Rokhmin Dahuri

Ini Prinsip Perikanan Tangkap yang Mensejahterakan dan Berkelanjutan

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Nasional /
  4. Senin, 31 Agustus 2020 - 17:18 WIB

“Jadi jangan pernah lebih menangkap ikan dari MSY, kecuali bagi negara yang banyak penganggurannya itu boleh sampai dengan batas MSY-nya. Seluruh ahli perikanan tangkap mari kita perhatikan prinsip-prinsip perikanan tangkap yang mensejahterakan dan berkelanjutan," pinta Rokhmin.

TOKOHKITA.Kementerian Kelautan dan Perikanan dibawah kepemimpinan Menteri Edhy Prabowo mengemban beberapa tugas pokok antara lain untuk mengatasi permasalahan internal sektor kelautan dan perikanan (KP), memberikan kontribusi signifikan dalam mengatasi permasalahan dan tantangan bangsa, serta mendayagunakan potensi pembangunan yang tersedia yang menjadi tanggung jawab KKP untuk turut mewujudkan Indonesia yang maju, adil-makmur, dan berdaulat (Cita-Cita Kemerdekaan RI), paling lambat pada 2045.

Nah, untuk mencapai Cita-Cita Kemerdekaan RI tersebut, salah satunya dengan pengelolaan perikanan tangkap  yang mensejahterakan dan berkelanjutan. Menurut Koordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020-2024,  Rokhmin Dahuri, MS, meski secara makroekonomi peran subsektor perikanan tangkap terhadap perkonomian nasional relatif rendah, yakni 1,6% terhadap PDB dan nilai ekspor hanya US$ 2 milyar pada 2019 namun, subsektor ini mampu  menyerap sekitar 2 juta tenaga kerja langsung.

Artinya, terdampay 1,7 juta orang nelayan laut dan 0,3 juta nelayan perairan umum pedalaman (PUD),  serta sekitar 3 juta orang yang bekerja di industri hulu dan industri hilirnya.  Karena, rata-rata ukuran keluarga nelayan adalah empat orang (ayah, istri, dan dua orang anak), maka jumlah orang yang bergantung pada subsektor perikanan tangkap adalah 20 juta orang atau 15% total angkatan kerja Indonesia, yang mencapai 130 juta orang. 

"Potensi perikanan tangkap ini sangat besar karena sekitar 65% total asupan protein hewani rakyat Indonesia dari ikan dan seafood. Sedangkan dan ikan dan seafood yang berasal dari perikanan tangkap sekitar 60%," kata Rokhmin saat menjadi pembicara kunci dalam webinar bertajuk Tata Kelola Penangkapan Ikan yang Bertanggungjawab dan Berkelanjutan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Tangkap Republik Indonesia, Senin (31/8/2020).

Rokhmin menjelaskan, dalam hal volume produksi, subsektor perikanan tangkap berkinerja sangat baik.  Pada 1999, Indonesia merupakan produsen perikanan tangkap terbesar ke-6 di dunia. Pada 2004, Indonesia menjadi produsen terbesar ke-3 di dunia, dan sejak 2009 hingga kini menjadi produsen terbesar ke-2 di dunia. "Indonesia memiliki potensi produksi lestari (MSY) Sumber daya ikan terbesar di dunia yakni 15,57 juta ton per tahun. 

Dalam praktiknya, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB kembali mengingatkan pentingnya menerapkan prinsip-prinsip manajemen perikanan tangkap yang mensejahterakan dan berkelanjutan. Sebab, peran nelayan dalam perikanan tangkap tidak hanya membantu membantu penyelamatan kecelakan di laut, tapi juga menegakkan kedaulatan wilayah NKRI. "Nelayan bukan hanya profesi ekonomi, tetapi juga tentang budaya dan hak kehidupan," tandas Rokmin. Di sisi lain,  nelayan ini menjadi salah satu kantong-kantong kemiskinan karena pendapatannya yang masih rendah.  

Adapun prinsip-prinsip manajemen perikanan tangkap adalah pertama, tingkat pemanfaatan sumber daya ikan (SDI) di suatu wilayah pengelolaan perikanan (fishing ground) maksimum 80% persen dari  maximum sustainable yield (MSY). “Jadi jangan pernah lebih menangkap ikan dari MSY, kecuali bagi negara yang banyak penganggurannya itu boleh sampai dengan batas MSY-nya. Seluruh ahli perikanan tangkap mari kita perhatikan prinsip-prinsip perikanan tangkap yang mensejahterakan dan berkelanjutan," pinta Rokhmin.

Kedua, nelayan atau aktivitas penangkapan ikan harus memaksimalkan total tangkapan yang diijinkan atau total allowable catch dengan menerapkan praktik penanganan terbaik (best handling practices), sistem manajemen mantai pasokan terintegrasi, pelabuhan perikanan (tempat pendaratan ikan) berkelas dunia, dan pengembangan industri pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. “Selama ini pelabuhan perikanan kita hanya menjadi tempat sandar kapal ikan, tidak menjadi bagian dari industri perikanan yang terintegrasi,” terangnya.

Ketiga, sistem bagi hasil antara pemilik kapal dengan anak buah kapal (ABK) harus adil. Prinsip keempat ungkap duta besar kehormatan Jeju Island Korea Selatan itu adalah pembagian kuota penangkapan dari volume total 80% MSY atau MSY itu kepada sejumlah kapal ikan dengan alat tangkap (fishing gears) tertentu. Sehingga total tangkapan untuk setiap kelompok stok ikan sama dengan 80% MSY, dan pendapatan nelayan ABK minimal US$ 300/orang/bulan.

Ketua Dewan Pakar Masayarakat Perikanan Nusantara tersebut mengungkapkan, terkait program dan kebijakan yang harus dilakukan untuk mewujudkan perikanan tangkap berkelanjutan adalah pengurangan fishing effort (kapal ikan, fishing gears, dan jumlah nelayan) untuk setiap kelompok stok ikan berbasis WPP sampai unit wilayah yang lebih kecil (zona penangkapan -1, 2, jurisdiksi perairan propinsi, dan ZEEI).

Yang terang, harus ada peningkatan fishing effort untuk setiap kelompok stok ikan berbasis WPP sampai unit wilayah yang lebih kecil. Selain itu, penetapan alokasi TAC untuk setiap provinsi dalam suatu WPP, berdasarkan pada panjang garis pantai atau lainnya. "Pengembangan armada Ocean Going Fisheries-RI yang kompetitif untuk beroperasi di International Waters (beyond ZEEI) juga harus dilakukan, juga modernisasi dan peningkatan kapasitas nelayan tradisional dengan penggunaan fishing technology yang lebih produktif, efisien, dan ramah lingkungan,” beber Rokhmin.

Bukan hanya itu saja, Rokhmin melanjutkan, nelayan harus menerapkan best handling practices, dan cold chain system, terutama untuk jenis-jenis ikan mahal. Revitalisasi dan pembangunan baru Pelabuhan Perikanan Nusantara dan Pelabuhan Perikanan Samudera  sebagai kawasan industri perikanan terpadu berkelas dunia di wilayah-wilayah terdepan NKRI.

Rokhmin juga meminta pihak terkait harus menjamin pasar ikan hasil tangkapan nelayan dengan harga yang menguntungkan nelayan, dan juga terjangkau oleh konsumen dalam negeri.  Caranya, dengan membangun kemitraan antara industri (pabrik) pengolahan ikan dengan nelayan, yang mana ukuran kapasitas pabrik dengan jumlah ikan mesti sesuai. "KKP juga mendorong penyediaan kredit kepada nelayan di seluruh wilayah NKRI dengan bunga relatif murah dan persyaratan pinjam relatif lunak," pungkasnya.

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER