Rokhmin Dahuri

Muhammadiyah Harus Ikut Berperan dalam Mitigasi Perubahan Iklim Global

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. EDUKASI /
  4. Selasa, 30 Mei 2023 - 16:15 WIB

Peran Muhammadiyah yang bisa dijalankan dalam mitigasi perubahan iklim adalah melakukan inovasi dan teknologi ramah lingkungan dan low carbon, peningkatan kesadaran, peningkatan kapasitas, advokasi di tingkat daerah, nasional, dan global, advokasi nilai-nilai Islam, pengembagnan pilot projects sebagai role models, dan advokasi good govermence dan law enforcement.

TOKOHKITA. Ada lima prinsip Islam dalam memperhatikan perubahan iklim. Pertama, manusia sebagai individu maupun kelompok (masyarakat, bangsa) harus mengendalikan atau menurunkan laju konsumsi SDA beserta segenap produk turunannya. Kedua, manusia sebagai individu maupun kelompok (masyarakat, bangsa) harus mengendalikan atau menurunkan laju emisi GRK dan pembuangan limbah (padat dan cair) ke alam.

Ketiga, cara-cara (teknologi) dalam eksplorasi, pemanfaatan (eksploitasi, produksiA) SDA, pengolahan, distribusi dan marketing SDA harus ramah lingkungan. Keempat, design and construction with nature (perancangan dan konstruksi sesuai alam). Kelima, implementasi pola hidup sederhana, care and share (peduli dan berbagi).

Demikian disampaikan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB University, Prof Rokhmin Dahuri dalam acara Forum Pakar Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah bertajuk “Peran dan Penguatan Gerakan Muhammadiyah Dalam Mitigasi Perubahan Iklim” yang diadakan oleh Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (30/5/2023).

Rokhmin pun menyebut beberapa landasan kelima prinsip tersebut antara lain adalah firman Allah dalam Surat al-A’raf ayat ayat 56 yang artinya “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Dosen Kehormatan Mokpo National University itu juga menyebut  Surat ar-Rum ayat 41, yang artinya “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Rokhmin juga mengutip sejumlah Hadits Rasulullah SAW. “Makanlah ketika terasa lapar, dan berhentilah sebelum kenyang.” Kemudian, “Dalam berwudlu harus sehemat mungkin menggunakan air.” (HR. Bukhari). Juga, “Bukan umatku, jika seorang bisa tidur nyenyak, sementara tetangganya pengangguran dan miskin.” (HR.Bukhari).

Dalam kesempatan tersebut, Rokhmin yang juga sebagai Dewan Pakar MLH PP Muhammadiyah itu menyampaikan peran Muhammadiyah dalam mitigasi perubahan iklim, yaitu: inovasi dan teknologi ramah lingkungan dan low carbon, peningkatan kesadaran, peningkatan kapasitas, advokasi di tingkat daerah, nasional, dan global, advokasi nilai-nilai Islam, pengembagnan pilot projects sebagai role models, dan  advokasi good govermence dan law enforcement.

Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia membeberkan, program dan komitmen organisasi umat Islam dalam mitigasi perubahan iklim. Antara lain: Green Mosques Initiative (Transformasi masjid dengan penggunaan energy terbarukan, pengurangan limbah, dan pendidikan lingkungan kepada jamaah dan masyarakat);

Eco-Islam Initiative (Mengintegrasikan penghematan energy, pengurangan emisi, dan perlindungan SDA); Islamic Solidarity Fund for Development/Pendirian dana untuk mendukung proyek pembangunan berkelanjutan;  Islamic Declaration on Climate Change/Deklarasi yang meggarisbawahi komitmen umat Islam dalam menghadapi perubahan iklim dan mendorong tindakan nyata dari Negara-negara Muslim;

Islamic Environmental Group of Wisconsin (IEG)/ Organisasi yang berfokus pada edukasi lingkungan, kampanye lingkungan dan penanaman pohon di kalangan umat Islam terhadap pelestarian alam dan pengurangan emisi; Islamic relief’s Green Village Program/Program yang berfokus pada pengembangan pertanian berkelanjutan, penggunaan energi terbarukan, dan pendidikan lingkungan;

Islamic Green Fund/Pendirian dana yang didedikasikan untuk mendukung proyek lingkungan, seperti pengembangan energi terbarukan, pengelolaan air, dan rehabilitasi lahan; Islamic Climate Action Network (ICAN)/Jaringan yang menggerakan para pemimpin Muslim dan komunitas untuk melakukan tindakan nyata dalam mengatasi perubahan iklim, termasuk kampanye kesadaran dan advokasi kebijakan.

“Salah satu kemajuan di bidang filantropi Islam adalah kerjasama berbagai pemangku kepentingan dalam mengembangkan green wakaf framework, sebuah bingkai kerja pengelolaan wakaf untuk program-program dalam klaster lingkungan dan perubahan iklim,” jelas Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – Sekarang.

Selanjutnya, Prof. Rokhmin Dahuri membeberkan posisi dilematis indonesia dalam menghadapi perubahan iklim global. Yakni: Perubahan Iklim Global/PIG (Global Climate Change) baik secara ilmiah maupun empiris sungguh telah terjadi, yang tercermin pada terus meningkatnya suhu bumi sejak Revolusi Industri Pertama  pada 1783 M hingga sekarang.

Berbagai wujud dampak PIG seperti cuaca ekstrem, heatwave, badai, La- Nina, El-Nino, kebakaran hutan dan lahan, ledakan wabah penyakit, peningkatan paras laut akibat mencairnya gunung es di Kutub Utara dan Kutub Selatan, banjir, dan pemasaman laut (ocean acidification) semakin sering terjadi, membesar, menguat, dan meluas.

Jika peningkatan suhu Bumi lebih besar dari 1,50C atau 20C dibandingkan suhu Bumi pada 1780-an, maka segenap dampak negatip itu tidak akan dapat ditanggulangi (unmanageable). Keberlanjutan (sustainability) pembangunan ekonomi dan peradaban manusia bakal terancam (IPCC, 2020).

Kondisi alam (tropis, sebagian besar pulau-pulau kecil dan low-laying coastal areas, dan a ring of fire) dan kondisi sosekbud masyarakatnya yang sebagian besar masih berkapasitas rendah (berpendidikan rendah dan miskin). Membuat Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang paling rentan (vulnerable) terhadap PIG.

“Oleh karena itu, Indonesia mestinya all out untuk bersama masyarakat Dunia melakukan upaya mitigasi dan adaptasi, sehingga kita terhindar dari bahaya PIG,” ujar Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu.

Oleh karena itu, Prof. Rokhmin Dahuri menguraikan, program mitigasi dan adaptasi PIG selain memerlukan anggaran besar dan biaya mahal, juga dapat menghambat bahkan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Padahal, menurutnya, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi (rata-rata 7% per tahun) dan inklusif untuk penciptaan lapangan kerja dan kesejahteraan rakyat menuju Indonesia Emas 2045.

Sedangkan karakteristik geografis dan sosial ekonomi indonesia menempatkan pada posisi rentan terhadap dampak perubahan iklim, yaitu: Negara kepulauan dengan profil pegunungan dan garis pantai yang panjang, Musim hujan yang mempengaruhi tren curah hujan tahunan, Berada di garis khatulistiwa dan beriklim tropis

Kemudian, tingginya jumlah penduduk yang terkonsentrasi di daerah perkotaan, tingkat kemiskinan dan budaya lokal sangat mempengaruhi kemampuan adaptasi masyarakat, pola pembangunan permukiman sering bergerak ke arah kawasan rawan bencana iklim. “Konteks perubahan iklim belum terintegrasi secara optimal kedalam rencana pembangunan (Misalnya: penataan ruang masih mengabaikan dampak perubahan iklim),” terangnya.

Sementara itu, lanjutnya, 7 kota/kabupaten di Indonesia yang masuk dalam 10 besar wilayah yang paling rentan di ASEAN, dimana Jakarta sebagai wilayah paling rentan. Sedangkan dari 50 Kab/Kota di Indonesia yang paling rentan terhadap Perubahan Iklim, Jakarta merupakan wilayah yang paling rentan di Indonesia dan di kawasan ASEAN.

Tidak kalah pentingnya, berdasarkan data NOAA (2020), kenaikan muka air laut Indonesia periode 1992–2020 estimasi mencapai 3,9±0,4 mm/tahun. Jenis bencana hidrometeorologi yang paling sering terjadi di Indonesia yaitu Banjir (33%), disusul Puting Beliung (31%), dan Tanah Longsor (23%)

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER