Ini Dia Asal Usul Setan Gundul
Istilah setan gundul pertama kali disampaikan oleh Presiden Soeharto. Menurut laporan Peristiwa 27 Juli yang diterbitkan Institut Studi Arus Informasi (1997), pada mulanya adalah pernyataan Presiden Soeharto ketika menerima pengurus DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dua hari menjelang Peristiwa 27 Juli 1996 (Kudatuli).
TOKOHKITA. Makhluk halus kembali muncul dalam politik terkini. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebut genderuwo untuk politisi yang suka menakut-nakuti. Kali ini, Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief, yang beberapa kali menjadi pemberitaan, menyebut setan gundul.
“Dalam Koalisi Adil Makmur ada Gerindra, Demokrat, PKS, PAN, Berkarya, dan rakyat. Dalam perjalanannya, muncul elemen setan gundul yang tidak rasional, mendominasi, dan cilakanya Pak Prabowo mensubordinasikan dirinya. Setan gundul ini yang memasok kesesatan menang 62 persen,” kata Andi Arief dalam akun Twitter-nya, Senin (6/5/2019).
Dalam cuitan berikutnya, Andi Arief menyebut “Partai Demokrat hanya ingin melanjutkan koalisi dengan Gerindra, PAN, PKS, Berkarya dan Rakyat. Jika Pak Prabowo lebih memilih mensubordinasikan koalisi dengan kelompok setan gundul, Partai Demokrat akan memilih jalan sendiri yang tidak hianati rakyat.”
Siapakah kelompok setan gundul itu? Andi Arief tidak menyebutnya dengan jelas. Namun, reaksi datang dari petinggi PKS. Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid merespons soal angka 62 persen. Menurutnya justru survey internal Partai Demokrat yang menyebut bahwa Prabowo menang dengan 62 persen. Andi Arief meluruskan bahwa yang benar adalah 62 persen kader Partai Demokrat mendukung pencalonan Pak Prabowo.
Setan gundul itu tentu saja bukan makhluk halus yang sebenarnya. Sejarawan Peter Boomgard menemukan sumber dari tahun 1860 yang menyebut setan gundul atau gundul. H.A. van Hien dalam De Javaansche Geestenwereld (1894) menggambarkan gundul seperti seorang bocah berumur empat atau lima tahun dengan kepala gundul seperti umumnya anak Jawa. Ia memberikan kekayaan kepada tuannya.
“Jelas, ada persamaan antara gundul dan tuyul,” kata Boomgard. “Gundul kemudian hilang begitu saja pada 1930-an dan 1940-an. Dan inilah saatnya tuyul memulai kariernya.” Setan gundul yang dimaksud Andi Arief merupakan istilah politik yang pernah muncul pada masa akhir Orde Baru.
Menurut Agus R Sardjono, disebutnya setan gundul membuat prestise hantu menjadi naik. “Kata ini digunakan untuk pihak-pihak yang membakar atau menimbulkan huru-hara, baik dalam demonstrasi maupun kerusuhan biasa,” tulis Agus dalam Bahasa dan Bonafiditas Hantu.
Istilah setan gundul pertama kali disampaikan oleh Presiden Soeharto. Menurut laporan Peristiwa 27 Juli yang diterbitkan Institut Studi Arus Informasi (1997), pada mulanya adalah pernyataan Presiden Soeharto ketika menerima pengurus DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dua hari menjelang Peristiwa 27 Juli 1996 (Kudatuli).
Kepada Soerjadi, Ketua Umum DPP PDI dan kawan-kawannya, Soeharto mengatakan agar mewaspadai setan-setan gundul yang ikut bermain dalam kemelut PDI. Memang pernyataannya tidak menyebut secara eksplisit siapa yang dimaksud setan gundul itu. Namun, lewat Soerjadi, Soeharto agaknya menuding maksud setan gundul adalah kekuatan antipemerintah yang bergabung dalam wadah Majelis Rakyat Indonesia (MARI).
Terbentuknya MARI memang berkaitan dengan kemelut PDI. MARI merupakan koalisi 30 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan ormas-ormas yang mendukung Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI yang terpilih secara aklamasi dalam Kongres Luar Biasa PDI di Surabaya tahun 1993.
MARI didirikan pada 26 Juni 1996 di kantor YLBHI di Jalan Diponegoro 74 Jakarta. Pada pembentukannya hadir 60 orang wakil dari 30 organisasi, di antaranya Sukmawati Soekarnoputri, Djatikusumo, Mulyana W. Kusumah, Bambang Widjojanto, Muchtar Pakpahan, Budiman Sujatmiko, Ridwan Saidi, Yulius Usman, dan lain-lain.
Dalam pertemuan itu, MARI mencetuskan empat tuntutan yang kemudian dikenal sebagai Catur Tura (empat tuntutan rakyat): (1) Turunkan harga, tingkatkan ekonomi rakyat; (2) Basmi sumber kolusi, korupsi, dan monopoli; (3) Pecat dan adili pengkhianat dan pemecah belah bangsa; (4) Cabut paket undang-undang politik.
Menurut Muchtar Pakpahan, salah satu pencetusnya, MARI didirikan sebagai reaksi atas cara-cara pemerintah menangani konflik PDI.
Pemerintah tidak mengakui Megawati sebagai Ketua Umum PDI. Dalam Kongres PDI di Medan pada 1996, pemerintah mendukung Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI. Mega mempertahankan posisinya sebagai Ketua Umum PDI. Kubu Soerjadi yang didukung pemerintah merebut paksa kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro Jakarta pada 27 Juli 1996. Peristiwa Kudatuli itu menelan korban jiwa dan membuat beberapa aktivis mendekam di penjara.
Menurut laporan Peristiwa 27 Juli, pernyataan setan gundul dari Presiden Soeharto yang terkesan guyonan itu ternyata berdampak luas di kemudian hari. Setelah meletus peristiwa 27 Juli 1996, aktivis-aktivis LSM –tergabung dalam MARI– yang distigma sebagai setan gundul itu diburu oleh aparat. Karena, seperti halnya PRD (Partai Rakyat Demokratik), mereka bukan saja dianggap ikut bermain dalam kemelut PDI, melainkan juga dituduh sebagai penggerak terjadinya kerusuhan Sabtu kelabu itu.
Sumber: Historia
Editor: Tokohkita