Fatkhuri Wahmad

Pesta Demokrasi dan Program Ekonomi Islam

  1. Beranda /
  2. Opini /
  3. Minggu, 31 Maret 2019 - 19:58 WIB

Fatkhuri Wahmad/Dokumen pribadi
Fatkhuri Wahmad
Foto: Dokumen pribadi

Pesta demokrasi tahun 2019 ini, bukan hanya proses mencari wakil atau pemimpin rakyat, terlebih lagi dalam pemilihan kepemimpinan nasional. Namun, perlunya figur pemimpin yang memahami potensi ekonomi Islam serta program pendukungnya.

Pesta demokrasi terbesar akan dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019, setidaknya rakyat akan memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota/Kabupaten, anggota DPRD Provinsi, anggota DPR RI, anggota Dewan Perwakila Daerah (DPD). Dan, tentunya yang tidak kalah penting adalah pemilihan presiden dan wakil presiden. Perhelatan lima tahunan ini sekaligus menjadi ajang adu program guna meraih simpati rakyat.

Menguatnya politik aliran akhir-akhir ini tentunya perlu meninjau kembali pendapat etnografer Clifford Geertz, terkait dengan pembagian kultural abangan, santri, dan priyayi. Geertz (1981) juga berpendapat bahwa budaya politik di Indonesia, yaitu masyarakat Jawa dibedakan menjadi abangan, santri, dan priyayi.

Pada medio tahun 1980 juga terjadi penguatan arus ‘santrinisasi’ di Indonesia, kaum abangan banyak yang menemukan kecintaan terhadap Islam. Contoh perubahan yang sederhana adalah salam sapaan dalam berkomunikasi melalui telepon di Indonesia, jika dulu mayoritas salam sapaannya ‘halo’, sekarang orang lebih banyak dengan ‘Assalamu’alaikum’.

Kembali pada proses pesta demokrasi di Indonesia yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat ini. Pasca kemerdekaan Republik Indonesia, cendekiawan muslim menyepakati bahwa Islam di Indonesia kompatibel dengan sistem demokrasi. Kemudian,  hal ini diperkuat pasca reformasi 1998 dengan munculnya pendapat tokoh-tokoh cendekiawan muslim seperti KH Abdurrahman Wahid. Karenanya konsekuensi dari pilihan terhadap sistem demokrasi, salah satunya dengan penyelenggaraan pemilihan umum. Oleh karenanya harus dirayakan bersama oleh rakyat Indonesia.

Perkembangan Ekonomi Islama
Pandangan masyarakat mengenai Islam juga berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi Islam di Indonesia selama empat dekade belakangan ini. Bahkan dalam tataran praktis ditandai dengan hadirnya lembaga keuangan Islam maupun perbankan syariah. Dengan populasi muslim yang mencapai 85 persen dari total penduduk Indonesia, tentunya Indonesia berpotensi besar menjadi pusat ekonomi Islam.
 
Namun, pada tahun 2018 pada acara High Level Discussion Indonesia: Pusat Ekonomi Islam Dunia, Menteri Bappenas menyampaikan bahwa perkembangan (perbankan) syariah seolah-olah berjalan di tempat. Hal tersebut jauh berbeda dengan yang terjadi di Malaysia, dimana aset perbankan syariah Malaysia yang sudah 20 persen. Sedangkan aset dari perbankan syariah di Indonesia sulit melewati 5 persen.

Berdasarkan data Global Islamic Economic Indicator 2018, Indonesia masuk dan berada di posisi 10 dunia pada kategori total aset keuangan syariah. Selain itu, Indonesia juga menempati posisi 2 dunia untuk kategori fashion muslim. Namun, hal ini masih jauh dengan negara Malaysia yang secara 10 besar rata-rata dari berbagai sektor menempati ranking 2 dari negara-negara di seluruh dunia.

Program Ekonomi
Indonesia sampai saat ini masih berpotensi sebagai penantang pasar bagi negara-negara yang masuk dalam 10 besar dalam pengembangan Ekonomi Islam. Oleh karenanya dibutuhkan penataan program ekonomi Islam agar dapat bersaing dengan negara-negara lain, diantaranya seperti; Malaysia, UAE, Bahrain, Saudi Arabia, Oman, Jordan, Qatar, Pakistan, dan Kuwait.

Pasca pesta demokrasi, tantangan Indonesia ke depan setidaknya Indonesia harus menata dan mengimplementasikan sertifikasi wajib halal. Kemudian, menata kembali roadmap pengembangan keuangan syariah Indonesia, agar penetrasi pasar dapat melampaui 5 persen dan dukungan penguatan lembaga keuangan nonbank syariah, seperti koperasi syariah. Hal lain penting adalah memberikan peran bagi lembaga keuangan mikro syariah untuk dapat memberdayakan masyarakat dan usaha kecil. Alhasil, dapat mensejahterakan masyarakat berpenghasilan rendah.

Di sisi lain, juga perlunya penguatan pembinaan pengelola aset wakaf. Tujuanya, agar aset wakaf dapat dikelola lebih baik dan lebih produktif. Dengan demikian, bisa  memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan. Yang tidak kalah penting, bahwa aset wakaf banyak yang digunakan pelayanan sosial yaitu sebagai sarana pendidikan Islam.

Menurut Global Muslim Travel Index 2018, Indonesia saat ini menempati posisi kedua setelah Malaysia. Jika dalam perbandingan antara negara Organization of Islamic Conference (OIC) dengan Non OIC. Posisi ranking Indonesia sama dengan Thailand. Sehingga, dalam sektor pariwisata, perlu percepatan pengembangan destinasi wisata halal.

Pada akhirnya, pesta demokrasi tahun 2019 ini, bukan hanya proses mencari wakil atau pemimpin rakyat. Terlebih lagi dalam pemilihan kepemimpinan nasional. Namun, perlunya figur pemimpin yang memahami potensi ekonomi Islam serta program pendukungnya. Harapannya, ekonomi Islam di Indonesia juga berkontribusi dalam lingkup ekonomi Nasional bahkan Internasional.

* Ketua STEI Husnayain Jakarta dan Rois Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyah Depok.

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER