Johan J Anwari
Ibukota Jabar Tak Perlu Pindah, RK Fokus Saja Urus Kemacetan Bandung
- Beranda /
- Parlemen Kita /
- Sabtu, 7 September 2019 - 19:50 WIB
Tidak perlu ada pemindahan ibukota Jabar, Bandung, ke daerah lain. Sebab yang diperlukan sat ini adalah penataan tata ruang dan wilayah kota secara disiplin.
TOKOHKItA. Isu pemindahan ibukota belakang ini mengisi pojok-pojok perbicangan di ruang publik dan tentu pemberitaan di media massa. Teranyar, Gubernur Ridwan Kamil (RK) mewacanakan pemindahan ibukota Jawa Barat, Bandung. Alasannya, merupakan amanat peraturan daerah (Perda) RTRW yang baru disahkan dan berlaku hingga 2029 itu memerintahkan Pemprov Jabar melakukan sejumlah studi, mulai dari kajian soal transportasi, rencana pembangunan Bandara Sukabumi hingga pusat pemerintahannya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memutuskan pemindahan Ibukota Jakarta ke wilayah di Kalimantan Timur, lantaran beban Jakarta yang semakin berat sebahai pusat pemerintahan, jasa dan perdagangan. Dua isu pemindahan ibukota ini sontak mengundang pro dan kontra di masyarakat.
Anggota DPRD Jawa Barat periode 2019-2024, Johan J Anwari yang baru saja dilantik angkat bicara mengenai wacana pemindahan ibukota Jabar, yang dinilai sekadar pencitraan dari Gubernur Ridwan Kamil. Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu selama ini mengamati dan memerhatikan program yang digulirkan RK. “Saya juga masyarakat. Di daerah, program-program yang digembor-gemborkan gubernur belum mampu menyentuh akar permasalahan sosial masyarakat. Semua program gubernur hingga saat ini sebatas program pencitraan,” katanya kepada Tokohkita, Sabtu (7/9/2019).
Menurut mantan aktivis mahasiswa Universitas Islam Bandung (Unisba), RK ikut ketularan ngobrol pemindahan ibukota Jabar. "Lagi-lagi asal jadi omongan publik, karena sebenarnya ide itu tidak original. Toh, dari 10 tahun yang lalu, ide pemindahan ada dan jadi bahasan parlemen, tapi oleh eksekutif tidak didengar," ungkap Sekretaris Jenderal GP Ansor Jawa Barat ini.
Johan menilai tidak perlu ada pemindahan ibukota Jabar, Bandung, ke daerah lain. Sebab yang diperlukan sat ini adalah penataan tata ruang dan wilayah kota secara disiplin. Lebih baik fokus pada kebijakan untuk menekan kemacetan di Kota Bandung karena volume jalan sudah tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah kendaraan. "Jumlah kendaraan di Bandung harus dirasionalisasi dengan keberadaaan ruang jalan yang tersedia," usul Johan, yang juga mantan Pemimpin Umum Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suara Mahasiswa Unisba.
Di sisi lain, pihaknya juga mendorong Pemprov Jabar untuk mempercepat pembangunan akses ke Bandara Kertajati, seperti tol Cisundawu, ketimbang urusan pemindahan ibukota yang tak menyentuh kepentingan masyarakat. Saat ini, kondsi Bandara Kertajati, Majalengka, sangat memprihatinkan akibat sepi penumpang. Padahal, bangunan bandara yang megah itu menghabiskan anggaran yang tidak sedikit.
Masyarakat malas menuju Badara Kertajadi karena akses jalannya jauh dan belum memadai. "Sebab akan dekat perjalanan ke Bandara Kertajati kalau tol Cisundawu sudah beroperasi. Kalau enggak bisa melakukan hal-hal itu, RK bisa dibilang gagal bukan hanya selaku gubernur tapi tentunya sebagai seorang teknokrat, ahli tata ruang kota," ujar Johan mengingatkan.
Seperti dikutip dari detikcom Rabu (4/9/2019), RK mengaku akan mengkaji pemindahan pusat pemerintahan tersebut. Menurutnya, wacana pemindahan pusat pemerintanan sudah bergulir sejak pemerintahan Ahmad Heryawan - Dede Yusuf tahun 2010. Saat itu, kawasan Walini (Kabupaten Bandung Barat) diproyeksikan jadi pusat pemerintahan baru.
Namun di era pemerintahannya, muncul dua daerah lainnya Tegalluar (Kabupaten Bandung) dan Rebana (Subang-Majalengka-Cirebon). Dua daerah tersebut diproyeksikan menjadi pusat ekonomi baru dengan kehadiran pelabuhan hingga kereta cepat. Disinggung mengenai wacana pemindahan pusat pemerintahan ini bersamaan dengan keputusan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kaltim, RK menegaskan hanya kebetulan. Ia hanya menjawab pertanyaan awak media.
Editor: Tokohkita