2030, terutama karena pertumbuhan budidaya perikanan yang berkelanjutan, yang diproyeksikan mencapai 100 juta ton untuk pertama kalinya pada tahun 2027 dan 106 juta ton pada tahun 2030.

"Perikanan tangkap global diproyeksikan akan pulih, meningkat sebesar 6 persen dari tahun 2020 hingga mencapai 96 juta ton pada tahun 2030 sebagai hasil dari perbaikan pengelolaan perikanan; sumber daya yang kurang ditangkap; dan mengurangi pembuangan, limbah, dan kerugian," pungkas Rokhmin.

 

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER