Roy Pangharapan, Ketua DKR Depok

Korban Zonasi Tidak Bisa Sekolah, 21 Siswa Miskin Melapor Ke Kemendikbud

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. EDUKASI /
  4. Selasa, 2 Juli 2019 - 11:32 WIB

Roy Pangharapan/Istimewa
Roy Pangharapan
Foto: Istimewa

Pada siswa korban zonasi didampingi orangtua masing-masing dan Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Depok mendatangi Kantor Walikota Depok dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

TOKOHKITA. Akibat kebijakan sistim zonasi pendaftaran sekolah yang ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB, sebanyak 21 siswa miskin tidak bisa sekolah. Pada siswa korban zonasi didampingi orangtua masing-masing dan Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Depok mendatangi Kantor Walikota Depok dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, hari ini.
 
“Ini aksi solidaritas kami DKR untuk keluarga miskin yang anaknya ditolak oleh sekolah negeri Depok,” jelas Roy Pangharapan, Ketua DKR Depok kepada pers di tengah perjalanan, Selasa (2/7/2019).

Alasan penolakan menurut Roy, karena para siswa ini mendaftar ke sekolah yang tidak sesuai dengan zona yang sudah ditentukan. Dari siswa miskin yang ditolak terdapat seorang anak yatim. “Alasan ditolak katanya karena tidak sesuai zonasi, padahal SMA dan SMK di Depok belum merata di setiap kecamatan," sebutnya.

Adapun sebagian besar dari keluarga siswa korban zonasi tersebut adalah anggota relawan DKR Kota Depok yang selama ini sudah banyak membantu masyarakat Kota Depok untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma. “Sudah mennjadi kewajiban kami DKR Kota Depok membantu keluarga anggota relawan kami. Apalagi mereka keluarga tak mampu,” jelas Roy.

Dia berharap, agar semua siswa miskin di Kota Depok mendapat haknya bersekolah di sekolah negeri tanpa dipersulit oleh sistim zonasi. “Akomodir semua siswa miskin untuk masuk sekolah negeri, agar subsidi pendidikan dari pemerintah tepat sasaran,” katanya.

Sebelumnya, sebanyak 12 siswa warga Kecamatan Beji, Depok mendaftar  di SMK Negeri 3 Depok yang berada di Kecamatan Sukmaja, karena di Kecamatan Beji tidak ada SMA dan SMK Negeri. Selain itu sebanyak 3 siswa juga tidak diterima di SMK Negeri 3 di Kecamatan Sukmaja padahal tinggal di Kecamatan Sukmaja yang sama. Nasib yang sama juga dialami oleh seorang siswa warga Kecamatan Pancoran Mas.

Seorang lagi siswa dari Kecamatan Tapos mendaftar di SMA 4 Depok juga tidak diterima. 4 siswa  mendaftar di SMKN 1. Juga ditolak padahal masih satu kecamatan. “Padahal anak kami memilih SMK Negeri biar lulus cepat kerja, biar bisa bantu ekonomi keluarga,” kata Bu Eti Kurniawati orang tua siswa Sevia Febriyanti kepada pers.

Roy bilang, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 sangat merugikan bagi keluarga rakyat miskin. “Herannya justru kebijakan menteri yang mengorbankan keluarga miskin ini bisa berlaku dibawah pemerinahan Presiden Jokowi. Koq malah bertentangan dengan semangat Presiden Jokowi sendiri yang berusaha memudahkan pelayanan bagi rakyat khususnya yang miskin dan tidak mampu,” katanya.

Sejatinya di Depok yang dekat dengan Ibukota Jakarta, sistim zonasi sudah merepotkan keluarga miskin dan tidak mampu sampai tidak bisa sekolah. “Bagaimana dengan daerah pelosok, diluar Jawa dan desa-desa terpencilnya. Bagaimana sumberdaya manusia bisa maju, sekolah saja dipersulit,” keluh Roy.

Sebab itu Walikota Depok tidak bisa berdiam diri, dengan alasan bukan tanggung jawabnya, padahal mereka adalah warga Depok yang butuh pendidikan. “Kegagalan pemerintah kota depok, membangun gedung SMA SMK yang tidak merata di setiap kecamatan di kota depok, sebagai contoh kecamatan Beji, tidak memiliki SMA SMK,” tukasnya.

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER