Rokhmin Dahuri

Civitas Universitas Lambung Mangkurat Harus Berperan Wujudkan Indonesia Emas 2045

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. EDUKASI /
  4. Rabu, 28 September 2022 - 23:09 WIB

Rokhmin Dahuri/Istimewa
Rokhmin Dahuri
Foto: Istimewa

Selain bisa hidup sukses dan bahagia, sebagai warga dunia, seluruh civitas academica dan alumni ULM juga diharapkan turut berpartisipasi aktif dalam mewujudkan dunia yang lebih baik dan berkelanjutan, a better and sustainable world

TOKOHKITA. Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS menyatakan, untuk bisa hidup sukses dan bahagia serta mampu berkontribusi signifikan for a better Indonesia and the world, Universitas Lambung Mangkurat (ULM) dan segenap alumninya mesti memahami peta jalan atawa road map Pembangunan Bangsa dalam mewujudkan Indonesia Emas pada 2045. 

Demikian dikatakan Prof. Rokhmin Dahuri dalam paparannya bertema “Peluang dan Tantangan Pendidikan Tinggi di Era Disrupsi Industri 4.0, Perubahan Iklim, dan Dinamika Geopolitik Global yang Kian Dinamis”, dalam orasi ilmiah pada Dies Natalis ke-64 ULM di Aula Auditorium ULM, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Rabu (21/9).

“Seluruh Civitas Academica (Dosen, Mahasiswa, dan Tenaga Non-Akademik) serta para alumni ULM diharapkan dapat lebih berkontribusi signifikan dalam mewujudkan cita-cita Kemerdekaan NKRI, yakni Indonesia yang maju, adil-makmur, dan berdaulat atau Indonesia Emas paling lambat pada 2045,” ujarnya. 

Selain bisa hidup sukses dan bahagia, sebagai warga dunia, seluruh civitas academica dan alumni ULM juga diharapkan turut berpartisipasi aktif dalam mewujudkan dunia yang lebih baik dan berkelanjutan, a better and sustainable world,” sebutnya.

Peta jalan pembangunan Bangsa yang komprehensif dan benar haruslah disusun berdasarkan pada: (1) potensi (modal dasar) pembangunan yang kita miliki; (2) pencapaian dan status pembangunan Indonesia saat ini; (3) permasalahan dan tantangan pembangunan ke depan; dan (4) key global trends (kecenderungan-kecenderungan global utama) yang mempengaruhi pembangunan ekonomi dan peradaban manusia di abad-21 ini.

“Semoga Universitas Lambung Mangkurat (ULM) yang sudah baik, kedepannya akan lebih berprestasi lagi, hingga menjadi a world class university (Universitas Berkelas Dunia),” imbuh Prof. Rokhmin Dahuri

Oleh sebab itu, terangnya, peran perguruan tinggi (PT) dalam mewujudkan Indonesia Emas pada 2045, dan dunia yang lebih baik dan sustainable pada dasarnya adalah berupa: (1) mencetak lulusan yang unggul, (2) hasil penelitian (invensi dan inovasi) yang bermanfaat bagi pembangunan ekonomi dan kehidupan bangsa serta umat manusia, dan (3) perbaikan dan pengembangan kapasitas, etos kerja dan akhlak masyarakat dan aparat pemerintahan (ASN).

Profil alumni PT yang unggul dan insya Allah memiliki kehidupan yang sukses dan bahagia dunia – akhirat adalah mereka yang memiliki karakter: (1) kompeten di bidang IPTEK dan keilmuan yang mereka tempuh selama masa perkuliahan, (2) memiliki kemampuan analisis, sintesis, kritis, kreatif, inovatif, dan pemecahan masalah (problem solving);

(3) menguasai dan terampil teknologi digital (menggunakan komputer, HP, dan gadget lainnya); (4) memiliki soft skills (seperti dapat memelihara dan memompa motivasi diri, bisa bekerjasama, teamwork, disiplin, adaptive, agile, dan leadership);(5) menguasai sedikitnya satu Bahasa asing (seperti Inggris, Arab, atau Mandarin);

(6) memiliki jiwa wirausaha (entrepreneurship); (7) berakhlak mulia (jujur, amanah, fathonah/visioner, tabligh, berempati, kanaah, sabar, dan bersyukur); dan (8) beriman dan taqwa kepada Tuhan YME menurut agama masing-masing.

Penelitian dari PT seharusnya menghasilkan: (1) informasi ilmiah sebagai dasar bagi pihak pemerintah, swasta (industri) maupun masyarakat dalam menyusun perencanaan dan pengambilan keputusan pembangunan atau bisnis; (2) invensi (prototipe) yang siap untuk dihilirisasi (scalling up) menjadi inovasi teknologi maupun non-teknologi; (3) publikasi ilimiah di jurnal ternama (terbaik) pada bidang ilmunya, baik di tingkat nasional maupun internasional; dan (4) semakin meningkatkan Iman dan Taqwa (IMTAQ) para peneliti dan manusia menurut agama masing-masing.

Selain itu, pengabdian pada masyarakat yang dilakukan oleh PT harus diarahkan untuk membantu masyarakat, pemerintah dan swasta supaya lebih memiliki kompetensi pembangunan serta berusaha (berbisnis), beretos kerja unggul, berakhlak mulia dan beriman kepada Tuhan YME sesuai koridor Pancasila.

“Apabila peran PT dapat diimplementasikan secara benar, baik, dan berkesinambungan; maka Universitas Lambung Mangkurat bisa menjadi a World-Class University dan para alumninya menjadi insan-insan yang sukses serta bahagia hidup di dunia dan akhirat adalah sebuah keniscayaan,” tandas Penasehat Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2020 – 2024 itu. 

Ke depan, Prof. Rokhmin Dahuri berharap, Universitas Lambung Mangkurat mesti membuka Program Studi baru yang relevan dengan IPTEK dan expertise (keahlian) yang dibutuhkan untuk pembangunan bangsa dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas 2045, dan dunia yang lebih baik dan sustainable di abad-21 ini.

Program Studi itu antara lain adalah: (1) Nanoteknologi; (2) Bioteknologi; (3) Material Baru (New Materials); (4) teknologi digital dan infromasi (seperti Big Data, Block Chain, Artificial Intelligence, Cloud Computing, Robotics, dan Metaverse); dan (5) Ilmu, Teknologi, dan Manajemen Lingkungan, terutama yang terkait dengan Perubahan Iklim dan Bencana Alam serta Dampaknya. 

Pada saat yang sama, ULM harus terus meningkatkan kualitas sejumlah Fakultas dan Porgram Studi konvensional yang memang selalu dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi yang produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan (sustainable).

Seperti Fakultas MIPA (matematikan, fisika, kimia, dan biologi); Fakultas Teknik (seperti sipil, elektro, kimia, industry, dan informasi); Fakultas Kedokteran; Fakultas Farmasi;  Fakultas Pertanian; Fakultas Kehutanan; Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Fakultas Ekonomi; Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dan Politik; dan Fakultas Hukum.

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Rokhmin Dahuri memaparkan, sejatinya Indonesia merupakan sedikit dari negara-negara di dunia yang memiliki potensi (modal dasar) pembangunan yang sangat besar dan lengkap untuk menjadi negara-bangsa yang maju, adil-makmur, dan berdaulat.

Modal dasar pembangunan yang pertama adalah besarnya jumlah penduduk, yang tahun lalu mencapai 276 juta orang (BPS, 2021). Ini merupakan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah China 1,4 milyar orang, India 1,2 milyar orang, dan Amerika Serikat 370 juta jiwa (PBB, 2021). Besarnya jumlah penduduk berarti Indonesia memiliki potensi pasar domestik yang luar biasa besar.

Selain itu, selama kurun waktu 2020 sampai 2032 Indonesia mengalami ‘Bonus Demografi’ (Demographic Devident), dimana jumlah penduduk usia produktif (15 – 64 tahun) melebihi jumlah penduduk berusia tidak produktif (Lampiran-1). Apabila pemerintah mampu mengelola ‘Bonus Demografi’ itu secara cerdas dan benar, meningkatkan kualitas (kapasitas inovasi, etos kerja, dan akhlak) SDM (Sumber Daya Manusia) nya.

“Dan menciptakan lapangan kerja yang mensejahterakan bagi seluruh penduduk usia kerja yang terus bertambah; maka ini bakal meningkatkan produktivitas, daya saing, dan pertumbuhan ekonomi inklusif yang dapat mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia secara adil dan berkelanjutan,” terang Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2001 – 2004 itu.

Dan sebaliknya, kata Prof. Rokhmin Dahuri, bila pemerintah gagal memanfaatkan (to capitalize) ‘Bonus Demografi’ tersebut, maka Indonesia bakal terjebak sebagai negara berpendapatan menengah (middle-income trap), alias akan gagal menjadi bangsa yang maju, adil-makmur, dan berdaulat.

Modal dasar kedua adalah berupa kekayaan SDA (Sumber Daya Alam) yang sangat besar, baik SDA terbarukan (seperti hutan, lahan pertanian, peternakan, perikanan, dan keanekaragam hayati atau biodiversity) maupun SDA tidak terbarukan yang meliputi minyak dan gas, batubara, nikel, tembaga, emas, bauksit, bijih besi, pasir besi, mangan, mineral tanah jarang (rare earth), jenis mineral lainnya, dan bahan tambang.

Beragam jenis SDA itu tersebar di wilayah laut dan daratan, dari Sabang hingga Merauke, dan dari Pulau Miangas sampai P. Rote. Kekayaan SDA yang melimpah ini mestinya menjadikan Indonesia sebagai produsen (supplier) utama berbagai jenis komoditas dan produk di dunia.

Mulai dari produk pangan dan minuman, sandang (tekstil, garmen/pakaian, sepatu, dan jenis pakaian lainnya), perumahan dan bangunan, farmasi dan obat-obatan (kesehatan), teknologi dan manajemen pendidikan, elektronik, otomotif, mesin dan peralatan transportasi, teknologi informasi dan digital, bioteknologi sampai nanoteknologi.

Modal dasar ketiga adalah berupa posisi geopolitik dan geoekonomi yang  sangat strategis. Indonesia yang terletak di antara Samudera Pasifik dan Hindia, dan di antara Benua Asia dan Australia, menempatkannya di jantung (hub) Rantai Pasok Global (Global Supply Chain) atau perdagangan global. Dimana, sekitar 45?ri seluruh komoditas, produk, dan barang yang diperdagangkan di dunia, dengan nilai rata-rata 15 trilyun dolar AS per tahun diangkut (ditransportasikan) oleh ribuan kapal melalui ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) dan wilayah laut Indonesia lainnya (UNCTAD, 2018).

Posisi geoekonomi yang sangat strategis ini harusnya dijadikan peluang bagi Indonesia sebagai negara produsen dan pengekspor barang dan jasa (goods and services) utama di dunia, sehingga menghasilkan neraca perdagangan yang positip dan besar secara berkelanjutan.

“Sayangnya, justru sebaliknya, sejak 2010 hingga 2019 neraca perdagangan RI justru negatip terus. Artinya nilai total impor lebih besar ketimbang total nilai ekspor Indonesia. Dengan perkataan lain, bangsa Indonesia lebih sebagai bangsa konsumen dan pengimpor dari pada sebagai prodosen, investor, dan pengekspor,” tandasnya.

Memang, lanjut Prof. Rokhmin Dahuri, tahun 2020 dan 2021 neraca perdagangan RI mengalami surplus. Tetapi, bukan karena meningkatnya aktivitas produksi, manufacturing, dan ekspor, tetapi lebih karena terpangkasnya kegiatan produksi, manufakturing, dan impor akibat pendemi covid-19 dan terganggunya rantai pasok global.

Modal dasar keempat adalah fakta empiris bahwa Indonesia merupakan pusat (‘pasar swalayan’) berbagai jenis bencana alam. Sekitar 70% total gunung berapi yang ada di dunia terdapat di Indonesia. Makanya, Indonesia dikenal sebagai ‘a ring of fire’.

Negara yang sering terkena gempa bumi dan letusan gunung berapi. Potensi bencana tsunami juga sangat besar, karena wilayah Nusantara merupakan pertemuan tiga lempeng bumi utama. Belum lagi bencana hidrometri, seperti banjir, tanah longsor, dan erosi.

Fakta empiris dan sejarah telah membuktikan semua negara-bangsa yang maju dan makmur adalah mereka yang para pemimpin dan rakyatnya punya persepsi sama, yakni adanya tantangan bersama (common challenges) yang mereka hadapi. Sehingga, mereka menjadi bangsa dengan kualitas SDM unggul, etos kerja unggul, dan berakhlak mulia.

“Nah, saya menduga karena alam Indonesia subur – makmur, bak zamrud di khatulistiwa, bak kolam susu, tongkat dan batu jadi tanaman. Dan, orangnya pun pada umumnya sangat baik, saling bantu-membantu, bergotong royong,” ujar Ketua Umum  Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.

Maka, sambungnya, mayoritas orang Indonesia, baik para pemimpin maupun rakyatnya masih malas, kurang produktif dan inovatif, berbudaya instan, ‘tangan dibawah’, kurang mampu bekerjasama, saling iri dan dengki, dan karakter negatif lainnya. “Jika, dugaan saya ini benar, maka bencana alam sungguh merupakan ‘hikmah’ dari Allah swt, agar bangsa (pemimpin dan rakyat) Indonesia terus meningkatkan kualitas, etos kerja, dan akhlaknya bagi kemajuan, kemakmuran, dan kedaulatan bangsa Indonesia,” katanya.

Meskipun modal dasar yang dimiliki bangsa Indonesia sedemikian besar, tetapi sudah 77 tahun merdeka Indonesia masih sebagai negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle income country) dengan Pendapatan Nasional Kotor (Gross National Income) perkapita hanya sebesar 3.870 dolar AS (World Bank, 2021). Lebih dari itu, angka pengannguran, kemiskinan, ketimpangan kaya vs miskin, dan stunting pun masih sangat tinggi.

Menurutnya, banyak faktor yang menyebabkan Indonesia masih sebagai negara berpendapatan menengah bawah, belum sebagai negara maju, sejahtera, dan berdaulat. Mulai belum adanya rencana pembangunan (Road Map, Blue Print) yang komprehensif dan benar serta diimplementasikan secara berkesinambungan sampai dengan masih rendahnya kualitas SDM, etos kerja, dan akhlak bangsa.

“Pada hari ini, saya akan menyampaikan orasi ilmiah dengan tema Peluang dan Tantangan Pendidikan Tinggi di Era Disrupsi Industri 4.0, Perubahan Iklim, dan Dinamika Geopolitik Global yang Kian Dinamis,” kata Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) itu.

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER