Rokhmin Dahuri
Semestinya Ekonomi Kemaritiman Menjadi Panasea untuk Menolong Permasalahan Bangsa
Bertindak sebagai keynote speaker Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A , dengan menghadirkan narasumber Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS Dr. Ir. Tukul Rameyo, M.T
TOKOKITA. Dalam rangka menyambut HUT ke-75 Kemerdekaan NKRI, Badan Kemaritiman Nahdlotul Ulama (BKNU) Jawa Timur mengadakan seminar nasional online bertajuk “Peran NU dan Kemaritiman Indonesia dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs),” pada Sabtu (15/8/2020).
Dalam webinar ini bertindak sebagai keynote speaker Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A, yang menyapaikan bahasan mengenai peran NU dalam pembangunan kemaritiman Indonesia. Selanjutnya, yang menjadi narasumber utama adalah Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS dengan memaparkan makalah new economy Indonesia berbasis sumber daya kemaritiman dan Dr. Ir. Tukul Rameyo, M.T, menjelaskan materi seputar peran NU dalam mengawal kebijakan maritim di Indonesia.
Sebelum menyampaikan pemaparannya, Rokhmin mengapresiasi undangan dari BKNU Jawa Timur yang memberikan kesempatan kepada dirinya untuk menjabarkan potensi kemaritiman atau kelautan di Indonesia, kendala dan tantangan dalam mengoptimalkannya. Menurut dia, ada tiga alasan hal kemaritiman ini menjadi penting. Pertama, semestinya ekonomi maritim atau kelautan ini menjadi panasea atau obat mujarab untuk menolong segala permasalahan bangsa Indonesia, sehingga menjadi negeri yang baldatun thoyibatun warobbun ghofur.
Kedua, tanpa dukungan NU maka akan sulit maju ekonomi kelautan dan perikanan di di Indoensia. Sebab, umat NU menjadi mayoritas penduduk di negara ini. Cuma, penduduk miskin dari nelayan juga mayoritas dari kalangan Nahdliyin. Ketiga, secara kebetulan pada saat pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur), Rokhmin dan Akbar Tandjung yang diminta oleh Gus Dur untuk menyusun white paper terkait alasan arah pembangunan nasional harus melihat ke laut bukan lagi daratan.
Menurut Rokhmin, karena salah orientasi pembangunan, maka meskti sudah 75 tahun merdeka, Indonesia masih sebagai negara berpendapatan menengah bawah dengan kapasitas IPTEK kelas tiga. Alias, belum menjadi negara maju, adil-makmur, dan berdaulat (Cita-Cita Kemerdekaan RI). Hal itu terjadi karena pertumbuhan ekonomi yang kurang dari 7% per tahun. Saat ini, kena dampak pandemi corona (Covid-19), hingga kuartal II 2020, pertumbuhan ekonomi sudah minus 5,3%.
Nah, jika pada kuartal III 2020, pertumbuhan ekonomi kembali minus maka Indonesia terancam mengalami resesi sehingga waktu pemulihannya akan menjadi berat dan lama. "Padahal, jika ingin menjadi negara maju maka pertumbuhan ekonimi harus diatas 7% selama 10 tahun berturut turut," kata Rokhmin yang juga Penasehat Menteri KKP.
Yang terang, persoalan yang ada saat ini dan menjadi pekerjaan rumah bersama adalah meningkatnya pengangguran dan kemiskinan, nelayan menjadi salah satu kantong kemiskinan, dan kesenjangan sosial dan ekonomi terburuk keempat di dunia. Di sisi lain, disparitas pembangunan antarwilayah, defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan akibat tingginya barang impor, kedaulatan pangan rendah, gizi buruk hingga stunting growth. "Daya saing dan IPM Indonesia masih rendah, sementara di sisi lai terjadi kerusakan lingkungan dan SDA," sebut Rokhmin.
Editor: Tokohkita