Edu Rakhman

Megaproyek OBOR China Menambah Beban Rakyat Indonesia

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. LINGKUNGAN /
  4. Senin, 29 April 2019 - 16:40 WIB

Skema perjanjian One Belt One Road atau Belt and Road Inisiative (BRI)/Istimewa
Skema perjanjian One Belt One Road atau Belt and Road Inisiative (BRI)
Foto: Istimewa

Proyek-proyek pembangkit listrik batubara masih mendominasi pinjaman sektor listrik di Belt and Road Initiative dan menyumbang porsi terbesar (42%) dari pembiayaan sektor energi oleh bank-bank Cina pada tahun 2018. Hal ini tentu bertentangan dengan upaya global untuk menurunkan emisi terutama dari sektor energi.

TOKOHKITA. Petemuan kedua forum kerjasama internasional Belt and Road Inititive kedua telah dilaksanakan pada tanggal 25-28 April 2019 bertempat di Beijing, pertemuan yang sama sebelumnya juga dilaksanakan pada Mei tahun 2017. Pertemuan ini dihadiri oleh lebih 37 negara termasuk Indonesia. Rombongan delegasi Indonesia dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Menteri Luar Negeri, Menteri Ristek dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Pemerintah memberikan syarat bagi masuknya investasi asing dari Cina antara lain: Pertama, investor China harus menggunakan tenaga kerja asal Indonesia. Kedua, perusahaan yang berinvestasi harus memproduksi barang yang bernilai tambah (added value). Ketiga, perusahaan asal China wajib melakukan transfer teknologi kepada para pekerja lokal. Keempat, Pemerintah Indonesia memprioritaskan konsep investasi melalui business to business (B to B) bukan government to government (G to G). Kelima, jenis usaha yang dibangun harus ramah lingkungan.

Kelima syarat tersebut tentu saja terlihat baik, namun perlu juga dilihat apakah selama ini proyek yang dibiayai oleh China melaksanakan ketentuan tersebut. Dalam laporan perkembangan Pemerintah China tentang pelaksanaan Belt and Road Intitative yang dirilis sebelum pelaksanaan pertemuan kedua, menegaskan untuk melaksanakan Kesepakatan Paris.

Namun, proyek-proyek pembangkit listrik batubara masih mendominasi pinjaman sektor listrik di Belt and Road Initiative dan menyumbang porsi terbesar (42%) dari pembiayaan sektor energi oleh bank-bank Cina pada tahun 2018. Hal ini tentu bertentangan dengan upaya global untuk menurunkan emisi terutama dari sektor energi. Negara-negara lain sudah mulai meningggalkan energi kotor batubara, namun pemerintah Cina melalui pembiayaan bank-bank China justru melanggengkan ketergantungan terhadap energi fosil.

"Baik G to G ataupun B to B, kami menganggap bukan disitu persoalannya, dan kami tidak mau terjebak  pada perdebatan  itu. Karena pada dasarnya,  Indonesia sudah mengelola utang dari Pemerintah China," kata Koordinator Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Edu Rakhman, dalam konferensi pers di Kantor Walhi, Jalan Tegal Parang Nomor 14, Mampangm Jakarta Selatan, Senin (29/4/2019).

Data terakhir yang dirilis Bank Indonesia (BI) melalui Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) April 2019, menunjukkan status terakhir posisi utang luar negeri pada Februari 2019 dari Pemerintah China sebesar US$ 17,7 miliar atau setara dengan Rp 248,4 triliun dengan kurs Rp 14.000. Lebih spesifik utang yang dikelola pemerintah sebesar Rp 22,8 triliun dan swasta sebesar Rp 225,6 triliun. Sebagai catatan, untuk BUMN itu masuk kategori swasta dalam catatan utang Indonesia. "Jadi baik itu G to G atau B to B yang didominasi BUMN, tetap akan menjadi tanggungjawab negara dan pasti menjadi beban rakyat Indonesia," ungkap Edu.

Walhi membeberkan, tahun 2017, tiga bank China antara lain, China Contruction Bank, ICBC dan Bank of China termasuk dalam 10 bank di dunia yang paling buruk karena membiayai energi fosil. Total pembiayaan tambang batu bara pada tahun 2015-2017 masing-masing adalah China Contruction Bank: US$ 12.608 juta, ICBC: US$ 9.464 juta, BoC:  US$ 8.215 juta. Sedangkan total pembiayaan PLTU batubara masing-masing bank adalah  ICBC: US$ 13.463 juta, China Contruction Bank: US$ 13.264 juta, BoC: US$ 9.064 juta.

Selain itu dari 28 proyek senilai Rp 1.296 riliun yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia untuk didanai dalam kerangka Belt and Road Inititive, juga masih terdapat proyek-proyek listrik energi kotor batubara antara lain PLTU batubara berkapasitas 1.000 Mw di Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI), Tanah Kuning, Mangkupadi di Kalimantan Utara. PLTU batubara berkapasitas 2x350 Mw di Celukan Bawang, Bali. PLTU Mulut Tambang Kalselteng 3 berkapasitas 2x100 Mw dan Kalselteng 4 berkapasitas 2x100 Mw, Kalimantan Tengah.

Pembiayaan energi kotor batubara masih berjalan dengan melakukan MoU untuk  3 PLTU Batubara. MoU dengan Toba Bara dengan luhut sebagai salah satu pemiliknya menimbulkan konflik kepentingan. Dua PLTU tersebut juga sudah dibiayai oleh Bank Mandiri dan PT SMI, dan projectnya sudah berjalan. Satu PLTU lagi tidak jelas lokasinya dimana dan siapa pembangunnya.

Edu menambahkan, bebeberapa project yang MoU-nya ditandatangani sudah berkali-kali melakukan tanda tangan, tidak ada kejelasan, saat ini diteken lagi atau lanjutan dari tanda tangan kerjasama sebelumnya. Pembangunan KIPI Tanah Kuning dengan PLTU besar dan smeleter menunjukan bahwa paradigma pembangunnnya masih mengandalkan industri ekstraktif dan ekspor bahan mentah. "Di tengah jatuhnya harga komoditas pembangunan smelter almunium di beberapa tempat sekaligus malah akan makin merusak lingkungan secara luas dan menjatuhkan harga," sebutnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pemerintah menyiapkan empat koridor untuk proyek Belt and Road Iniatiative (BRI) yang diinisiasi oleh Cina. “Indonesia mengalokasikan empat koridor untuk proyek BRI. Itu di Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Pulau Bali yang terkenal. Jumlah total populasi keempat provinsi ini di atas 30 juta orang. Kecuali untuk Bali, ketiga provinsi tersebut memiliki angka kemiskinan sekitar tujuh hingga sembilan persen,” kata Luhut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (25/4) malam.

Luhut saat menjadi pembicara pada Forum Tematik pada KTT Belt and Road Inisiative di Beijing, Kamis, mengatakan proyek-proyek BRI harus berkontribusi dalam pengurangan tingkat kemiskinan. “Tolok ukur keberhasilannya adalah ketika ia dapat mengurangi tingkat kemiskinan dengan membuka peluang kerja lokal,” katanya.

Luhut menambahkan kerja sama ekonomi dengan luar negeri adalah hal yang tidak bisa dihindari saat ini. “Tidak ada wilayah yang dapat bertahan dengan menutup perbatasannya dari perdagangan. Indonesia percaya pada keterbukaan, pragmatisme, dan inovasi,” ujarnya

Proyek di Sumatera Utara
1. Pelabuhan hub dan kawasan industri internasional Kuala Tanjung
2. Kawasan industri Sei Mangkei
3. Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Sei Mangkei berkapasitas 250 megawatt (Mw)
4. Kemitraan strategis (strategic partnership) Bandara Internasional Kualanamu

Proyek di Kalimantan Utara
1.Kawasan industri dan pelabuhan internasional Tanah Kuning
2.Zona ekonomi terpadu Indonesia Strategis Industri (ISI) Tanah Kuning
3.Taman indsutri ASK Gezhouba Tanah Kuning, Mangkupadi
4.Infrastruktur kawasan industri dan fasilitas publik Tanah Kuning
Kawasan Industri
5.Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning
6.SEB-KPP-state grid integrated solution: Mentarang Induk & Kabama Induk HEP's
7.Kayan hydro energy, Kabupaten Bulungan
8.Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sembakung, Distrik Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan
9.PLTU batubara berkapasitas 1.000 Mw Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI), Tanah Kuning, Mangkupadi
10.Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Idehei & Gezhouba, Sungai Kayan dan Sungai Bahau
11.PT Prime Steel Indonesia, Tanah Kuning, Kabupaten Bulungan
12.Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Dimetyl Ether (DME), Tanah Kuning, Mangkupadi, Kabupaten Bulungan
13.Proyek kluster alumunium PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), Tanah Kuning
 
Proyek di Sulawesi Utara
1.Kawasan pariwisata Likupang, Tanjung Pulisan, Minahasa Utara
2.Kawasan industri Bitung

Proyek di Bali
1.Taman Teknologi Pulau Kura-Kura

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan delapan proyek di luar empat koridor prioritas tersebut, meliputi:
1.Coal Fired Power Plant (CFPP) berkapasitas 2x350 Mw di Celukan Bawang, Bali
2.Pembangkit listrik skala menengah di berbagai lokasi di Pulau Jawa
3.Mine mouth Coal Fired Power Plant (CFPP) Kalselteng 3 berkapasitas 2x100 Mw dan Kalselteng 4 berkapasitas 2x100 Mw, Kalimantan Tengah
4.Pembangunan gedung Signature Tower
5.Kawasan ekonomi khusus Indonesia-China di Jonggol, Jawa Barat
6.Kawasan industri terpadu Ketapang
7.Pengentasan kemiskinan dan penanaman kembali kelapa sawit
8.Kolaborasi internasional Meikarta Indonesia-China

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER