KIARA: Kritik Rancangan Menteri KKP tentang Kuota Penangkapan Ikan
Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati mempertanyakan arah kebijakan pembatasan penangkapan ikan ini, dan menyebutkan sebagai Rancangan Peraturan Menteri yang akan melanggengkan ketidakadilan, serta mendorong nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil berkompetisi dengan kapal-kapal besar di perairan Indonesia.
TOKOHKITA. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mempertanyakan rencana Pemerintah Indonesia, yang akan membatasi penangkapan ikan di perairan Indonesia dengan sistem kuota pada 2022. Pembatasan penangkapan ikan akan diatur oleh Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan dengan menggunakan sistem kuota. Sampai saat ini, Permen ini masih berupa rancangan.
Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati mempertanyakan arah kebijakan pembatasan penangkapan ikan ini, dan menyebutkan sebagai Rancangan Peraturan Menteri yang akan melanggengkan ketidakadilan, serta mendorong nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil berkompetisi dengan kapal-kapal besar di perairan Indonesia.
Lebih jauh, kebijakan pembatasan penangkapan ikan yang didorong oleh KKP akan mendorong eksploitasi sumber daya ikan oleh para pelaku perikanan skala besar, sekaligus menguntungkan industri perikanan skala besar karena memiliki kapal, alat tangkap ikan, serta pendanaan yang besar. “Sementara itu, nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil tidak akan mendapatkan apa-apa dengan kebijakan baru ini karena sumber daya ikan telah dikeruk,” jelas Susan di Jakarta, Rabu (29/9/2021).
Menurut Susan, kebijakan pembatasan penangkapan ikan ini, semestinya diarahkan hanya kepada industri perikanan skala besar saja. Alasannya, karena selama ini merekalah yang menangkap ikan dalam jumlah yang banyak untuk kepentingan industri dan perdagangan. Kepentingan industri dan perdagangan inilah yang mendorong penangkapan ikan berlebih sehingga statusnya over exploited.
Berbeda dengan nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil. Meskipun menjadi mayoritas dari pelaku perikanan nasional, tetapi mereka menangkap ikan secara subsisten dan tentu dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan mereka. “Kapal-kapal nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil itu tak mungkin menangkap ikan secara berlebih, karena ukuran kapal mereka yang tidak lebih dari 10 GT serta menggunakan alat tangkap ramah lingkungan,” tambah Susan.
Pada masa yang akan datang, jika kebijakan pembatasan penangkapan ikan ini diimplementasikan, kata Susan, hal yang patut dikhawatirkan adalah konflik antara nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil dengan berbagai pihak yang memiliki kepentingan terhadap sumber daya ikan di perairan Indonesia.
“Jika Pemerintah Indonesia dalam hal ini KKP, berpihak terhadap nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil, maka sebaiknya rencana kebijakan ini ditinjau ulang Kembali,” ungkap Susan.
Editor: Tokohkita