Pupu Fujriani Wasngadiredja
POLITERA: Rahasia di Balik Semangat Literasi Siswa SMP Taruna Bakti
Program POLITERA tidak hanya menawarkan sesi membaca atau menulis.
Di era serba digital, tantangan literasi di kalangan pelajar menjadi lebih kompleks dibandingkan sebelumnya. Membaca dan menulis tidak lagi cukup; literasi kini melibatkan pemahaman, analisis, hingga refleksi kritis atas informasi.
Inilah yang mendorong penerapan Program Poin Literasi (POLITERA) di SMP Taruna Bakti, berkolaborasi dengan Bambang Purwanto, Founder POLITERA, dan didukung oleh Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STFI)-Yayasan Hazanah. Program ini menjadi bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas literasi siswa secara holistik, sebagaimana ditunjukkan oleh hasil penelitian terbaru yang menggali dampak POLITERA terhadap perkembangan literasi siswa.
Program POLITERA tidak hanya menawarkan sesi membaca atau menulis. Lebih dari itu, program ini berusaha menjadikan literasi sebagai kebiasaan yang menyatu dalam kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini tercermin dari kesan yang disampaikan oleh Quintza Shainaya Aisha, salah satu peserta program. Menurutnya, kegiatan literasi ini menjadi cara yang menyenangkan untuk memulai hari, sekaligus memberikan motivasi internal maupun eksternal untuk terus membaca dan menulis.
"Orang tua saya beranggapan bahwa kegiatan literasi ini bagus juga, mendorong diriku untuk membaca semua bukuku dan melanjutkan karya literasiku," ungkap Quintza. Pengakuan ini menunjukkan bahwa POLITERA memiliki dampak tidak hanya pada siswa, tetapi juga keluarga sebagai pendukung utama dalam proses belajar.
Salah satu keunggulan dari program POLITERA adalah pendekatannya yang membekali siswa dengan kemampuan berpikir kritis. Shifa Raisha, seorang peserta lain, menyebutkan bahwa program ini mengajarkannya untuk "berpikir, bukan hanya membaca."
Program ini membawa siswa keluar dari pola pikir pasif dan mendorong mereka untuk mengolah informasi yang diperoleh dari bacaan, mengaitkan dengan pengalaman pribadi, dan bahkan memperdebatkan ide-ide baru. Hal ini penting di tengah tantangan informasi yang semakin beragam dan kompleks, menjadikan literasi lebih dari sekadar kemampuan mekanis, tetapi keterampilan yang berdaya guna dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam wawancara lain, Zemyla Tsuraya menyatakan bahwa literasi adalah "kunci agar bisa memahami sebuah hal atau komplikasi," baik melalui membaca, menulis, atau mendengarkan. Motivasi yang diungkapkan Zemyla berakar dari pengalaman langsung dan nilai yang ia peroleh selama mengikuti program.
Pendekatan POLITERA yang tidak terbatas pada satu bentuk aktivitas literasi membentuk siswa menjadi pribadi yang mampu berpikir reflektif dan kontekstual. Mereka dilatih untuk melihat literasi sebagai alat untuk memahami dunia di sekitar mereka dan menghadapi berbagai tantangan dengan cara yang cerdas.
Penelitian ini memberikan bukti bahwa POLITERA mampu menghadirkan dampak positif dalam proses pembelajaran literasi di sekolah. Dukungan dari lembaga pendidikan tinggi dan kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk institusi sekolah dan tenaga pendidik, menunjukkan bahwa pendekatan kolaboratif mampu mengubah literasi menjadi pengalaman bermakna. Pentingnya dukungan dari lingkungan sekolah dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan implementasi program ini.
Dengan berbagai dampak positif yang telah diidentifikasi, Program POLITERA bisa menjadi inspirasi bagi sekolah lain untuk mengadopsi pendekatan serupa. Literasi bukan sekadar keterampilan membaca atau menulis, melainkan jalan untuk membangun generasi kritis yang mampu beradaptasi dan unggul di tengah perubahan zaman.
*Penulis adalah Humas & Kerjasama Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STFI) Bandung
Editor: Tokohkita