Rokhmin Dahuri

Libatkan Masyarakat untuk Menahan Laju Deforestasi Hutan Mangrove

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. LINGKUNGAN /
  4. Rabu, 17 November 2021 - 20:24 WIB

Indonesia memiliki sekitar 202 jenis mangrove, salah satunya jenis langka Bruguiera hainesii. Namun, laju deforestai hutan mangrove di Indonesia mencapai 52.000 ha/tahun menjadikan kondisi mangrove sangat mengkhawatirkan. Menghentikan kerusakan mangrove di Indonesia dapat memenuhi seperempat target reduksi emisi Indonesia.

TOKOHKITA. Indonesia merupakan negara dengan ekosistem mangrove terluas di dunia mencapai 3,1 juta ha (22,6% luas mangrove dunia). Namun, kondisinya cukup mengkhawatirkan akibat laju deforestai hutan mangrove di Indonesia mencapai 52.000 ha/tahun.

Untuk itu pelibatan masyarakat dalam pengelolaan dan rehabilitasi ekosistem mangrove yang sudah banyak dalam kondisi mengkhawatirkan sangat penting. Demikian disampaikan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS, saat menjadi narasumber seminar nasional “Revitalisasi Wilayah Pesisir Melalui Rehabilitasi Ekosistem Mangrove Dalam Meningkatkan Keamanan Nasional” yang dilaksanakan Fakultas Keamanan Nasional Universitas Pertahanan Republik Indonesia bekerja sama dengan Grow Up Institute dan Jam’iyah Ahlith Thoriqoh Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyah (JATMAN), Rabu (17/11/2021). 

Menurut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2001-2004, Indonesia memiliki sekitar 202 jenis mangrove, salah satunya jenis langka Bruguiera hainesii. Namun, laju deforestai hutan mangrove di Indonesia mencapai 52.000 ha/tahun menjadikan kondisi mangrove sangat mengkhawatirkan. "Menghentikan kerusakan mangrove di Indonesia dapat memenuhi seperempat target reduksi emisi Indonesia,” katanya.

Rokhmin pun membeberkan sejumlah fakta penting keberadaan ekosistem mangrove diantaranya menyerap mampu 39,75 ton CO2/ha/tahun (4-5x dari hutan daratan), setara membakar 1,6 juta batang rokok/hari. Mangrove juga menyimpan 800–1.200 ton karbon/ha (10x dari hutan daratan), 80% karbon tersimpan dalam tanah

Pada 1980, total luas hutan mangrove Indonesia sekitar 9,36 juta ha. Namun hingga 2019, luasan ini semakin menurun menjadi 3,31 juta ha (berkurang 65%). “Indonesia mengalami kondisi mangrove paling kritis pada 2015, yang mana luas lahan dengan kondisi rusak (52%) lebih besar dibanding kondisi baik (48%),” ujar Prof Rokhmin.

Sebagian besar kehilangan (deforestasi) mangrove terjadi di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, yang sangat jelas terlihat di sepanjang pantai timur Kalimantan. Yang jelas, kerusakan dan menyempitnya hutan bakal akibat beberapa hal.

Pertama, konversi hutan dan lahan mangrove untuk perkebunan, tambak, sarpras, pemukiman. Kedua, penebangan pohon mangrove untuk bahan bangunan, arang, kayu bakar, dan lainnya secara berlebihan (overeksploitasi). Ketiga, abrasi dan intrusi air laut meningkat. Keempat, perubahan pola dan debit aliran air sungai. Kelima, tsunami, perubahan iklim, dan bencana alam.

Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) juga menyebutkan, Kebijakan Strategi Program dan Indikator Kinerja Pengelolaan Ekosistem Mangrove Nasional sesuai Permenko No. 4 Tahun 2017 yakni pertama, pengendalian konversi ekosistem mangrove. Kedua, peningkatan fungsi ekosistem mangrove dalam perlindungan keanekaragaman hayati, perlindungan garis pantai dan sumberdaya pesisir.

Ketiga, pengelolaan ekosistem mangrove sebagai bagian integral dari pengelolaan daerah aliran sungai (DAS). Keempat, mitigasi perubahan iklim, RHL mangrove. Keempat, pengelolaan ekosistem mangrove berbasis masyarakat untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pembangunan yang berkelanjutan.

Kelima, pengelolaan ekosistem mangrove melalui pola kemitraan dengan dunia usaha sebagian dari upaya mewujudkan komitmen green economy. Keenam, peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam melaksanakan kewenangan dan kewajiban pengelolaan ekosistem mangrove. Ketujuh, pengembangan capacity building, riset, iptek dan sistem informasi untuk memperkuat pengelolaan ekosistem mangrove.

Kedelapan, Komitmen politik dan dukungan kuat pemerintah, pemerintah daerah, dan para pihak terkait lainnya. “Koordinasi antarinstansi untuk menjamin terlaksananya Kebijakan Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove,” terang Rokhmin.

Di sisi lain, sasaran kelompok masyarakat yang terlibat dalam program PKPM tahun pada 2020,mencakup 22 kelompok perhutanan sosial, 436 kelompok tani hutan, 34 program kampung iklim, 16 kemitraaan konservasi dan 355 komunitas kelompok lain. “Pada 2020, capaian program penanaman mangrove Kementerian Kelautan dan Perikanan mencapai 448,94 ha,” jelasnya.

Rokhmin menyebut masyarakat (lokal, UMKM, dan korporasi) harus dilibatkan dalam seluruh tahap pengelolaan ekosistem mangrove yang mensejahterakan dan berkelanjutan dari mulai perencanaan, iplementasi, monitoring & evaluation), pengawasan & penegakkan hukum (law enforcement), baik pada kebijakan dan program untuk mempertahankan luasan areal dan kualitas ekosistem mangrove yang kondisinya masih baik maupun ekosistem mangrove yang kondisinya sudah rusak .

“Kesadaran masyarakat tentang fungsi, manfaat, dan peran strategis ekositem mangrove bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan dan kehidupan manusia harus terus ditingkatkan,” tegas Rokhmin .

Pemerintah, lanjutnya perlu menyediakan matapencaharian alternatif yang lebih mensejahterakan dan sustainable bagi masyarakat yang selama ini mencari nafkah dengan cara merusak mangrove. Sementara sanksi dan penindakan hukum harus tegas, dan berwibawa bagi kelompok mampu (Korporasi) yang merusak mangrove.

Selain itu, diperlukan pengembangan dan penggunaan inovasi IPTEKS untuk pemanfaatan, pembangunan, dan pengelolaan ekosistem mangrove yang mensejahterakan dan berkelanjutan (sustainable). "Pemberdayaan masyarakat melalui ditklat dan penyuluhan juga menjadi prasyarat penting agar mampu melaksanakan perannya,” imbuh. 

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER