Muhammad Akbar

Peran Media dalam Penyebaran Islam di Indonesia

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Daerah /
  4. Minggu, 20 September 2020 - 22:18 WIB

Muhammad Akbar/Dokumen pribadi
Muhammad Akbar
Foto: Dokumen pribadi

“Menulis adalah pekerjaan para ulama dan memiliki keutamaan yang sangat luar biasa, sebagaimana perkataan Hasan Al Basri (Ditimbang tinta pena para ulama dengan darah para syuhada, maka akan lebih berat tinta pena para ulama daripada darah para syuhada),” ujarnya.

TOKOHKITA. Satu Ide Literasi mengadakan Tarbiyah Literasi Online dengan tema Peran Media dalam Kebangkitan Islam, menghadirkan Founder Mujahid Dakwah Muhammad Akbar, sebagai pemateri. Kegiatan ini diadakan secara virtual (Zoom Meeting) pada Ahad (20/9/2020).

Kegiatan ini dihadiri dari berbagai kalangan dan latar belakang baik mahasiswa, penulis, aktivis dakwah, dan lainnya. Pesertanya juga berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Di awal materinya, Akbar menyampaikan motivasi kepada para peserta dengan mengutip petuah atau perkataan ulama yang berkaitan dengan pentingnya menulis.

“Menulis adalah pekerjaan para ulama dan memiliki keutamaan yang sangat luar biasa, sebagaimana perkataan Hasan Al Basri [Ditimbang tinta pena para ulama dengan darah para syuhada, maka akan lebih berat tinta pena para ulama daripada darah para syuhada],” ujarnya.

Tradisi menulis dalam Islam telah dilakukan oleh para ulama terdahulu, sehingga ribuan karya-karya mereka masih bisa kita temukan, bahkan sampai hari ini belum ada yang mampu untuk menyaingi karya-karya mereka baik dari kualitas dan kuantitas.

“Dalam catatan sejarah, utamanya di Indonesia. Budaya literasi sangat besar dikalangan para ulama seperti KH. Hasyim Ashari yang telah menulis beberapa kitab salah satunya (Adabul Alim Wal Muta’allim), begitupun dengan Buya Hamka dengan berbagai karya tulis baik sastra dan agama seperti Pribadi, Tafsir Al-Azhar dan lainnya,” lanjutnya.

Pembina Daar Al Qalam tersebut menjelaskan tentang awal-awal masuknya media Islam di Nusantara dan pertama kali berkembang di Pulau Sumatera yang sangat gentol menyebarkan Islam dan menyeru umat agar bersatu dalam melawan penjajah Belanda.

“Awal masuknya media Islam di Nusantara bahkan di Asia Tenggara, yakni berdirinya Majalah Al Imam oleh Syekh Tahir, Syekh Muhammad bin Salim, Syekh Al Hadi dan Haji Abbas, yang dicetak di Singapura dan tersebar di Malaya dan Pulau Sumatra,” paparnya.

Kemunculan media Islam di zaman penjajahan menjadi wadah dalam menyuarakan aspirasi masyarakat dan ummat yang mengalami penindasan, penjajahan dan bahkan kemiskinan yang merajalela. Dalam sebuah edisinya, Al Imam menyebut tanah Sumatra, tanah Manado, tanah Jawa, tanah Borneo dalam genggaman Belanda, hingga tanah Melayu Peninsula dalam cengkeraman Inggris. [Al Imam Vol. 1, No. 3, 19 September 1906],” ungkapnya.

Al Imam juga menegaskan haluannya untuk mengingatkan mereka yang terlupa, membangunkan mereka yang terlelap, menunjukkan arah yang benar kepada mereka yang tersesat, memberi suara kepada mereka yang berbicara dengan bijak, mengajak umat Islam berupaya sebisa mungkin untuk hidup menurut perintah Allah, serta mencapai kebahagiaan terbesar di dunia dan memperoleh kenikmatan Tuhan di Akhirat. [Al Imam, I Juli 1906].

Olehnya itu, keberadaan media massa Islam sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap proses perkembangan dan penyebaran agama Islam di Nusantara, utamanya di Indonesia seperti Majalah Al Munir, Pembela Islam, Semangat Islam, Pedoman Masyarakat, Bintang Islam, Soeara Muhammadiyah, dan Lainnya.

“Perjuangan media Islam bukan berenang di tepian, tetapi terjun secara langsung dan berenang di pusaran perjuangan, sehingga hal tersebut membuat beberapa media massa Islam ditutup, dibredel bahkan dibakar oleh penjajah waktu itu, karena memiliki pengaruh yang besar dalam penyebaran Islam,” sebut Akbar.

Laporan: Usamah

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER