Ramadan di Co-living: Ada Teman untuk Berbagi dan Fasilitas yang Mumpuni
Begitu tiba bulan Ramadan di minggu terakhir bulan April lalu, ada banyak yang merasakan pengalaman lain yang berbeda dengan bulan Ramadan biasanya. Terutama para profesional yang tinggal jauh dari rumah. Mereka tinggal di kost-kostan, dan ada pula yang berbagi ruang apartemen di hunian co-living. Inilah kisah mereka.
TOKOHKITA. Pandemi COVID-19 dan peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ditetapkan pemerintah sejak bulan Maret lalu, sudah mengubah dinamika kehidupan hampir di segala bidang. Bagi para pekerja kantoran, di hari-hari biasa, meeting dengan rekan setim di kantor via aplikasi Zoom dan Google Hangout, dan bekerja dari rumah (WFH) sudah merupakan new normal.
Begitu tiba bulan Ramadan di minggu terakhir bulan April lalu, ada banyak yang merasakan pengalaman lain yang berbeda dengan bulan Ramadan biasanya. Terutama para profesional yang tinggal jauh dari rumah. Mereka tinggal di kost-kostan, dan ada pula yang berbagi ruang apartemen di hunian co-living.
Uniknya, bulan puasa di masa pandemi bagi mereka tidak begitu terasa berat seperti di kondisi normal. PSBB dan WFH malah menjadikan mereka lebih khusyuk menjalaninya. Seperti yang dialami Sifat Hasan, seorang karyawan HR asal Dhaka, Bangladesh, yang tinggal di apartemen yang dikelola oleh operator co-living Flokq di kawasan Senopati.
Baginya, Ramadan kali ini bisa membuatnya makin mudah menjalani hari. “In a weird way, pandemi ini membuat saya lebih mudah menciptakan atmosfir yang saya inginkan selama Ramadan,” akunya. Baginya, Ramadan memang selalu tentang merefleksikan diri, menghindari berbagai macam godaan duniawi, dan untuk tahun ini ia merasakan begitu banyak kemudahan, seperti tidak harus berpergian dalam kondisi berpuasa. “Tentunya tidak perlu membuat teman kerja yang tak berpuasa merasa kikuk ketika tahu kita sedang berpuasa,” celoteh Sifat yang sudah 7 tahun meninggalkan negara asalnya.
Tidak perlu bepergian, artinya lebih banyak di dalam ruangan atau kamar. Tamanna, seorang data analyst di sebuah perusahaan swasta, mengaku menikmati betul kondisi seperti ini. Apalagi di bulan Puasa, di mana sangat mudah untuk mengantuk di jam-jam sibuk. “Tidur siang sejenak sangat mudah saya lakukan di siang hari tanpa merasa melanggar aturan. Dan tentunya tak perlu minta izin atau sibuk mencari tempat yang aman untuk tidur,” aku perempuan berusia 27 tahun ini.
Beruntung Tamanna mempunyai flatmates yang pengertian di tempatnya tinggal di apartemen yang dikelola oleh Flokq. Segala perubahan jadwal makannya seperti sahur dan berbuka puasa sudah mereka pahami bersama. “Senang rasanya memiliki teman untuk berbagi makanan ketika berbuka. Saya berteman dengan Flokqers (member Flokq) yang suka dan sering bergabung dengan saya ketika makan, sampai-sampai mereka menyesuaikan jam makannya demi saya. Bahkan membantu menyiapkan makanan untuk kami makan bersama,” tuturnya.
Kebersamaan yang dirasakan Tamanna, senada dengan apa yang Zahra harapkan selama bulan puasa dalam karantina. “Berbuka atau sahur sendiri tidak masalah bagi saya. Namun jika ada teman berbuka dan sahur tentunya akan lebih menyenangkan. Kami bisa berbagi menu buka puasa,” aku perempuan berusia 24 tahun asal kota Malang ini.
Zahra sepertinya merindukan masa-masa normal di saat masih bisa melakukan kegiatan khas bulan Ramadan dengan tidak sendirian. “Masa pandemi tentunya menghalangi kita untuk melakukan buka puasa bersama kerabat, teman dekat atau sahabat, ataupun keluarga. Selain itu juga, ngga bisa ngabuburit, mencari takjil bersama teman. Saya berharap, meskipun dalam kondisi pandemi, saya masih bisa mempunyai teman berbuka dan teman sahur,” kata perempuan yang menjabat sebagai Operation Specialist di sebuah perusahaan start up ini sedikit bersedih.
Namun, Zahra masih bisa merasa lega. Paling tidak, untuk urusan perawatan kamar, Zahra tidak harus melakukannya sendiri. Tempat tinggalnya yang dikelola Flokq, sudah mengatur semuanya sampai hal yang paling detail. “Flokq sangat memudahkan hidup saya. Tidak perlu khawatir masalah pembayaran listrik. Rumah tetap bersih karena ada helper yang rutin datang setiap seminggu sekali. Bahkan untuk urusan air minum juga tidak perlu bingung membeli atau memesan karena Flokq juga menyediakan refill untuk air minum dispenser,” jelasnya.
Sepertinya, selama fasilitas yang diberikan operator tempat tinggalnya tetap mendukung, melakukan aktivitas Ramadan sendirian atau bersama-sama tidak terlalu berpengaruh buat mereka. Hafiz Rulih, pegawai swasta berusia 24 tahun mengaku sudah biasa melakukan kegiatan khas Ramadan sendirian sejak masih tinggal di kost.
“Bedanya dulu di kos, saya harus masak dari malam sebelumnya dan buka dengan membeli makanan dari luar. Sejak tinggal dengan Flokq, saya bisa menyiapkan makanan berbuka sendiri. “Nyaman-nyaman saja karena sudah terbiasa. Enaknya, Flokq menyediakan supplies, kebersihan, maintenance dan internet yang cepat untuk unit saya,” akunya.
Ditambah lagi, kebetulan Hafiz memiliki flatmate yang pengertian. “Kalo sudah lelah di malam hari, flatmate saya yang memasak nasi. Dia sangat menghargai saya selama puasa, dia merasa sungkan makan di depan saya padahal saya sudah terbiasa,” lanjutnya.
Puncak ibadah puasa di bulan Ramadan adalah Idul Fitri atau Lebaran. Bagi muslim, momen tersebut dimanfaatkan untuk berkumpul bersama keluarga besar yang biasanya dilakukan di kampung halaman.
Namun pandemi virus Corona mengubah tradisi itu. Pemerintah sudah menetapkan pelarangan mudik demi memutus dan mengurangi penyebaran virus. Masyarakat pun diminta untuk mematuhinya. Hal tersebut, bagi ekspatriat yang sudah lama tinggal di Indonesia seperti Sifat, jelas tak jadi masalah. Namun Tamanna, yang sudah menjadwalkan pulang ke negaranya untuk bertemu keluarga tahun ini, terpaksa membatalkannya. “Keluarga saya mengerti dalam situasi seperti ini tidak mungkin untuk saya melakukan perjalanan ke sana. Mereka mengerti sekali resikonya,” jelasnya.
Zahra juga terpaksa membatalkan rencananya mudik ke Malang untuk bertemu dengan orangtuanya. Begitu juga Hafiz. Orangtua mereka sedih karena tak bisa bertemu bersilaturahmi bersama keluarga besar. “Tapi mereka sudah mengerti dengan kondisinya,” ujar Zahra dan Hafiz.
Suasana Lebaran yang identik dengan perayaan dan makan-makan bersama, langsung menjadi ide dalam pikiran mereka masing-masing untuk membawa suasana lebaran ke apartemen. “Saya merencanakan mengadakan Eid dinner. Saya suka sekali memasak untuk teman-teman. Saya rasa di momen Eid ini, makan malam kecil untuk 6 orang sangat ideal dengan three course meal di ruang makan saya,” kata Tamanna menjabarkan rencananya.
Sifat juga sudah merencanakan memasak tidak hanya untuk housemates-nya. “Semoga saya juga bisa berbagi menu cuci mulut untuk Satpam di apartemen saya,” tukasnya.
Rencana perjamuan makan juga sudah ada dalam benak Zahra dan Hafiz. Mereka tanpa berpikir panjang langsung berniat mengumpulkan teman-temannya yang tidak bisa mudik untuk makan-makan di apartemennya. “Mereka sangat antusias dengan ide tersebut. Kita sudah merencanakan menu masakan apa yang akan kita masak bersama,” ungkap Zahra.
Sementara itu, Hafiz sudah selangkah lebih maju karena sudah punya ide menu masakan yang sangat detail dan beragam. “Kami berencana untuk memasak makanan khas lebaran bersama seperti lontong, opor ayam, sayur lodeh, rendang, dan kue tradisional,” ujar Hafiz membeberkan rencananya.
Selama masih ada teman dan fasilitas, hidup ini memang menjadi mudah. Terutama di masa pandemi seperti sekarang. Keduanya dapat menjadi obat rasa rindu akan kebersamaan.
Editor: Tokohkita