Susan Herawati, Sekjen Kiara

Proyek KOTAKU Ancam Gusur Masyarakat Pesisir di Indonesia

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Nasional /
  4. Sabtu, 18 Mei 2019 - 21:18 WIB

usan Herawati, Sekjen Kiara/Istimewa
usan Herawati, Sekjen Kiara
Foto: Istimewa

Pusat Data dan Informasi KIARA (2019) mencatat, proyek ini mengincar pemukiman yang dianggap kumuh, khususnya kawasan yang berada di kawasan pesisir dan bantaran sungai. Melalui proyek ini pemerintah ingin melakukan penataan terhadap kawasan kumuh di bantara sungai dan kawasan pesisir yang menjadi tempat tinggal nelayan. Padahal, yang benar adalah penggusuran bukan penataan.

TOKOHKITA.  Masyarakat pesisir di Indonesia telah dan tengah menghadapi ancaman penggusuran yang dilakukan secara sistematis oleh Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR). Melalui proyek Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU), Kemen PUPR menargetkan pembangunan kota tanpa pemukiman kumuh di 269 kabupaten/kota, dan di 11.067 desa/kelurahan. Total proyek Kotaku seluas 23.656 Hektare. 

Di dalam situs Kemen PUPR disebutkan, sumber pembiayaan proyek KOTAKU berasal dari pinjaman luar negeri lembaga donor, yaitu pertama, Bank Dunia (World Bank) sebesar US$ 433 juta. Kedua, Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank) sebesar US$ 329,76 juta. Ketiga, Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) sebesar US$ 74,4 juta.

Pusat Data dan Informasi Kiara (2019) mencatat, proyek ini mengincar pemukiman yang dianggap kumuh, khususnya kawasan yang berada di kawasan pesisir dan bantaran sungai. “Melalui proyek ini pemerintah ingin melakukan penataan terhadap kawasan kumuh di bantara sungai dan kawasan pesisir yang menjadi tempat tinggal nelayan. Padahal, yang benar adalah penggusuran bukan penataan,” kata Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Kiara, di Jakarta, Sabtu (18/5/2019).

Susan merujuk kasus penggusuran yang terjadi di kampung nelayan, Tambakrejo, Kelurahan Tanjungmas, Semarang, dimana 97 keluarga digusur oleh Satuan Polisi Pamong Praja atas perintah Walikota Semarang. “Kasus penggusuran di kampung nelayan, Tambakrejo baru-baru ini, mengingatkan kita bahwa proyek Kotaku sebenarnya adalah penggusuran bukan penataan kawasan kumuh,” katanya.

Contoh lain yang dirujuk Susan adalah kawasan Tallo di Makasar. Data yang dihimpun oleh WALHI Sulawesi Selatan pada tahun 2016, mencatat, proyek KOTAKU di Kota Makassar berpotensi menghilangkan tempat tinggal dan tanah 17.114 kepala keluarga miskin. Angka itu setara dengan 68.456 orang miskin di Kota Makassar yang kehilangan rumah dan tanah.

Di Jakarta Utara, lokasi proyek KOTAKU berada di kampung-kampung nelayan yang selalu dianggap kumuh. “Kampung nelayan seperti Marunda, Kamal Muara, Cilincing, Penjaringan dimana di dalamnya ada Kampung Nelayan Muara Angke, merupakan lokasi proyek KOTAKU. Seluruh kampung-kampung nelayan ini berpotensi akan digusur,” tutur Susan.

KOTAKU atau Kota Tanpa Kumuh adalah nama lain dari kota dengan tanpa permukiman kumuh. Proyek ini jelas akan menggusur banyak permukiman kumuh yang ada dan memaksa pindah para penghuninya ke tempat lain dengan nama relokasi. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) pada tahun 2016 mengkalkulasi sebanyak 9,7 juta jiwa penghuni pemukiman kumuh di seluruh indonesia akan mengalami dampak sosial, dan 4,85 juta jiwa diantaranya merupakan perempuan.

“Bagi lebih dari delapan rumah tangga perikanan yang sangat tergantung kepada sumberdaya kelautan dan perikanan, proyek KOTAKU adalah sebuah ancaman serius karena akan menggusur kawasan tinggal mereka,” tegas Susan.

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER