Rokhmin Dahuri
Wilayah Pesisir dan Terpencil Masih Jadi Beban Pembangunan
Pada umumnya PPK, daerah terpencil, daerah perbatasan (terdepan), dan daerah tertinggal justru menjadi beban pembangunan (cost center), bukan kontributor pembangunan (center of economic growth and prosperity)
TOKOHKITA. Potensi pembangunan dari sumber daya alam (SDA), terutama pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan, dan material bioteknologi di sebagian besar wilayah pesisir, pulau-pulau kecil (PPK), dan daerah tertinggal belum dimanfaatkan secara optimal, produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
Demikian disampaikan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof, Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS pada Focus Group Discussion "Merangkai dan Menginspirasi Gagasan Untuk Negeri“ yang digelar Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) di Aula EDTC Kampus IPB Baranangsiang, Senin (4/9/2023). "Penduduk di wilayah pesisir, PPK, dan daerah tertinggal yakni petani dan nelayan kebanyakan masih miskin," terang Penasehat Ahli Bidang Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu.
Pada umumnya PPK, daerah terpencil, daerah perbatasan (terdepan), dan daerah tertinggal justru menjadi beban pembangunan (cost center), bukan kontributor pembangunan (center of economic growth and prosperity). "Semua fakta di atas disebabkan karena pendekatan dan pola pembangunannya, termasuk sektor pertanian dan sektor KP yang dilakukan secara adhock, dan piece meal, tidak komprehensif, holistik, dan terintegrasi," sebut Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan ini.
Menurut Rokhmin, wilayah pesisir di pulau-pulau besar (seperti Papua, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, dan Halmahera) yang landai, flat areanya luas, dan tanahnya aluvial, pada umumnya memiliki potensi pembangunan tanaman pangan, perikanan budidaya, dan perikanan tangkap yang besar, dan selama ini menjadi lumbung pangan (food basket) Indonesia. Seperti PANTURA, Pantai Timur Sumatera, Bali, dan Lombok Barat.
Sedangkan di wilayah pesisir di pulau-pulau besar itu, permasalahan dan tantangannya adalah alih fungsi lahan pertanian dan tambak udang/ikan menjadi kawasan industri, pemukiman, infrastruktur, dan lainnya. Kedua, penyusutan unit lahan usaha, sehingga tidak memenuhi economy of scale dan terjadi agricultural involution (petani semakin miskin). Ketiga, pemilikan lahan secara in absentee (land bank). Keempat, infrastruktur kurang memadai. Kelima, masalah pencemaran lingkungan.
Selanjutnya, pulau-pulau kecil memiliki flat area, dari garis pantai sampai kaki gunung yang sempit, dan keterbatasan sumber air tawar Sehingga, lahan di pulau-pulau kecil susah dikembangkan untuk usaha pertanian tanaman pangan yang memerlukan lahan luas dan banyak air irigasi," ungkap Rokhmin.
Namun, biasanya di pulau-pulau kecil ini cocok (suitable) untuk usaha budidaya hortikultur, peternakan, dan tanaman pangan yang membutuhkan sedikit air. "Sementara itu, di perairan lautnya cocok dikembangkan untuk budidaya laut seperti ikan kerapu, barammundi, lobster, abalone, kerang mutiara, dan rumput laut," ujarnya.
Editor: Tokohkita