Usut Tuntas Kasus Dugaan Korupsi KJA Lepas Pantai

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Nasional /
  4. Kamis, 25 Juli 2019 - 13:04 WIB

Proyek KJA bersumber dari anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan pagu anggaran sebesar Rp 50 miliar. PT Perikanan Nusantara merupakan rekanan dalam pengerjaan proyek tersebut. Nilai kontraknya sebesar Rp 45,5 miliar.

TOKOHKITA. Kasus dugaan korupsi proyek keramba jaring apung (KJA) milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Kota Sabang, terus bergulir. Publik menantikan kasus ini diusut tuntas lantaran merugikan keuangan negara. Hal itu terindikasi setelah, Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menyita uang sebesar Rp 36 miliar lebih.

Uang sebesar itu diantar oleh rekanan PT Perikanan Nusantara (Perinus) menggunakan dua mobil dengan pengawalan ketat aparat kepolisian ke Kantor Kejati Aceh di Banda Aceh, Kamis 18 Juli 2019. Barang bukti tersebut disita setelah mendapatkan persetujuan dari Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh.

Untuk diketahui, proyek KJA bersumber dari anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan pagu anggaran sebesar Rp 50 miliar. PT Perikanan Nusantara merupakan rekanan dalam pengerjaan proyek tersebut. Nilai kontraknya sebesar Rp 45,5 miliar. Pada pengerjaannya, proyek itu terdapat indikasi melanggar hukum, sehingga diusut oleh Kejati Aceh.

Rahmi Fajri, Sekretaris Jenderal Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (KuALA) menuturkan pihaknya menemukan fakta dimana perusahaan yang ditunjuk, yaitu PT Perinus tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, yang mana hasil pekerjaan tidak selesai 100%. Ada beberapa hal teknis yang tidak sesuai dengan kontrak yaitu pengadaan kapal operasional yang seharusnya dirakit di Norwegia, namun dibuat di Batam.

Sampai dengan bulan Juli 2019, KPK telah memeriksa 19 orang yang terlibat dalam proyek KJA sebagai saksi dalam pengadaan keramba jaring apung. Dari 19 orang tersebut diantaranya adalah Dirjen Budidaya KKP RI, Slamet Soebjakto dan Dendi Anggi Gumilang, Mantan Direktur PT Perinus, selaku pemenang tender.

“Khusus di Aceh, kami sudah tahu bahwa KPK telah menyita beberapa benda yang dijadikan bukti dan ada pengembalian uang senilai Rp 36,2 miliar oleh Perusahaan. Artinya, proyek KJA ini telah dikorupsi, seharusnya KPK sudah menetapkan siapa tersangkanya,” imbuh Rahmi dalam keterangan reminya kepada Tokohkita.

Menurut dia, korupsi yang terjadi dalam proyek KJA di Aceh menjadi rapor merah bagi KKP dan menjadi alasan kuat untuk KPK melakukan pemeriksaan kepada seluruh proyek KJA baik di Pangandaran maupun di Karimun Jawa. Ke depan, KKP harus mempertimbangkan disparitas geografis Indonesia dalam menyusun program dan fasilitas untuk Nelayan dan Perempuan Nelayan Indonesia.

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta KPK secepatnya memroses laporan Aliansi Nelayan Anti Korupsi (Anak) mengenai dugaan kolusi korupsi dan nepotisme (KKN) dalam pengadaan sarana perikanan KJA offshore oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang diimpor dari Norwegia. “Kita (MAKI) mendukung (laporan Anak). KPK harus segera respon laporan itu,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saimin seperti dikutip dari suarakarya.co.id.

Sebelumnya, Anak melaporkan dugaan KKN yang terjadi dalam pengadaan KJA offshore yang diimpor dari Norwegia. Berbagai pihak termasuk anggota masyarakat di berbagai daerah menyayangkan KKP yang membeli KJA dari luar negeri karena alat serupa bahkan dalam kualitas yang lebih baik sudah diproduksi di Indonesia dan berhasil diekspor.

Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menduga kerusakan KJA ini berangkat dari perencanaan yang buruk. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto tidak mempertimbangkan disparitas geografis dalam penempatan KJA lepas pantai. Teknologi KJA diambil dari Negara Norwegia yang digadang-gadang mampu mendorong jumlah produksi perikanan budidaya. Namun, ironinya KKP seolah-olah tidak mengenal bagaimana musim dan gelombang besar di Indonesia yang jelas berbeda dengan Norwegia.

“Ini juga harus jadi pelajaran, Indonesia memiliki kekhasan, kebhinekaan tidak hanya secara sosiologi tapi juga geografis. Pendekatan budaya dalam program-program agenda semacam itu juga diperlukan. Itu juga menjamin demokrasi dalam pengambilan berlangsung sejak dari akar rumput,” sebut Susan.

Sementara itu, dalam laporan keuangan KKP tahun 2017 yang mengalami disclaimer, BPK menemukan dalam pelaksanaan proyek KJA tidak didukung dengan konsultan pengawas. “Ini merupakan proyek besar, menghabiskan anggaran yang tidak sedikit. Logikanya, bagaimana tidak ada konsultan pengawas? Proyek dengan anggaran besar rentan masuk dalam lingkaran korupsi,” ujar Susan kepada Tokohkita.

Info saja, Ditjen Perikanan Budidaya KKP RI ingin melakukan budidaya ikan kakap putih di perairan Sabang dengan metode KJA offshore dengan mengadopsi teknologi industri perikanan di Norwegia pada 2017.Proyek itu dikerjakan oleh PT Perikanan Nusantara (Perinus) Persero, satu perusahaan milik BUMN dengan nilai kontrak Rp 45.585.100.000 dari pagu Rp 50 miliar dalam DIPA Satker Direktorat Pakan dan Obat Ikan KKP RI tahun 2017.

Dalam mengerjakan proyek itu, PT Perinus menggandeng Aqua Optima AS Trondheim, perusahaan asal Norwegia yang bergerak di bidang pengadaan barang dan jasa instalasi bidang perikanan budidaya.Pada perencanaan, KJA itu memiliki delapan kolam dengan diameter 25 meter. Seharusnya, pengerjaan selesai Desember 2017 sehingga pada tahun 2018 ditargetkan keramba tersebut bisa difungsikan.

Namun, hasil penyelidikan Kejati Aceh menemukan berbagai dugaan pelanggaran dalam pekerjaan KJA di Sabang. Di antaranya, pengadaan barang dan alat keramba tak sesuai dengan spesifikasi (spek) yang ada dalam kontrak

Editor: Tokohkita

KJA

TERKAIT


TERPOPULER