Syarifudin Yunus, Pendiri TBM Lentera Pustaka

Di Era Digital Taman Bacaan Memiliki Peran Penting

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. EDUKASI /
  4. Jumat, 14 Juni 2019 - 01:04 WIB

Syarifudin Yunus, Pendiri TBM Lentera Pustaka/Istimewa
Syarifudin Yunus, Pendiri TBM Lentera Pustaka
Foto: Istimewa

Lembaga riset Childwise yang berbasis di Inggris mengungkapkan bahwa anak masa kini rata-rata menghabiskan waktu 6,5 jam per hari untuk beraktivitas dengan gadget-nya. Maka tanpa diimbangi budaya literasi, dapat dipastikan anak-anak akan tertindas oleh gaya hidup dan kebiasaan yang tidak positif.

TOKOHKITA. Adalah fakta tingkat literasi orang Indonesia tergolong salah satu yang terendah di dunia. Akibat minimnya kebiasaan membaca dan menulis. Indeks tingkat membaca Indonesia hanya 0,001 persen atau hanya 1 dari 1000 penduduk yang masih mau membaca (Unesco, 2011). Bahkan Most Literate Nations in the World merilis Indonesia berada di urutan ke-60 di antara total 61 negara (PISA, 2016).

Lebih fatal lagi era dihital seperti sekarang. Kehadiran ponsel pintar, tablet, komputer, hingga konsol game yang kian populer mengubah kebiasaan anak-anak Indonesia. Lembaga riset Childwise yang berbasis di Inggris mengungkapkan bahwa anak masa kini rata-rata menghabiskan waktu 6,5 jam per hari untuk beraktivitas dengan gadget-nya. Maka tanpa diimbangi budaya literasi, dapat dipastikan anak-anak akan tertindas oleh gaya hidup dan kebiasaan yang tidak positif.

Oleh karena itu, upaya meningkatkan tradisi baca dan budaya literasi sepertinya tidak bisa ditawar lagi. Harus ada ruang baca dan akses buku bacaan yang lebih luas dan dekat dengan anak-anak Indonesi. Pegiat literasi yang mendirikan taman bacaan atau rumah baca perlu didukung semua pihak. Hari Buku, Hari Aksara atau bahkan Gerakan Literasi di manapun tidak lagi bisa sebatas seminar atau seremoni semata.

Suka tidak suka, taman bacaan dan budaya literasi harus diwujudkan dalam aksi nyata dan dilakukan lebih masif serta berkelanjutan. Maka kepedulian masyarakat dan korporasi sangat diperlukan dalam memacu budaya literasi di era digital. Kesadaran akan pentingnya akses bacaan dan ilmu pengetahuan harus dimulai dari lembaran buku.

Berangkat dari realitas itu, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka hadir di Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kaki Gn. Salak Bogor (75 km dari Jakarta) untuk menyediakan akses bacaan dan meningkatkan tradisi baca anak-anak usia sekolah yang terancam putus sekolah. Melalui konsep “TBM Edutainment”, Taman Bacaan Lentera Pustaka menerapkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak yang kreatif, unik, dan menyenangkan. Dengan mengusung motto #BacaBukanMaen, kini ada 60 anak pembaca aktif di TBM Lentera Pustaka dengan jam baca 3 kali seminggu, dengan rata-rata membaca 5-10 buku per minggu.

Patut diketahui, Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kab. Bogor merupakan tergolong desa prasejahtera. Karena sekitar 71% penduduknya tidak bekerja atau tidak memiliki penghasilan tetap. Bahkan tingkat pendidikan masyarakatnya pun tergolong rendah, 82% SD dan 9% SMP. Untuk itu, tekad TBM Lentera Pustaka adalah mengubah "cara pandang" masyarakat akan pentingnya pendidikan. Melalui kegiatan membaca dan akses buku bacaan diharapkan dapat menekan angka putus sekolah.

Karena itu, upaya untuk terus mempromosikan taman bacaan di manapun penting dilakukan. Agar anak-anak tetap dekat dengan buku, sekaligus menjadikan taman bacaan sebagai gerakan sosial yang harus didukung semua pihak. Hanya budaya literasi anak-anak yang bisa melawan gempuran era digital.

“Rendahnya tingkat literasi di Indonesia sangat membutuhkan kontribusi dan sinergi banyak pihak, baik individu maupun korporasi. Media pun berperan penting untuk mempromosikan kegiatan membaca anak-anak di taman bacaan. Itulah kepedulian terhadap pendidikan. Demi tegaknya tradisi baca anak-anak di tengah gempuran era digital yang mencengangkan” ujar Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program TBM Lentera Pustaka di Bogor, Kamis (13/6/2019).

Mengapa taman bacaan penting di era digital? Syarif  menjelaskan, setidaknya ada tiga alasaan yang mendasari pentingnya taman bacaan di era digital: Penting, karena tradisi baca dan budaya literasi adalah kegiatan yang sangat penting di era digital yang kian “menjauhkan” anak-anak dari buku bacaan. Maka, publik harus tahu pentingnya membiasakan kegiatan membaca pada anak-anak.

Kedua, menarik. Taman bacaan banyak yang dikelola tidak optimal, mungkin karena bersifat sosial. Tata kelola taman bacaan harus menarik agar anak-anak tidak bosan dan selalu semangat dalam membaca. Seperti di TBM Lentera Pustaka selalu dilakukan senam literasi, salam literasi, wajib membaca bersuara, lab baca untuk memahami bacaan, di samping selalu ada event bulanan dan jajanan kampung gratis, dan tersedia free wifi. Agar anak-anak tertarik datang taman bacaan.

Ketiga, aktual dan faktual. Adalah fakta di daerah dekat Jakarta masih ada wilayah yang tingkat pendidikannya rendah dan jauh dari akses bacaan. Taman bacaan harus mampu menyajikan “hal yang baru” bagi anak-anak. Karena itu, taman bacaan butuh dukungan semua pihak dan layak menjadi berita.

Waktu demi waktu, TBM Lentera Pustaka tetap komit dan konsisten dalam meningkatkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak usia sekolah di kampung. Sekali lagi, taman bacaan dan budaya literasi tidak lagi bisa dibahas sebagai seremoni atau ide. Tapi taman bacaan harus disebarluaskan. Agar tercipta tradisi baca dan budaya literasi di anak-anak usia sekolah. Ubah niat baik menjadi aksi nyata, begitulah seharusnya taman bacaan.

Kini saatnya, semua pihak bersinergi untuk terus menegakkan tradisi baca dan budaya literasi. Karena membaca pastinya dapat menyelamatkan masa depan anak-anak Indonesia sebagai generasi penerus bangsa. Karena tanpa baca kita merana. Salam Literasi!!

Editor: Tokohkita

TERKAIT


TERPOPULER