STFI Menggelar Skrining dan Edukasi Thalassaemia

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. EDUKASI /
  4. Minggu, 26 November 2023 - 07:14 WIB

Melalui kegiatan skrining ini, kata dia, masyarakat dan akademisi diedukasi tentang thalassaemia agar lebih peduli dan mau melakukan pemeriksaan untuk menekan kasus tersebut.

TOKOHKITA. Penderita thalassaemia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Saat ini, sudah ada 12.000 kasus dan 40 persennya berada di Jawa Barat (Jabar). Demikian diungkapkan Ketua Yayasan Thalassaemia Indonesia (YTI), Ruswandi saat acara skrining thalassaemia yang digelar Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STFI) di Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Rabu (22/11/2023).

"Dari total jumlah 12.155, 40 persennya ada di Jabar. Jabar ini jadi daerah paling besar," ujar Ruswandi. Menurutnya, masih banyak masyarakat yang belum tahu tentang thalassaemia. Padahal, thalassaemia masuk dalam kategori penyakit dengan pembiayaan tertinggi yang dicover BPJS Kesehatan.

Melalui kegiatan skrining ini, kata dia, masyarakat dan akademisi diedukasi tentang thalassaemia agar lebih peduli dan mau melakukan pemeriksaan untuk menekan kasus tersebut. 

"Masyarakat sampai hari ini masih banyak yang tidak mengetahui thalassaemia itu apa, ada yang berpikir penyakit ini menular, itu salah, ini murni faktor genetik, ini bisa dicegah, masalahnya kalau gak dicegah, semakin lama, semakin berat beban negara dan pemerintah, terutama BPJS," katanya.

Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan yakni dengan melakukan pemeriksaan sebelum menikah. Jika hasilnya ditemukan ada carrier atau pembawa sifat, disarankan untuk mencari pasangan yang normal. "Kalau bertemu dengan pasangan pembawa sifat juga, akan lahir thalassaemia mayor, yaitu anemia yang harus menjalani transfusi darah dan itu membutuhkan biaya mahal," ucapnya.

Ketua STFI Dr. apt Adang Firmansyah, M.Si. menambahkan, skrining ini dilakukan agar tidak terjadi ledakan kasus thalassaemia di Indonesia. "Thalassaemia ini karena belum banyak yang ter-skrining, ini hidden. Ini bisa jadi gunung es sebetulnya karena yang ketahuan baru sedikit," katanya.

"Bahkan, orang banyak yang tidak tahu, penderita hanya 12.000-20.000 tapi habiskan BPJS Rp 600 miliar, satu orang bisa habiskan Rp 400 juta untuk transfusi darah," ujar Adang.

Pihaknya pun mendorong seluruh warga Indonesia untuk melakukan skrining sejak dini sebagai upaya pencegahan. "2016 itu cuman sekitar 6.000, sekarang 12.000-20.000. Dulu urutan kelima, sekarang keempat," ucapnya. Adang menyebut, kegiatan skrining yang digelar STFI diharapkan diadopsi oleh kampus lain, termasuk pemerintah. Sebab, proses skrining thalassaemia tidak sulit seperti yang bayangkan.

 

 

 

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER