Marwan Jafar
Mendorong Tata Kelola Migas Lebih Optimal
Dalam konteks buat mewujudkan tata kelola minyak dan gas bumi yang memihak rakyat serta berkontribusi terhadap penerimaan negara dan memperkuat perekonomian nasional, kita harus tetap mengkritisi praktek tata kelola migas tersebut secara obyektif.
TOKOHKITA. Selayaknya kita cukup mengapresiasi capaian kinerja pemerintah di sektor minyak dan gas bumi hingga akhir 2018 atau 2019 yang relatif baik. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah tingkat harga minyak dunia di tahun-tahun itu yang juga tergolong stabil. Selain itu, sejumlah indikator kinerja yang ditunjukkan kementerian terkait khususnya pada direktorat bersangkutan juga cukup terpenuhi capaiannya.
Namun demikian, dalam konteks buat mewujudkan tata kelola minyak dan gas bumi yang memihak rakyat serta berkontribusi terhadap penerimaan negara dan memperkuat perekonomian nasional, kita harus tetap mengkritisi praktek tata kelola migas tersebut secara obyektif.
Menurut hemat wakil rakyat dari daerah pemilihan Jateng III ini, salah satu prinsip utama untuk mereformasi struktur kelembagaan tata kelola migas adalah mencakup sisi legislasi dan regulasi yàng harus secara eksplisit mendefinisikan serta menjelaskan cakupan dan batasan kewenangan dari setiap kelembagaan, baik lembaga pemerintah maupun lembaga atau perusahaan minyak negara.
Mengapa demikian? Karena sejumlah prinsip dasar tata kelola minyak dan gas memang sebagian besar menyangkut kewenangan kedua kelembagaan tersebut. "Ambil contoh seperti pemanfaatan migas sebagai kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang diamanatkan konstitusi atau UUD 1945, itu kan hanya bisa dilakukan oleh pemerintah dan Pertamina. Karena itu, keduanya wajib buat mengusahaan sumber daya migas dapat termanfaatkan secara optimal. Termasuk di dalamnya bagaimana realisasi perpanjangan kontrak migas oleh pemerintah dan BUMN Pertamina, misalnya, tidak mengganggu kesinambungan produksi nasional, kan?" ujar Marwan anggota Komisi VI DPR yang antara lain bermitra kerja dengan Kementerian BUMN itu.
Ia menambahkan, prinsip tata kelola migas juga mencakup pentingnya penyediaan dan penentuan harga BBM yang wajar secara bisnis dan terjangkau rakyat. Di sisi lain, faktor terkait kepastian hukum atas investasi dan operasional usaha di sektor migas juga mesti dijamin oleh pemerintah. Maksudnya, agar terjadi kepastian hukum dan mendorong iklim investasi yang sehat, maka kriminalisasi atas pengambilan kebijakan dan keputusan bisnis migas harus dihilangkan.
Menurut mantan Menteri Desa PDTT ini, kini produksi minyak Pertamina baru mencapai lebih kurang 25?ri produksi total nasional. Itu sebabnya, salah satu soluai buat menggenjot produksi BUMN pelat merah itu, maka kebijakan tata kelola migas ke depan, perlu menempatkan perusahaan minyak nasional sebagai prioritas dalam pengusahaan sumber daya migas nasional.
"Tapi dengan catatan, pemberian prioritas tersebut mesti tetap mengacu pada prinsip-prinsip kesehatan perusahaan seperti akuntabilitas, keterbukaan dan tetap teraudit secara benar," tandas Marwan Jafar.
Sementara itu, data dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas Nasional terkait hak daerah menyebutkan, untuk kepastian penerimaan Dana Bagi Hasil Migas dan mengurangi kesalahpahaman dan ketidakpuasan daerah atas penerimaan dana tersebut, sebaiknya hak daerah diambil dari first trance petroleum (FTP) dan perhitungan Perimbangan Keuangan Pusat Daerah (PKPD) dilakukan secara lebih transparan.
Selain itu, perlu pengaturan lebih tegas mengenai pemanfaatan potensi daerah untuk menunjang produksi migas dan kewajiban pemerintah daerah buat memfasilitasi kelancaran usaha migas, termasuk tidak menggunakan perizinan sebagai sumber pendapatan daerah, dan insentif bagi K3S (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) guna meningkatkan penggunaan sumber domestik dalam pengadaan barang dan jasa dan peningkatan kapasitas dan kemampuan lokal.
Laporan: Zaenal Wafa
Editor: Tokohkita