Priyadi Abadi
Salah Kaprah Jika Bali Menolak Wisata Halal
- Beranda /
- Kabar /
- Gaya Hidup /
- Sabtu, 16 Maret 2019 - 01:26 WIB
Bangsa-bangsa Eropa di benua biru sana berlomba menyajikan konsep pariwisata halal bagi wisatawan muslim yang datang tidak hanya dari jazirah Arab tapi juga dari negara muslim lainnya termasuk Indonesia.
TOKOHKITA. Salah besar jika membuang kesempatan untuk membuka potensi pariwisata halal di Pulau Bali. Sebab tren pariwisata halal saat ini sedang mengalami kenaikan tidak hanya di Indonesia bahkan hampir di seluruh dunia. Tapi Gubernur Bali I Wayan Koster salah kaprah. Dia berpikir pariwisata halal akan berpotensi berbenturan dengan kearifan lokal di sana.
Bangsa-bangsa Eropa di benua biru sana berlomba menyajikan konsep pariwisata halal bagi wisatawan muslim yang datang tidak hanya dari jazirah Arab tapi juga dari negara muslim lainnya termasuk Indonesia. Tujuannya adalah untuk memberikan kenyamanan kepada wisatawan muslim selama mereka menikmati suguhan yang diberikan negara destinasi wisata mulai dari sarana dan prasarana hingga hidangannya yang sesuai dengan pakem-pakem umat Islam.
Tak perlu jauh menengok orang Barat, tetangga kita sendiri yaitu Thailand sangat menggenjot potensi pariwisata halal ini. Sebab potensi pemasukannya sangat luar biasa besar, apalagi sektor pariwisata saat ini dianggap unit bisnis yang masih dapat diandalkan di tengah-tengah badai ekonomi yang melanda setiap negara.
Ketua Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF), Priadi Abadi menyambut baik wacana untuk menjadikan Bali sebagai salah satu destinasi wisata halal di Indonesia. Menurut Priadi, wacana tersebut dapat dilihat sebagai kepiawaian membaca peluang pasar nasional dan global di sektor industri halal yang saat ini kian tumbuh dan berkembang pesat.
“Semestinya bukan hanya Bali, tapi seluruh destinasi wisata di Indonesia musti diproyeksikan sebagai destinasi halal. Pergerakan muslim traveler, baik inbound maupun outbound di dunia saat ini luar biasa. Halal sudah sangat menjadi tren hari ini, terutama dari sisi pariwisatanya,” jelas Priadi seperti dikutip dari Indonesiainside.id, Sabtu (16/3/2019).
Berdasarkan data Thompson Reuters, industri pariwisata halal global memiliki potensi yang sangat besar, dengan kapitalisasi pasar sebesar 1,3 triliun dolar AS. Dari jumlah tersebut, sebanyak 151 miliar dolar AS didorong dari pasar negara-negara Muslim. Angka tersebut di luar umrah dan haji yang sebesar 17 miliar dolar AS. Jumlah ini hampir setara dengan pasar Cina yang sebesar 168 miliar dolar AS.
“Kalau Bali, ataupun Indonesia secara umum tidak menangkap ini sebagai satu peluang (opportunity) untuk bisnis kedepan, maka Bali dan deretan destinasi wisata lainnya akan menjadi pengecualian. Market destinasi halal akan mengalihkan tujuannya ke negara lain seperti Malaysia, Thailand, Taiwan, Korea, Jepang yang saat ini bahkan sudah sangat fokus di bidang halal lifestyle dan destinasi halal,” papar Priadi.
Global Muslim Travel Index (GMTI) 2018 menempatkan Indonesia di peringkat dua dalam kategori Destinasi Organisasi Kerjasama Islam (OKI) Teratas. Peringkat pertama diraih oleh Malaysia. Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata menargetkan Indonesia mampu menggeser Malaysia di posisi teratas pada tahun 2019 ini.
“Kalau saya berpendapat perlu diklaster, hanya di wilayah-wilayah tertentu bisa dijadikan tempat destinasi halal. Karena kalau Bali secara global sih agak sulit. Tapi sekali lagi sangat mungkin apabila dibuat kluster,” tandas Priadi.
Sebelumnya, wacana menjadikan Bali sebagai destinasi wisata halal yang diutarakan Cawapres 02, Sandiaga Uno mendapat kritikan. Bahkan sebagian pihak tegas menolak hal tersebut. Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Bidang Pariwisata, Taufan Rahmadi mengatakan wisatawan muslim di Bali juga ada. Jadi, mereka wajar ingin mendapat service wisata halal.
“Wisatawan muslim di negara manapun menjadi market pariwisata yang berkualitas dan jauh lebih besar daripada wisatawan-wisatawan lainnya,” kata Taufan.
Editor: Tokohkita