Rokhmin Dahuri

Penegakan Hukum Kelautan Harus Berorientasi Kesejahteraan Rakyat

  1. Beranda /
  2. Kabar /
  3. Nasional /
  4. Selasa, 22 Maret 2022 - 21:37 WIB

Penegakkan hukum di laut ujungnya adalah di ekonomi dan kesejahteraan. "Tujuan akhir dari penegakan hukum kelautan adalah Indonesia menjadi adil, makmur, dan berdaulat sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia," tegas Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University ini.

TOKOHKITA. Penegakan hukum kelautan harus berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Pasalnya, Indonesia memiliki potensi ekonomi kelautan yang besar namun realisasinya masih rendah.

Demikian diutarakan Pakar Kelautan Rokhmin Dahuri dalam acara FGD bertajuk Penguatan Penegakan Hukum dalam Undang-undang Kelautan yang digelar DPD RI bekerjasama dengan Universitas Pertahanan, Selasa (22/3/2022).

Menurut dia, penegakkan hukum di laut ujungnya adalah di ekonomi dan kesejahteraan. "Tujuan akhir dari penegakan hukum kelautan adalah Indonesia menjadi adil, makmur, dan berdaulat sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia," tegas Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University ini.

Rokhmin bilang, hingga kini kontribusi sektor-sektor ekonomi kelautan masih sangat rendah. Kontribusi sektor ekonomi kelautan terhadap PDB hanya menyumbang 15%. Belum lagi, daya saing produk dan jasa kelautan masih rendah. "Selain itu mayoritas nelayan dan masyarakat pesisir masih dalam keadaan miskin," sebut Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020-2024 ini.

Yang terang, sebagai negara maritim terdapat dua aspek yang harus diperhatikan, yakni aspek ekonomi dan aspek keamanan dan pertahanan. Dalam aspek keamanan dan pertahanan kondisi sekarang ini, kata Rokhmin belum cukup baik. 

Rokhmin pun menyodorkan bukti di antaranya masih banyaknya ilegal fishing, pencemaran laut, hingga rong-rongan kedaulatan di perbatasan. "Karenanya upaya untuk memperkuat penegakan hukum dibidang kelautan amatlah penting," katanya.

Faktanya, Indonesia memiliki 17 undang-undang yang berkaitan dengan keamanan laut. Selain itu, Indonesia juga memiliki 13 instansi atau lembaga yang mengurusi kelautan, baik itu yang memiliki kapal patroli maupun tidak.

Hanya saja, banyaknya instansi yang mengurusi kelautan malah memunculkan ego kelembagaan atau ego sektoral. Kehadiran Bakamla, diharapkan dapat mengharmonisasikan penegakan keamanan dan hukum di laut, hanya saja belum berjalan optimal karena keterbatasan fungsi atau wewenang.

"Bakamla saat ini hanya melaksanakan fungsi penjagaan sesuai UU 32 tahun 2014 tentang kelautan. Karena itu inisiasi dari DPD RI untuk merevisi sebagian dari UU Kelautan supaya fungsi keamanan laut seimbang, yang dikomandoi Bakamla harus kita dukung positif," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua I DPD RI Letjen TNI (Mar) (Purn) Nono Sampono membahas tentang perkembangan lingkungan strategis di kawasan Asia Pasifik akibat pergeseran geopolitik, geostrategi, dan geoekonomi serta pengaruhnya terhadap ASEAN dan Indonesia.

Dalam paparannya, Nono di antaranya menyoroti pentingnya menjaga keamanan laut di wilayah kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia. Namun demikian, saat ini upaya yang dilakukan oleh lembaga-lembaga di Indonesia untuk menjaga keamanan laut tersebut belum terkoordinasi dengan baik.

Padahal, kata dia, dengan adanya koordinasi yang baik antarlembaga, maka Indonesia dapat mengatasi keterbatasan-keterbatasan baik dalam segi anggaran maupun sumber daya dalam pengamanan tersebut.

Mau tidak mau, kata Nono, pembangunan kekuatan maritim mutlak dilakukan dalam rangka menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Untuk itu, kata dia, bisa dilakukan di antaranya dengan menata sistem keamanan laut Indonesia melalui revisi terbatas Undang-Undang (UU) nomor 32 tahun 2014 tentang kelautan.

"Persoalannya apakah kita bisa dalam waktu dekat? Orang duit kita terbatas. (Penting) bagaimana kita mendesain yang ada ini agar yang kita punya ini digunakan secara efisien efektif. Itu saja. Ngapain kita jalan sendiri-sendiri? Kita harus menyatu, terkoordinasikan untuk menyatu, secara efektif kita bisa gerakan dan efisien. Dana kita terbatas," kata dia.

Nono juga menyoroti perkembangan lingkungan strategis khususnya di dekat Laut China Selatan. Menurutnya, Indonesia perlu berhati-hati mengelola bola liar konflik di Laut China Selatan yang beririsan dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara. Indonesia sebagai negara yang non blok, kata dia, tentunya menghendaki kedamaian dengan selalu mengedepankan diplomasi terkait persoalan di wilayah tersebut.

Namun demikian, kata Nono, diplomasi yang dilakukan Indonesia juga perlu dibarengi dengan pembangunan kekuatan di antaranya ekonomi dan militer untuk melindungi kepentingan nasional terutama di laut.

"Harga diri kita harus kita jaga. Dengan apa? Tidak bisa dengan mulut, harus dengan kekuatan. Dalam konteks ini kekuatan maritim, ekonomi, pertahanan keamanan. Dan yang paling penting kita jangan masuk ke dalam wilayah bisikan-bisikan dari pihak-pihak tertentu untuk misalnya melawan. China ini tidak main-main, sekarang kekuatannya ada di mana-mana baik secara ekonomi maupun militer," kata Nono.

Editor: Tokohkita


TERPOPULER