1. Beranda /
  2. Tokoh /
  3. Enterpreneur /
  4. Priyadi Abadi

Priyadi Abadi


Keluar dari zona mainstream membuat Priyadi Abadi lebih memilih untuk kuliah di pariwisata jurusan travel Universitas Trisakti di tahun 1992. Setelah lulus SMA di Duren Sawit Jakarta Timur, Priyadi yang punya hobi musik pernah merasa bimbang untuk memilih antara meneruskan sekolah musik, tidak sekolah lagi atau harus kuliah. Dari hobi musik, ia membentuk grup band sejak SMP yang masih ada sampai sekarang, bahkan mempunyai fasilitas studio band.

Saat SMA Priyadi yang suka semua aliran musik juga kerap main musik dari café ke café, acara weeding, gathering kantor, terutama alat musik gitar dan piano. Namun dari pengalaman seniornya para musisi yang memiliki idealisme, ia melihat musik belum bisa menunjang hidup yang layak. Di Indonesia ia melihat berbeda dengan di luar negeri yang musisinya benar-benar dihargai. Ia pun hanya menjadikan musik sebagai hobi untuk menghibur orang, membuat orang senang, dan sebagai sarana ekspresi meluapkan emosi.

Sebelum lulus kuliah, Priyadi sempat bekerja sebagai freelance di sebuah perusahaan travel. Saat itu ia menjadi guide turis asing untuk city tour di Jakarta, seperti monas, museum-museum yang ada di Jakarta dan lainnya. Setelah bekerja berpuluh-puluh tahun di perusahaan travel umum, Priyadi merasa prihatin pada saat bepergian dan tadabbur alam, kita sebagai muslim melalaikan kewajiban untuk sholat dan tidak memperhatikan soal makanan halal.

Sebelum lulus kuliah, Priyadi sempat bekerja sebagai freelance di sebuah perusahaan travel. Saat itu ia menjadi guide turis asing untuk city tour di Jakarta, seperti monas, museum-museum yang ada di Jakarta dan lainnya. Setelah bekerja berpuluh-puluh tahun di perusahaan travel umum, Priyadi merasa prihatin pada saat bepergian dan tadabbur alam, kita sebagai muslim melalaikan kewajiban untuk sholat dan tidak memperhatikan soal makanan halal.

Priyadi lalu terinspirasi membangun perusahaan travel dengan tagline wisata muslim di tahun 2010 yang diberi nama Adinda Azzahra Tour and Travell. Perusahaan travel milik Priyadi ini merupakan pelopor wisata muslim Indonesia yang khusus menggarap wisata muslim, bukan menangani umrah dan haji. Menurutnya, belum ada travel muslim yang membuat seperti tour Eropa, tour Amerika, Asia, seperti ke Jepang atau Korea yang real muslim tour. Peluang itulah yang ditangkap Priyadi karena market besar sekali tapi belum digarap.

“Kita merupakan pelopor wisata muslim Indonesia. Karena saat tahun 2010 tidak ada yang konsen terhadap wisata muslim, kalau pun ada itu dibalut dengan umrah, misalnya travel A ada tujuan ke Turki karena umrah sekaligus plus. Pesawatnya Turkish maka transit di situ. Atau memang sengaja tujuannya Aqsha karena memang masjid ketiga bagi umat Islam,” papar Priyadi.

Priyadi berani memutuskan keluar dari perusahaan travel umum karena sudah memiliki jaringan, meski begitu banyak pihak yang mencibir, termasuk istrinya yang meragukan apakah usaha yang akan dibangun Priyadi bisa berjalan. “Memang berdarah-darah sekali, ya bertahap seperti bayi yang baru dilahirkan. Karena pertama, mindset masyarakat Indonesia kalau travel muslim itu mengurus umrah dan haji saja. Kalau mau di luar umrah dan haji mereka pergi ke travel umum, karena memang polanya seperti itu,” jelasnya.

Untuk mendukung pengembangan wisata muslim, Priyadi mendirikan Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF). Menurutnya ada dua PR yang harus dilakukan di IITCF, PR yang pertama adalah edukasi SDM travel muslim karena mayoritas merupakan travel umrah dan haji. PR kedua adalah mensosialisasikan atau mensyiarkan wisata muslim melalui media untuk mengajak masyarakat membangun kepercayaan kepada travel muslim dalam melakukan perjalanan ke mancanegara di luar umrah dan haji.

Menurut Priyadi, saat kita melakukan traveling wajib menegakkan sholat dan mengonsumsi makanan halal meskipun dengan berbagai keterbatasan. Tetapi Allah memberi kemudahan-kemudahan seperti misalnya soal berwudhu. “Masyarakat perlu diberikan edukasi misalnya mengenai pemakaian air di Eropa yang dibatasi tidak seperti di Indonesia. Di Eropa pada saat musim dingin tidak bisa pakai air dan Allah memberikan kemudahan dengan tayamum,” ucap Priyadi.

Berkat konsistensi Priyadi mengembangkan wisata muslim Indonesia, menginjak tahun ketiga IITCF memperoleh banyak penghargaan, salah satunya dari Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI). Priyadi juga membangun akses seluas-luasnya untuk pengembangan wisata muslim, baik dengan pemerintah, praktisi maupun akademisi, apalagi saat ini ia juga aktif sebagai dosen.

Selain IITCF sebagai wadah travel muslim di Indonesia untuk mengembangkan wisata muslim, Priyadi juga menjadi dewan pembina konsorsium Muslim Holiday sebagai unit usaha dari IITCF. “Unit usaha IITCF ada travel muslim, muslim holiday, kita juga mengembangkan transportasi, akomodasi dan lembaga pelatihan. Kita juga masih merangkak, intinya kita semangat untuk mensyiarkan wisata muslim sebagai pemain, bukan penonton karena pihak asing sekarang dari travel-travel umum menggarap wisata muslim. Peningkatan kualitas SDM penting dan kalau kita tidak bersatu suatu saat akan menjadi penonton di era MEA ini. Untuk itu IITCF fokus pada pengembangan skill dan mensosialisasikan serta mengajak pengusaha-pengusaha travel muslim untuk menggarap wisata muslim, jangan hanya umrah dan haji saja. Kalau pasarnya tidak diambil akan diambil orang lain baik asing ataupun kompetitor dari kalangan travel umum,” papar Priyadi

Pendidikan

SI Pariwisata, Jurusan Travel Universitas Trisakti

Karir

Chairman Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF), Direktur Utama Adinda Azzahra Grup, Founder & CEO Muslim Holiday Konsorsium, Ketua Umum ATLMI (Asosiasi Tour Leader Muslim Indonesia)

Penghargaan

Rekor MURI untuk West Europe Tour Leader Moslem Educational Trip (WEMET)