Rokhmin Dahuri

Pangan Punya Peran Strategis bagi Kemajuan Bangsa

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Nasional /
  4. Sabtu, 18 Maret 2023 - 11:59 WIB

Seiring dengan pertambahan penduduk maka permintaan bahan pangan bakal terus meningkat. Namun, sayangnya suplai pangan global sangat fluktuatif dan cenderung menurun

TOKOHKITA. Pangan memiliki peran strategis bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kedaulatan bangsa. Seiring dengan pertambahan penduduk, permintaan bahan pangan bakal terus meningkat. 

Demikian diutarakan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS dalam pembukan Rakernas  Masyarakat Petani dan Pertanian Organik Indonesia (Maporina) di Jakarta, belum lama ini.

“You are What you eat. Kualitas SDM adalah kunci kemajuan sebuah bangsa,” ujar Rokhmin  saat menyampaikan ceramah bertema “Pembangunan Kedaulatan Pangan Menuju Indonesia Emas 2045.” 

Menurut dia, seiring dengan pertambahan penduduk maka permintaan bahan pangan bakal terus meningkat. Namun, sayangnya suplai pangan global sangat fluktuatif dan cenderung menurun akibat alih fungsi lahan pertanian, Global Climate Change (GCC), kerusakan lingkungan, negara-negara produsen pangan mulai membatasi ekspor pangannya karena pandemi Covid-19, GCC, dan ketegangan geopolitik global; dan mafia pangan.

Kemudian, akibat pandemi Covid-19 dan perang Rusia vs Ukraina, dunia menghadapi krisis pangan, energi, dan resesi ekonomi. “Kekurangan pangan dapat memicu gejolak politik yang berakibat kejatuhan Rezim Pemerintahan,” kata Ketua Dewan Pakar Maporina) itu.

Oleh karenanya, kata dia, semua elemen bangsa harus all out. Rokhmin juga mengingatkan pidato Proklamator RI Bung Karno yang berbicara tentang kedaulatan pangan dalam pidato pada Peletakan Batu Pertama Pembangunan Gedung Fakultas Pertanian, IPB di Bogor, 27 April 1952 di Bogor. "Menurut beliau [Soekarno], urusan pangan adalah hidup matinya sebuah bangsa,” ungkapnya.

Bahkan, sambungnya, menurut penelitian FAO suatu negara dengan penduduk lebih dari 100 juta jiwa tidak mungkin bisa maju, sejahtera, dan berdaulat bila kebutuhan pangannya bergantung pada impor. Sektor pertanian (pertanian, kelautan & perikanan, dan kehutanan) menyerap sekitar 36% total angkatan kerja , dan menyumbangkan sekitar 12,4% PDB (BPS, 2022). Sebagai negara maritim dan agraris tropis terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sangat besar untuk berdaulat pangan, dan bahkan feeding the world (pengekspor pangan utama dunia). “Seharusnya kita tidak tiap tahun impor gandum, beras, sagu dan lainnya,” tandas dia.

Ada empat indikator kinerja kedaulatan pangan nasional. Yakni, produksi pangan, khususnya bahan pangan pokok lebih besar dari konsumsi nasional; setiap warga Negara di seluruh wilayah NKRI mampu mendapatkan bahan pangan pokok yang bergizi, sehat, dan mencukupi sepanjang tahun; serta petani, nelayan, peternak dan pelaku usaha sejahtera. “Tidak kalah pentingnya, semua hal di atas itu harus berkelanjutan (sustainable),” tuturnya.

Yang mencemaskan, kata Prof. Rokhmin Dahuri, 1 dari 3 anak di Indonesia mengalami stunting. Dalam jangka panjang, kekurangan pangan di suatu negara akan mewariskan generasi yang lemah, kurang cerdas, dan tidak produktif (a lost generation). Maka, dengan kualitas SDM semacam ini, tidaklah mungkin sebuah bangsa bisa maju dan sejahtera.

“Berdasarkan laporan Kemenkes dan BKKBN, bahwa 30.8% anak-anak kita mengalami stunting growth (menderita tubuh pendek), 17,7?rgizi buruk, dan 10,2?rbadan kurus akibat kurang makanan bergizi. Dan, penyebab utama dari gizi buruk ini adalah karena pendapatan orang tua mereka sangat rendah, alias miskin,” sebut Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2001 – 2004 itu

Bahkan, sambungnya, menurut data UNICEF, Indonesia masih menjadi negara dengan nilai prevalensi stunting yang tinggi (31,8%). Dari nilai ini Indonesia masih kalah dibanding dengan negara tetangga seperti Malaysia (20,9%) dan Filipina (28,7%).

Biaya yang diperlukan orang Indonesia untuk membeli makanan bergizi seimbang (sehat) sebesar Rp 22.126/hari atau Rp 663.791/bulan. “Harga tersebut berdasarkan pada standar komposisi gizi Healthy Diet Basket (HDB),” ujar Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – Sekarang.

Hal itu, jelasnya, atas dasar perhitungan diatas; ada 183,7 juta orang Indonesia (68% total penduduk) yang tidak mampu memenuhi biaya teresebut (Litbang Kompas, 2022 di Harian Kompas, 9 Desember 2022).

Hingga 2022, peringkat Global Innovation Index (GII) Indonesia berada diurutan ke-75 dari 132 negara, atau ke-6 di ASEAN. Pada 2018-2022, indeks daya saing Indonesia semakin menurun, hingga 2022 diurutan ke-44 dari 141 negara, atau peringkat ke-4 di ASEAN. Hingga 2021, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia berada diurutan ke-114 dari 191 negara, atau peringkat ke-5 di ASEAN.

Implikasi dari Rendahnya Kualitas SDM, Kapasitas Riset, Kreativitas, Inovasi, dan Entrepreneurship adalah: Proporsi ekspor produk manufaktur berteknologi dan bernilai tambah tinggi hanya 8,1%; selebihnya (91,9%) berupa komoditas (bahan mentah) atau SDA yang belum diolah.  Sementara, Singapura mencapai 90%, Malaysia 52%, Vietnam 40%, dan Thailand 24%.  (UNCTAD dan UNDP, 2021).

Index Ketahanan Pangan Indonesia berada di peringkat ke 69 dunia. Dari data impor 6 komoditas di atas, secara volumetrik cenderung mengalami peningkatan dari 20,6 Juta Ton (2017) menjadi 22,2 juta ton (2020).

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER