Susan Herawati

Pemerintah Harus Evaluasi dan Lindungi Masyarakat Pesisir

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. LINGKUNGAN /
  4. Selasa, 31 Mei 2022 - 20:23 WIB

KIARA mendesak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Jawa Tengah untuk tidak lagi terjebak pada perspektif pembangunan industri dan infrastruktur yang bersifat eksploitatif.

TOKOHKITA. Menjelang minggu terakhir bulan Mei, masyarakat yang berada di pesisir utara Jawa Tengah dilanda fenomena alam banjir rob. Akibatnya, masyarakat pesisir disepanjang pantai utara Jawa harus merasakan dampak buruk dari banjir rob yang terjadi diberbagai titik.

Titik-titik lokasi banjir rob di pantai utara di Provinsi Jawa Tengah ialah pesisir Kabupaten Brebes, pesisir Kota dan Kabupaten Tegal, pesisir Kabupaten Pemalang, pesisir Kota dan Kabupaten Pekalongan, pesisir Kabupaten Batang, pesisir Kabupaten Kendal, pesisir Kota Semarang, pesisir Kabupaten Demak, pesisir Kabupaten Jepara, pesisir Kabupaten Pati dan pesisir Kabupaten Rembang.

Titik lokasi dengan intensitas tingginya banjir rob hingga 1 meter lebih adalah pesisir Kota Semarang, terutama di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas akibat dari tanggul laut yang jebol. Titik lokasi lainnya adalah Desa Timbulsloko, Dukuh Mondoliko dan Dukuh Tambak Polo di Kabupaten Demak. Diperkirakan lebih dari 100.000 jiwa nelayan yang tinggal di pesisir pantai utara Jawa Tengah terdampak akibat banjir rob yang terjadi.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati menyatakan bahwa dampak buruk banjir rob paling dirasakan oleh lebih dari 100.ooo nelayan yang tinggal di wilayah pesisir pantai utara Jawa Tengah. “Masyarakat pesisir di Pantai Utara Jawa Tengah, khususnya nelayan tradisional harus merasakan dampak nyata dari banjir rob ini. Apakah banjir rob di Pantura Jawa Tengah murni fenomena alam ataukah akibat dari deforestasi ekosistem hutan mangrove untuk kepentingan proyek industri dan infrastruktur yang eksploitatif di sepanjang pesisir Pantura?” ungkap Susan.

Susan menambahkan bahwa momentum ini merupakan salah satu peringatan dari alam, agar pemerintah menghentikan dan melakukan evaluasi proyek-proyek industri dan infrastruktur yang haus akan eksploitasi sumber daya alam di wilayah Pantura Jawa Tengah. “Pemerintah harus melakukan evaluasi dan memastikan bahwa kejadian seperti ini tidak terjadi lagi dan tidak lagi dialami oleh masyarakat yang tinggal di pesisir utara Jawa Tengah, dan masyarakat pesisir harus mendapatkan perhatian dan bantuan yang layak dari pemerintah untuk melalui banjir rob yang telah terjadi,” katanya.

“Terutama wilayah Desa Timbulsloko, Dukuh Mondoliko dan Dukuh Tambak Polo di Kabupaten Demak, mereka telah merasakan banjir rob terparah dalam 2 tahun terakhir. Air sudah semakin masuk hingga ke dalam rumah dan mengganggu aktivitas serta perekonomian mereka dalam 2 tahun terakhir, bahkan di Dukuh Timbulsloko jalanan menuju kampung sudah tertutup air rob,” tambah Susan.

KIARA mendesak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Jawa Tengah untuk tidak lagi terjebak pada perspektif pembangunan industri dan infrastruktur yang bersifat eksploitatif. Hal tersebut karena akan memberikan dampak yang nyata terhadap percepatan krisis iklim, dan jika terjadi akan menjadikan masyarakat pesisir sebagai korban pertama. “Jika terjadi bencana seperti banjir rob, Pemerintah Pusat dan Daerah tidak boleh terjebak pada penyelesaian masalah banjir yang bersifat sloganistik, yaitu: naturalisasi atau normalisasi. Penyelesaian dengan pendekatan sloganistik hanya memberikan solusi palsu, tetapi tidak menyelesaikan akar persoalannya dan penyebabnya, akhirnya menambah krisis ekologis yang terjadi di pesisir utara Jawa Tengah,” tegas Susan.

KIARA memandang bahwa problematika banjir rob harus diselesaikan dengan meninggalkan perspektif dan pola pembangunan industri dan infrastruktur yang ekstraktif, yaitu: pertama, melakukan menghentikan dan meng-evaluasi secara utuh terkait industri dan pembangunan yang berada di wilayah pesisir utara Jawa Tengah; kedua, menghentikan deforestasi hutan mangrove yang berada di pesisir utara Jawa Tengah, dan melakukan pemulihan serta restorasi ekosistem hutan mangrove.

Ketiga, memperbaiki tata ruang dengan memprioritaskan ruang hijau untuk pemulihan lingkungan pesisir; keempat, pembangunan di pesisir harus melihat daya tampung, daya dukung serta bebas ekologis; kelima, Pemerintah Pusat dan Daerah harus membuat konsep perlindungan masyarakat pesisir dan konsep mitigasi bencana dengan pendekatan restorasi lingkungan yang melibatkan partisipasi penuh masyarakat pesisir.

KIARA mendesak Pemerintah Daerah Jawa Tengah untuk lebih memperhatikan kondisi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir utara Jawa Tengah, terutama dalam proses pemulihan melewati bencana banjir rob yang terjadi. “Bantuan dan pemulihan kondisi masyarakat pesisir wajib dilakukan Pemerintah Daerah Jawa Tengah sesuai mandat Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya dan Petambak Garam,” tegas Susan.

“Masyarakat pesisir membutuhkan perlindungan dan pemberdayaan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam menghadapi bencana alam karena merupakan amanat dari Undang-Undang No. 7 Tahun 2016. Pemerintah harus segera melakukan aksi nyata untuk mengevaluasi industri dan pembangunan yang berada di wilayah pesisir dan memprioritaskan penguatan masyarakat dan pemulihan hutan mangrove yang berada di wilayah pesisir untuk keberlanjutan hidup masyarakat pesisir dan ekosistem hayati yang berada di pesisir Jawa Tengah. Jika tidak ada aksi nyata, maka banjir dan bencana ekologis lainnya yang pada akhirnya menjadi krisis ekologis akan terus terjadi dan akan semakin mengancam keberlanjutan hidup masyarakat pesisir dan nelayan tradisional,” tegas Susan. 

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER